Saat IHSG jadi indeks saham berkinerja terbaik di dunia

Bareksa • 13 Mar 2014

an image
Lanang Trihardian, analis investasi Syailendra Capital

Aliran masuk dana asing ke pasar saham saja YTD telah menembus angka Rp11 triliun.

Bareksa.com - Pasar saham Indonesia hingga memasuki bulan Maret 2014 ini secara Year-to-Date telah berhasil mencetak kinerja yang impresif dengan mencatat penguatan sebesar 10,1%. IHSG kini telah menjadi salah satu indeks saham dengan kinerja terbaik di dunia dan baru saja menembus level psikologis 4700.

Baiknya kinerja pasar saham Indonesia di tahun 2014 ini awalnya dipicu oleh membaiknya kondisi makro ekonomi Indonesia selama kuartal IV 2013. Seperti yang kita ketahui, masalah makro ekonomi inilah yang menjadi faktor utama yang membuat kinerja pasar saham jeblok di 2013. Dengan membaiknya data makro ekonomi, khususnya data neraca perdagangan, transaksi berjalan dan cadangan devisa, akhirnya perlahan-lahan Indonesia menjadi semakin atraktif di mata investor, khususnya investor asing. Apalagi kinerja laporan keuangan emiten untuk periode 4Q13 juga menunjukkan hasil yang sebagian besar sesuai atau bahkan lebih baik dari ekspektasi.

Akhirnya investor asing pun kembali masuk ke pasar modal Indonesia dalam jumlah yang signifikan. Aliran masuk dana asing ke pasar saham saja YTD telah menembus angka Rp11 triliun. Pasar obligasi juga mengalami capital inflow yang sama. Hal inilah yang membuat kinerja pasar saham dan Rupiah sangat baik pada 2014 ini.


Grafik: Total pembelian/penjualan oleh asing dari bulan Januari 2013 hingga Februari 2014
Source: Syailendra Capital


Grafik: Nilai mata uang US Dollar terhadap Rupiah dari bulan Januari 2012 hingga Januari 2014
Source: Syailendra Capital

Meskipun tahun ini kinerja IHSG sudah bagus, kami menilai indeks masih memiliki potensi kenaikan hingga akhir tahun. Kami sendiri memiliki estimasi indeks akan berada di kisaran 5000-5200 pada akhir tahun. Namun dalam jangka pendek, kami menilai terdapat beberapa risiko yang harus diperhatikan investor.

Pertama, risiko eksternal berupa Fed tapering. Kami menilai risiko ini merupakan salah satu risiko terbesar bagi pasar saham Indonesia, sebab apabila Fed tapering ini terlalu cepat, maka kami percaya bukan saja Indonesia, namun seluruh pasar global akan terkena dampaknya. Namun, hingga saat ini kami menilai risiko ini masih dapat dikendalikan. Alasannya adalah yield obligasi pemerintah 10 tahun di AS sejauh ini belum menunjukkan tanda-tanda kenaikan yang signifikan, yang artinya ekspektasi investor saat ini adalah tidak akan ada kenaikan suku bunga di AS paling tidak hingga pertengahan 2015.


Grafik: Yield obligasi pemerintah dari tahun 2005 hingga bulan Februari 2014
Source: Syailendra Capital

Kedua, gonjang-ganjing yang akhir-akhir ini banyak menimpa negara berkembang (emerging market). Kelebihan Indonesia adalah segala hal yang buruk pada makro ekonomi telah terjadi pada tahun 2013 dan pemerintah serta BI telah mengambil kebijakan-kebijakan yang harus dilakukan guna memperbaiki stabilitas ekonomi kita. Sehingga tahun ini kita tidak lagi mengalami gonjang-ganjing ekonomi dan politik lagi.

Hal yang sebaliknya terjadi di berbagai negara berkembang lainnya seperti Argentina, Turki, dan Ukraina. Tiga negara tersebut mengalami turbulensi dalam perekonomiannya dengan alasan yang berbeda-beda. Sayangnya emerging markets hingga saat ini masih dianggap satu kelompok investasi oleh investor global. Dengan demikian apabila ada beberapa negara berkembang mengalami guncangan, umumnya investor global langsung menarik seluruh investasinya dari emerging markets tanpa pandang bulu. Inilah yang menjadi salah satu risiko yang dihadapi Indonesia.

Risiko ketiga adalah ekonomi domestik. Sejauh ini ekonomi indonesia telah mengalami perbaikan signifikan dibandingkan kuartal II 2013, saat masalah defisit transaksi berjalan sedang di puncaknya dan Rupiah juga terus mengalami depresiasi. Namun pertanyaannya adalah mampukan pemerintah dan Bank Indonesia mempertahankan momentum kebangkitan ekonomi kita ini. Data neraca perdagangan bulan Januari 2014 sudah menunjukkan hasil yang mengejutkan dalam pengertian yang negatif, di mana neraca perdagangan tercatat defisit sebesar US$431 juta dibandingkan ekspektasi surplus US$421 juta. Kabar baiknya adalah Bank Indonesia sudah menyatakan bahwa mereka siap bertindak dengan lebih mengetatkan perekonomian lagi apabila memang data transaksi berjalan kembali memburuk.

Risiko keempat dan terakhir menurut kami adalah risiko politik, dimana hingga saat ini tidak ada satupun investor yang bisa menyatakan dengan pasti siapa yang akan menggantikan SBY sebagai presiden Indonesia nantinya. Risiko ini menurut kami penting sebab presiden selanjutnya akan memegang peranan yang penting untuk mengawal Indonesia melewati masa-masa rentan, khususnya dari sisi ekonomi, saat ini.

IHSG pekan ini akan bergerak di kisaran 4621-4779. (kd)

*Lanang Trihardian adalah analis investasi PT Syailendra Capital