Siapapun pemenang pemilu, sektor infrastruktur bakal aman?

Bareksa • 17 Apr 2014

an image
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo saat memeriksa ruas Jalan Layang Non Tol (JLNT) Kampung Melayu-Tanah Abang (Antara/Dhoni Setiawan)

Indonesia sebetulnya membutuhkan investasi infrastruktur sebesar 7 persen Produk Domestik Bruto (PDB).

Bareksa.com - Hasil Pemilu Legislatif 9 April 2014 yang melenceng dari ekspektasi pasar telah menyebabkan koreksi di hampir seluruh saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia, satu hari setelah pesta demokrasi tersebut digelar. Salah satu yang terpukul adalah sektor infrastruktur, yang jatuh sekitar 1-3 persen, terutama saham-saham properti dan konstruksi.

Meski demikian, penting untuk dicatat, bahwa sektor-sektor tersebut sebenarnya hampir tidak terpengaruh secara fundamental oleh hasil pemilu. Sebagian besar kontraktor telah mengamankan kontrak baru hingga akhir tahun nanti. Bahkan, secara Year to Date (YTD), tercatat kontrak baru yang telah ditandangani telah mencapai sekitar Rp13 triliun, naik signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp11 triliun. Selain itu, tidak ada tanda-tanda perlambatan pertumbuhan kontrak baru. Dapat dikatakan, untuk tahun ini, proyeksi sektor infrastruktur masih positif.

Data Building and Construction Interchange (BCI) Asia sendiri menyebutkan total proyek konstruksi Indonesia bertumbuh 15 persen Year on Year (YoY), dari Rp429 triliun menjadi Rp493 triliun. Juga dinyatakan bahwa hal ini terutama didorong oleh proyek pekerjaan sipil (termasuk infrastruktur), yang diharapkan bertumbuh 23 persen menjadi Rp233 triliun. Dilaporkan, untuk kuartal pertama 2014, PT PP Tbk (PTPP) telah mengamankan kontrak baru sekitar Rp3,5 triliun (14 persen dari target 2014), PT Waskita Karya Tbk (WSKT) sebesar Rp2,8 triliun (15 persen dari target), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) sejumlah Rp4,8 triliun (19 persen dari target 2014) dan PT Adhi Karya Tbk ADHI Rp 1,2 triliun (6 persen dari target 2014).

Selain dari sisi konstruksi, proyek infrastruktur pada tahun 2014 ini diperkirakan akan banyak terkait dengan pembebasan lahan, terutama untuk jalan tol dan fasilitas publik.

Salman Fajari, analis Bahana Securities, mengatakan benar bahwa proses dan hasil pemilu penting untuk pasar. Akan tetapi, dia meyakini bahwa siapapun pemenangnya nanti tidak akan mengesampingkan kelanjutan program Masterplan Percepatan Pembangunan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI), seperti pembangunan jalan tol dan proyek-proyek infrastruktur lainnya, yang sangat strategis dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi ke depan. 

Hal itu sejalan dengan pernyataan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Dr. Armida Alisjahbana, sebagaimana dikutip Bisnis.com, bahwa Indonesia sebetulnya membutuhkan investasi infrastruktur sebesar 7 persen Produk Domestik Bruto (PDB) -- meningkat dari level saat ini yang 5 persen -- untuk mengejar pertumbuhan ekonomi 8 persen secara berkelanjutan. Kepala Bappenas Armida Alisjahbana mengatakan saat ini kontribusi investasi terhadap PDB hanya sekitar 30 persen. Dia berharap ke depan, iinvestasi bisa diarahkan pada proyek-proyek infrastruktur, sehingga lebih berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Menteri Armida menerangkan MP3EI telah membuat road map infrastruktur dalam negeri sehingga menjadi lebih terarah. Dia berharap program tersebut dapat terus dijalankan oleh pemerintahan yang baru nanti. Menurutnya, salah satu pembangunan infrastruktur yang perlu dipercepat oleh pemerintah adalah infrastruktur dasar. Ini karena proyek-proyek infrastruktur dasar mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat, sekaligus dapat mengentaskan angka kemiskinan.


Matriks saham sektor infrastruktur berdasarkan Pertumbuhan Laba Bersih dan Price Earning Ratio (PER). Sumber: Bareksa.com


Grafik Price Earning Bands PT Jasa Marga Tbk selama satu tahun. Sumber: Bareksa.com

Khusus soal jalan tol, Salman menyoroti PT Jasa Marga Tbk (JSMR) dan PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP). CMNP masih terbelit sejumlah persoalan internal. Akan tetapi, JSMR bisa dijadikan cerminan emiten yang bergerak di sektor ini. Tahun lalu pertumbuhan pendapatan JSMR tercatat minus 35 persen karena terbebani oleh kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) sekitar 40 persen. Akan tetapi, pada tahun ini kenaikan gaji jauh berkurang menjadi sekitar 11 persen dan masalah ini bisa ditangani dengan mengelola personal cost. Selain itu, tarif tol dinaikkan, sehingga pendapatan perseroan akan terdongkrak. Proyek jalan tol di Bali serta Ungaran-Bawen yang menghubungkan Semarang dan Solo juga turut berpotensi menjadi katalis positif bagi emiten pelat merah tersebut. Untuk valuasinya sendiri, dengan Price Earning Ratio (PER) saat ini sebesar 24 x, Salman menargetkan harga saham JSMR hingga akhir tahun ini bisa mencapai level Rp6.450. (kd)

*Sigma Kinasih adalah analis Bareksa