Bareksa.com - Di tahun 2014, industri ritel diperkirakan bakal terkerek naik. Memasuki tahun pesta demokrasi, seperti dikutip Soros.com, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyatakan optimistis pertumbuhan industri ritel tahun ini akan lebih baik dibandingkan 2013, yang tergerus di bawah 10 persen. Syaratnya, pemerintah mampu menahan gejolak politik.
Optimisme itu sejalan dengan kesimpulan laporan riset yang kami pelajari. Menggarisbawahi presentasi Aprindo tentang outlook industri ritel di tahun 2014, sektor ini diproyeksikan memilki laju pertumbuhan yang cukup kuat, meskipun masih diterpa kondisi makro ekonomi yang berkabut. Proyeksi tersebut didasarkan pada faktor kuatnya tingkat kepercayaan konsumen dalam jangka pendek dan adanya dividen demografi dalam jangka panjang. Tambahan lagi, juga didukung oleh momentum yang kuat dari penjualan ritel menjelang penutupan 2013. Di akhir tahun, terjadi percepatan pertumbuhan penjualan ritel, dari semula 14 persen menjadi 18 persen.
Staf Ahli Aprindo, Yongki Susilo, mengatakan konsumen Indonesia relatif lebih konfiden ketimbang konsumen di negara-negara tetangga, berkat peningkatan pendapatan diskresional mereka (bagian pendapatan untuk dibelanjakan, berinvestasi, dan ditabung, setelah pembayaran pajak dan kebutuhan pokok). PDB (Produk Domestik Bruto) per kapita yang melonjak lima kali lipat dalam kurun tahun 1992-2012 menyediakan fondasi bagi daya tahan konsumen Indonesia menghadapi kenaikan harga BBM dan depresiasi Rupiah. Seiring dengan kesejahteraan yang makin meningkat itu, konsumen Indonesia kini menuntut produk yang lebih canggih, layanan yang lebih cepat, dan kenyamanan berbelanja. Faktor terakhir terlihat dari dari booming-nya minimarket dan convenience store.
Yongki memperkirakan laju belanja di sektor gaya hidup bakal meningkat sejalan dengan kecenderungan konsumen yang makin mementingkan faktor "kualitas dan pengalaman belanja" ketimbang "kuantitas dan harga". Semua faktor ini, membuat Indonesia makin relevan dan menarik secara global serta bakal semakin membetot investasi asing, sebagaimana yang telah kita saksikan dengan masuknya H&M dan Lotte.
Sejalan dengan hal tersebut, analis PT Mega Capital Indonesia, Helen Vincentia, melihat sektor ritel Indonesia masih memiliki potensi yang besar. Helen memaparkan, memiliki populasi terbesar ke-4 di dunia, Indonesia adalah pasar yang luar biasa besar. Ini masih ditopang dua variabel lain, bahwa 49 persen penduduknya tinggal di perkotaan dan jumlah warga kelas menengahnya terus meningkat.
Soal hambatan bagi sektor ritel, Helen melihat salah satu yang utama adalah kenaikan tarif listrik. Sektor properti diprediksi akan mengalami kejenuhan pada tahun 2014 dan bakal menjadi tantangan bagi para pengembang yang akan making sengit berkompetisi. Banyak pengembang kini memilih mendirikan usaha di daerah pinggiran Jakarta, bahkan juga di luar Pulau Jawa.
Helen sendiri masih tetap yakin sektor ritel masih dapat tumbuh.
Soal rekomendasi saham di sektor ini, Helen menyebutkan beberapa emiten. Di antaranya adalah: PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI), PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS), dan PT Ace Hardware Tbk (ACES). Ketiganya layak direkomendasikan.
Foto : Perbandingan kinerja emiten ACES, MAPI, dan RALS
Sumber : Bareksa.com
Foto : Grafik perbandingan return saham ACES, MAPI, dan RALS. Selengkapnya (klik di sini)
Sumber : Bareksa.com
Untuk MAPI -- yang memiliki pangsa pasar kelas menengah ke atas -- akan lebih resisten atas kenaikan harga bahan baku yang sebagian besar diimpor, dengan menaikkan harga produk mereka. Sedangkan RALS, Hellen melihat adanya konsistensi performa laporan keuangan dan pangsa pasar yang sangat bagus, khususnya dengan adanya peningkatan pertumbuhan penduduk di luar Pulau Jawa. Untuk ACES, Hellen memproyeksikan bahwa seiring pertumbuhan properti di Indonesia, penjualan ACES juga akan meningkat.
Dari data Bareksa, saat ini ACES diperdagangkan dengan PER 31,12x dan PBV 6,52x, sedangkan MAPI diperdagangkan pada PER 32,83x dan PBV 4,02x, dan RALS diperdagangkan pada PER 20,39x dan PBV 2,68x.