IQPlus - Pemerintah tengah mempelajari dampak dari rencana penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk importasi produk-produk berbasis kayu khususnya terhadap dunia industri di dalam negeri.
"Kita sedang mempertimbangkan, sebenarnya sudah kita persiapkan, namun juga harus dipelajari apa dampaknya karena kita tidak mau industri dalam negeri kekurangan bahan baku," kata Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi, di Jakarta, Jumat.
Bayu mengatakan, langkah itu diambil karena pemerintah tidak menginginkan dunia industri kekurangan bahan baku jika nantinya sistem tersebut diberlakukan.
"Kita tidak mau industri dalam negeri kekurangan bahan baku, bukan dalam konteks kayunya, bukan dalam kontek pulp-nya, tapi untuk produk-produk kayu dan produk lainnya yang jika ditelusuri juga membutuhkan SVLK," kata Bayu.
Pemerintah sendiri saat ini juga tengah mematangkan aturan penerapan SVLK untuk produk-produk berbasis kayu yang diimpor setelah beberapa waktu lalu menerapkan sistem tersebut untuk ekspor produk serupa ke Uni Eropa.
Jika kebijakan tersebut diterapkan, maka negara-negara seperti China, Norwegia dan Italia harus menganut sistem tersebut pada saat melakukan ekspor produk kayu ke Indonesia.
Salah satu langkah pemerintah untuk memperkenalkan sistem tersebut ke negara eksportir antara lain melalui Mutual Recognition Agreement (MRA) agar sistem yang baru dimiliki oleh Indonesia tersebut bisa diakui oleh negara-negara lain.
Sementara untuk ekspor produk kayu dari Indonesia khususnya ke Uni Eropa, pemerintah telah menerapkan SVLK yang merupakan sertifikat jaminan legalitas kayu untuk memberikan kepercayaan publik melalui jaminan lacak balak kayu, bahwa pasokan kayu berasal dari sumber yang legal dan memenuhi persyaratan peraturan yang sah (legal compliance).
Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah juga menginginkan adanya sistem yang sama untuk produk-produk kayu yang akan masuk ke Indonesia.