Bareksa.com - Pasar saham Indonesia melanjutkan kinerja impresifnya sepanjang tahun 2014 sampai dengan minggu lalu. Minggu lalu pasar saham kembali mengalami penguatan yang ditopang oleh aksi beli masif investor asing sepanjang pekan, sehingga membuat indeks untuk pertama kalinya di tahun 2014 ini berhasil menembus level psikologis 4500.
Masuknya kembali investor asing terutama dimulai setelah data makro ekonomi Indonesia menunjukkan perbaikan yang signifikan. Dimulai dari inflasi yang masih relatif stabil, neraca perdagangan yang secara mengejutkan mencetak surplus yang besar pada 4Q13, serta pertumbuhan ekonomi 4Q13 yang di luar ekspektasi, masih menunjukkan kestabilan yang impresif. Perbaikan data makro ekonomi tersebut akhirnya bermuara pada mulai berbaliknya arah pergerakan nilai tukar Rupiah, dari yang sebelumnya sejak pertengahan tahun lalu cenderung melemah, kini mulai menunjukkan kecenderungan menguat. Penguatan Rupiah ini yang kemudian berhasil merayu dana asing untuk masuk kembali ke pasar modal Indonesia.
Investor asing terutama mengincar saham-saham yang sensitif terhadap suku bunga, karena kini kemungkinan suku bunga naik lagi menjadi relatif lebih kecil, serta saham-saham yang memiliki paparan terhadap USD dari sisi biayanya, seperti konstruksi, semen, properti, dan perbankan. IHSG akhirnya berhasil ditutup menguat sebesar 41 poin atau +0,9% WoW ke level 4508. Aksi beli besar-besaran yang dilakukan oleh investor asing sepanjang pekan lalu membuat mereka tercatat melakukan net buying sebesar Rp1,85 triliun. Sedangkan nilai tukar Rupiah juga turut ditutup menguat ke level Rp11.831/USD.
Pekan lalu pemerintah kembali merilis data ekonomi terkini, kali ini berupa data Transaksi Berjalan (Current Account) dan Neraca Pembayaran (Balance of Payment) untuk periode kuartal IV 2013, yang keduanya sama-sama menunjukkan hasil yang positif. Sepanjang periode 4Q13, transaksi berjalan Indonesia memang masih tercatat defisit sebesar US$4 miliar, namun nilai ini sudah turun drastis jika dibandingkan defisit pada 3Q13 yang sebesar US$8,5 miliar dan 2Q13 sebesar US$10 miliar (rekor tertinggi sepanjang sejarah).
Rasio defisit transaksi berjalan terhadap PDB juga turun tajam dari masing-masing sebesar 3,8% dan 4,4% pada 3Q13 dan 2Q13, menjadi sebesar 2,0% pada 4Q13, sebuah level yang menurut kami jauh lebih sehat dan berkelanjutan. Sementara data neraca pembayaran juga untuk pertamakalinya sejak 4Q12 tercatat surplus kembali, sebesar US$4,4 miliar.
Angka defisit transaksi berjalan yang membaik signifikan memang telah diantisipasi sebelumnya oleh pasar, mengingat data neraca perdagangan yang juga mencatat lonjakan surplus sepanjang 4Q13, namun tetap disambut positif oleh pasar karena dua faktor: pertama, data tersebut menunjukkan bahwa langkah yang diambil oleh pemerintah dan Bank Indonesia telah menunjukkan hasil yang positif, di mana ketidakseimbangan struktural pada perekonomian Indonesia yang terjadi sebelumnya kini mulai terkoreksi dan mulai menemukan keseimbangan.
Permintaan domestik sudah mulai melambat sedemikian rupa sehingga kini telah tingkat impor telah dapat diimbangi oleh ekspor. Apalagi untuk periode 4Q13, meskipun transaksi berjalan masih menunjukkan defisit, namun defisit tersebut dapat dibiayai sepenuhnya oleh Foreign Direct Investment (FDI), mencapai US$4 miliar sepanjang 4Q13. Artinya defisit transaksi berjalan tidak perlu lagi ditutup oleh aliran masuk investasi portofolio maupun cadangan devisa. Hal ini sangat positif untuk keseimbangan struktural perekonomian Indonesia.
Kedua, data makro ekonomi yang positif tersebut juga artinya kini Indonesia tidak lagi terdesak harus lebih mengetatkan perekonomiannya. Sehingga kini Indonesia meskipun belum saatnya mulai menurunkan suku bunga, namun paling tidak tidak harus menaikkan suku bunganya. Konsumsi domestik sudah melambat dan inflasi sudah stabil. Dengan demikian kemungkinan BI rate tidak perlu dinaikkan lagi. BI rate hanya perlu dinaikkan apabila terdapat kejutan dari eksternal, misalnya Amerika Serikat diluar perkiraan mulai menaikkan suku bunga atau China ekonominya melambat drastis. Tapi dengan kondisi saat ini, kami menilai BI belum perlu menaikkan suku bunga.
IHSG pekan ini akan bergerak di kisaran 4449 - 4611.
*Lanang Trihardian adalah analis investasi PT Syailendra Capital