Tantangan Pengembangan Infrastruktur Bagi Pemerintahan Baru

Bareksa • 09 Jun 2014

an image
Foto dari udara pemandangan gedung pencakar langit diantara rumah warga di pusat kota kawasan Jl Basuki Rahmat Surabaya. (ANTARA FOTO/Eric Ireng)

Realisasi nilai proyek infrastruktur di kuartal pertama 2014 baru mencapai 1,6 persen dari target Rp629 triliun

Bareksa.com – Pemerintahan baru akan dihadapkan terhadap persoalan infrastruktur yang selama ini berjalan lambat walaupun pemerintah sebelumnya telah mencanangkan program MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia). Pada tahun 2014 ini, target nilai proyek infrastruktur yang akan dikerjakan adalah sebesar Rp629 triliun, namun realisasinya di kuartal pertama tahun 2014 baru mencapai sekitar Rp10 triliun atau hanya 1,6 persen dari target.

Saat ini belanja infrastruktur Indonesia terbilang rendah jika dibandingkan sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Meskipun anggaran untuk infrastruktur nilainya hampir meningkat lebih tiga kali lipat sepanjang tahun2009-2014 menjadi Rp206,6 triliun diakhir tahun 2014, tetapi jika dilihat perbandingan belanja infrastruktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hanya sekitar 2 persen seperti terlihat pada grafik dibawah ini.

Tabel Anggaran Infrastruktur Indonesia (Rp triliun)

Sumber: Kementerian Keuangan, diolah Bareksa.com

 

Tabel Anggaran Infrastruktur terhadap PDB Indonesia (%)

Sumber: Kementerian Keuangan, diolah Bareksa.com

 

Jika dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara, presentase anggaran infrastruktur Indonesia tergolong kecil. Apalagi jika dibandingkan dengan negara Cina yang presentasenya mencapai lebih dari 8 persen.

Grafik Rata-Rata Anggaran Infrastruktur terhadap PDB Tahun 1992-2011

Sumber : McKinsey Global Institute analysis, diolah Bareksa.com

Dikutip dari liputan6.com , Adnan Agung Nugraha, Head of Division Kementerian Keuangan Republik Indonesia menyampaikan agar perekonomian Indonesia bisa tumbuh diatas 7 persen per tahun diperlukan dana infrastruktur sekitar Rp1.900 triliun. Untuk itu tidak bisa seluruhnya hanya mengandalkan belanja negara dalam membiayai nilai tersebut. Sekitar Rp700 triliun akan diberikan kepada pihak swasta melalui Private-Public Partnership (PPP).

Tetapi, untuk meyakinkan pihak swasta ikut berpartisipasi, tentu iklim investasi juga harus mendukung terkait masalah perizinan. Seperti contoh, pembangunan proyek mass rapid transit (MRT) Jakarta terancam tertunda karena lahan untuk membangun jalan pengganti masih dalam tahap negosiasi harga. Padahal, seharusnya lahan-lahan itu sudah bebas pada Februari-Maret 2014. Hal ini, pada akhirnya, akan membuat biaya proyek semakin bertambah.

Bagaimana target-target yang dirancang calon Presiden untuk menghadapi hal ini. Dari segi program yang terlihat pada visi dan misi antara Jokowi dan Prabowo memiliki kesamaan seperti pembangunan jalan baru, rel kereta api dan pelabuhan laut.  Tetapi terdapat perbedaan akan ketegasan terhadap perizinan.

Jokowi dalam berbagai kesempatan menegaskan bahwa yang akan dilakukan pertama kali adalah membenahi persoalan perizinan dan perlindungan bagi pihak swasta yang ingin berinvestasi pada sektor infrastruktur. Bahkan dalam pemaparan platform ekonomi pada Rabu, 4 Juni di Jakarta lalu, Jokowi akan memberikan akses yang mudah agar investor dapat berinvestasi, sehingga anggaran pemerintah lebih dapat digunakan bagi sektor-sektor lain yang juga butuh biaya yang besar seperti kesehatan dan pendidikan. (NP)