Bareksa.com - Isu kebijakan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) hanya disinggung oleh salah satu kubu pasangan capres-cawapres dalam debat semalam. Calon Wakil Presiden Jusuf Kalla secara singkat menegaskan bahwa kebijakan subsidi BBM yang membebani anggaran pengeluaran pemerintah harus diperbaiki. Pernyataan ini diungkapkan dalam acara debat perdana, dari total lima seri debat yang direncanakan, antara dua kubu pasangan capres cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Kubu Joko Widodo-Jusuf Kalla menunjukan kedewasaan yang tinggi dalam menjawab pertanyaan selama debat dengan tema Pemerintahan yang Bersih dan Kepastian Hukum. Beberapa kali Jokowi menjawab dengan penekanan bahwa poin-poin yang ditanyakan sebenarnya sudah mulai dia lakukan termasuk transparansi dalam menjalankan pemerintahan, seperti melakukan proyek pengadaan melalui e-procurement dan pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) secara on-line untuk menghindari tatap muka, yang bisa memancing korupsi.
Sementara JK menohok lawannya Prabowo dengan isu Hak Asasi Manusia yang dijawab dengan tegang dan gugup oleh Prabowo, yang pada tahun 1998 diberhentikan dari dinas kemiliterannya. Soal kebijakan BBM, tidak secara detil dibahas oleh Jusuf Kalla, tapi ini menunjukan komitmen dari pasangan Jokowi-Jusuf Kalla bahwa bila terpilih usaha pencapaian anggaran negara yang efisien adalah prioritas utama.
"Deficit anggaran kita banyak, sementara produksi minyak turun. Pemerintah akan datang harus perbaiki kebijakan itu," Jusuf Kalla mengatakan dalam acara debat semalam.
Dalam kesempatan sebelumnya, tim kampanye pasangan Jokowi-JK menegaskan bahwa upaya penurunan subsidi BBM tidak harus melulu dengan cara menaikan harga jual BBM, terutama harga bahan bakar Premium yang saat ini berada pada tingkat Rp6.500 per liter. Penurunan subsidi BBM bisa juga dilakukan dengan menggenjot penggunaan sumber energi lain, yaitu gas dan batubara, menurut tim kampanye Jokowi-JK sebelumnya. Pengalihan konsumsi ke gas dan batubara akan menekan permintaan terhadap BBM.
Tahun lalu, Indonesia mengeluarkan Rp201 triliun untuk subsidi BBM, atau hampir 1/5 dari total belanja pemerintah pusat. Beban pengeluaran yang besar ini telah lama dianggap sebagai pengganjal upaya pembangunan oleh pemerintah terutama dalam bidang infrastruktur, antara lain pembangunan jalan, jembatan, maupun perbaikan pelabuhan. Pembangunan infrastruktur ini dibutuhkan untuk melancarkan logistik dan menurunkan biaya transportasi.
Sementara kubu pasangan Prabowo-Hatta belum pernah mengungkap secara kongkrit apa yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah subsidi BBM bila mereka terpilih.
Indonesia selain mengimpor BBM siap pakai untuk memenuhi sebagian keperluan dalam negerinya, juga mengekspor minyak mentah yang kemudian diolah oleh pembeli di luar negeri untuk dijadikan BBM. Indonesia merupakan pengekspor batubara thermal terbesar di dunia dan salah satu pengekspor gas alam terbesar di dunia. Batubara thermal digunakan untuk pembangkit listrik.
Kubu Jokowi-JK pernah menyiratkan bahwa penurunan subsidi BBM akan dilakukan dengan cara menaikan harga BBM dan juga dengan cara mengalihkan konsumsi energi ke gas alam dan batubara. Akan sangat menarik untuk mendengar lebih lanjut detil soal rencana ini dari kubu Jokowi-JK dalam kesempatan berikutnya. Berapa banyak penurunan subsidi akan disumbangkan oleh pengalihan konsumsi dan berapa banyak dari kenaikan harga.
Mudah-mudahan bila saatnya ada kenaikan harga BBM, langkah ini dapat dilakukan secara bertahap supaya tidak menyebabkan tekanan inflasi berlebihan, sehingga mendorong Bank Indonesia untuk menaikan suku bunga, yang pada gilirannya dapat menekan harga surat berharga obligasi.