Astra Perusahaan Pertama Tembus Pendapatan Rp 100T; Telkom S

Bareksa • 25 Jul 2014

an image
Employees work at the production line on a Honda Mobilio car at a Honda plant in Greater Noida. (REUTERS/Adnan Abidi)

Empat tahun lalu pendapatan Grup Astra hanya sekitar setengahnya dari sekarang.

Bareksa.com - Raksasa otomotif Indonesia PT Astra International Tbk menjadi perusahaan Indonesia pertama yang total pendapatannya dalam satu semester menembus angka Rp 100 triliun.

Pendapatan Astra berkembang dari hanya Rp 10 triliun setahun sekitar 2 dekade lalu, hingga Rp 101,5 triliun pada semester pertama 2014. 

Empat tahun lalu pendapatan Astra, yang memiliki diversifikasi usaha dari mulai perkebunan kelapa sawit sampai teknologi informasi, hanya sekitar setengahnya dari sekarang.

Astra menjalankan bisnisnya antara lain dengan didorong dengan semangat memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan dan membina kerjasama yang baik dengan pihak lain, menurut Tira Ardianti, head of investor relations di Grup Astra.

Perusahaan-perusahaan lain dengan kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia seperti PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) baru bisa membukukan total pendapatan satu semester mereka yang mencapai paling tinggi Rp 43,54 triliun.

Tabel Pendapatan ASII, TLKM, dan UNVR dalam 6 bulan terakhir


Sumber: Perusahaan, diolah Bareksa.com

Astra menghasilkan laba bersih senilai Rp5,09 triliun pada kuartal I 2014, naik 2,3 persen year-on-year dan turun 2,4 persen quarter-on-quarter. Hal ini disebabkan karena kontribusi segmen financial service sebesar Rp1,46 triliun dan  marjin  penjualan mobil yang mengalami rebound menjadi Rp6,9juta/unit dari kuartal pertama sebesar Rp6 juta/unit, menurut J.P. Morgan Securities Indonesia.

Untuk harga sahamnya sendiri, katalisnya adalah penjualan mobil dan motor serta kinerja anak usahanya PT United Tractor Tbk (UNTR) dan PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), juga segmen  financial service.

Persaingan yang ketat dapat mengurangi pangsa pasar ASII dan menggerus marjin laba. Selain itu, peluncuran mobil Low Cost Green Car (LCGC) juga tidak begitu sukses.

Sementara CIMB Securities Indonesia juga mengatakan hal yang senada bahwa permintaan otomotif di semester II 2014 dan 2015 akan menjadi katalis positif untuk ASII, tetapi mendapat tantangan dari risiko kenaikan harga Bahan Bakar Minyak. Pertumbuhan UNTR diproyeksikan melambat karena pemotongan produksi overburden, jika harga batubara tidak membaik.