Menelaah saham TOBA

Bareksa • 02 May 2014

an image
Valuasi saham TOBA rendah. Pada harga saham 800 - (Antaranews.com)

TOBA mungkin hanya bisa dijadikan pilihan alternatif di sektor tambang batubara.

Bareksa.com - Selama harga batubara stabil, maka pendapatan perusahaan akan aman hingga setidaknya sepuluh tahun ke depan, karena jumlah cadangan batubara terbukti yang dimiliki perusahaan masih cukup hingga 2023.

"Tapi memang kalau yang ini sih, rata-rata perusahaan batubara lainnya juga masih punya cadangan batubara yang melimpah," tutur Teguh.

Tidak seperti beberapa perusahaan batubara besar yang terlilit utang, neraca TOBA relatif bersih dari utang, kecuali utang bank sebesar US$47 juta, dan jumlahnya terus turun.

TOBA terbilang royal dalam membagikan dividen, sebab untuk tahun buku 2012 lalu perusahaan membayar dividen US$0,0028 atau Rp31 per saham, yang merupakan 87,5% laba bersihnya. 

TOBA bisa menghabiskan hampir seluruh laba bersihnya sebagai dividen karena perusahaan memang tidak punya rencana ekspansi apapun, kecuali terus meningkatkan produksi serta efisiensi dari tambang-tambang batubara yang sudah ada. 

Mengingat pada 2013 laba TOBA naik menjadi US$0,0092 per saham, maka 87,5%-nya adalah US$0,0081, atau setara dengan Rp89 per saham. Angka tersebut adalah jumlah yang besar mengingat harga sahamnya saat ini Rp800.

Dan pada 2014 dividen tersebut seharusnya akan meningkat lagi mengingat baru saja labanya naik dua kali lipat. Sebab, terdapat potensi tambahan pendapatan dalam beberapa tahun ke depan dari perkebunan kelapa sawit.

Kualitas manajemen baik, salah satunya bisa dilihat dari laporan keuangannya yang selalu keluar cepat di tiap kuartal, termasuk pemilik perusahaan juga punya reputasi yang bagus sebagai atlet olahraga, tokoh militer dan politisi.

Namun, saham TOBA tidak likuid. Ketika perusahaan IPO pada Juli 2012 lalu, jumlah saham yang dilepas ke publik adalah 211 juta lembar, ketika itu pada harga Rp1.900 per saham. 

Setelah harganya terus turun dalam hampir dua tahun, banyak dari saham tersebut yang dibeli kembali oleh relasi dari Luhut Pandjaitan (termasuk melalui putranya, Davit Togar Pandjaitan), sehingga sisa saham yang dipegang publik tinggal 50 juta lembar. 

Kalau diperhatikan, ada banyak saham yang tidak likuid karena harganya lagi di bawah. Tapi untuk TOBA, saham ini tidak likuid karena memang jumlah saham yang dipegang publik sangat sedikit. 

Ada kemungkinan sahamnya tidak akan bergerak, termasuk kalau nanti perusahaan mengumumkan pembayaran dividen, karena masalah likuiditasnya ini. Saham ini mungkin hanya cocok bagi Anda yang menyukai dividen. 

Belakangan ini mulai mencuat kembali isu kenaikan royalti yang harus dibayar perusahaan-perusahaan batubara, dan juga adanya larangan ekspor batubara berkalori rendah (di bawah 5,200 kcal). Untuk larangan ekspor, hal itu tidak jadi masalah mengingat TOBA memproduksi batubara dengan kalori 5.500 – 6.250 kcal, namun untuk royalti tadi, kalau jadi dinaikkan, tentu saja bisa menekan perolehan laba.

Jadi kesimpulannya. Jika Anda bisa berkomitmen untuk memegangnya dalam jangka panjang untuk meraup keuntungan dari dividen, maka TOBA mungkin hanya bisa dijadikan pilihan alternatif di sektor tambang batubara. 

Tapi dengan peningkatan kinerja perusahaan yang tampak cukup menonjol, maka kita pada saat ini sudah boleh berharap bahwa mungkin perusahaan-perusahaan batubara lainnya juga bisa kembali mencatatkan peningkatan kinerja, setelah dua tahun sebelumnya terus turun gara-gara penurunan harga batubara. 

Ada beberapa perusahaan batubara yang memiliki kinerja fundamental yang sangat baik di masa lalu, seperti United Tractors (UNTR), Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA), Harum Energy (HRUM), Indo Tambangraya Megah (ITMG), hingga Resource Alam Indonesia (KKGI). 

Jika memang sektor batubara pulih, maka kelima perusahaan tersebut seharusnya juga tidak akan menemui kesulitan untuk mencatatkan kenaikan laba kembali.

( Sumber : Antaranews.com)