Mei 2014, Defisit Perdagangan Membaik Namun Defisit Migas Me

Bareksa • 01 Jul 2014

an image
Dua pekerja mengontrol kerangan pipa produksi yang berasal dari sumur menuju stasiun pengumpul minyak mentah di lapangan operasi Klamono PT. Pertamina EP Aset 5 Papua, Kabupaten Sorong, Papua Barat. (ANTARA FOTO/Saptono)

Juni 2014, pertama kalinya inflasi tahunan dibawah 7 persen sejak kenaikan BBM Bersubsidi

Bareksa.com – Inflasi bulan Juni 2014 sebesar 0,43 persen lebih tinggi dari perkiraan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjino yakni sebesar 0,37 persen.

Namun secara tahunan, bulan ini pertama kalinya sejak Juli 2013 dimana Pemerintah menaikan BBM bersubsidi, inflasi tahunan berada dibawah 7 persen. Inflasi tahunan Juni 2014 mencapai 6,7 persen.

Sementara itu surplus neraca perdagangan Mei 2014 sebesar USD70 juta, lebih tinggi dari perkiraan Senior Deputi Gubernur Bank Indonesia, Mirza Adityaswara yang sebelumnya memperkirakan surplus hanya sebesar USD15,3 juta.

Surplus terjadi akibat kenaikan ekspor non migas yakni minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dan penurunan impor non migas yakni golongan mesin dan peralatan mekanik.

Impor migas per Mei 2014 meningkat tipis 0,38 persen dipicu peningkatan nilai impor minyak mentah sebesar 21,43 persen dari bulan sebelumnya dan penurunan nilai impor gas sebesar 14,32 persen dari bulan sebelumnya.

Hal ini menyebabkan defisit migas bulan Mei 2014 melebar menjadi sebesar USD1,33 miliar dibandingkan bulan April 2014 sebesar USD1,04 miliar.

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Ahmadi Noor Supit, menyampaikan jika menggunakan dasar 2014, nilai subsidi 2015 dapat mencapai Rp500 triliun dimana 87 persennya adalah subsidi energi. Untuk itu perlu ada revisi budget terutama dari subsidi energi.

Sentimen positif berasal dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik yang menjelaskan adanya revisi kontrak harga jual gas di Blok Tangguh, Papua kepada Cina.

Harga jual gas per 1 Juli 2014 menjadi USD8 per juta kubik ( Million Metric British Thermal Units /MMBTU), naik lebih dua kali lipat dari harga sebelumnya USD3,3 per MMBTU.

Pemerintah akan mengantongi lebih dari USD20 juta per tahun hingga 2034 dari penjualan tersebut, jauh lebih tinggi dari harga lama yang hanya menghasilkan USD5,2 juta per tahun. Hal ini diharapkan dapat membantu menurunkan nilai defisit migas. (NP)

 


*oleh : Ni Putu Kurnia Sari