Berita / / Artikel

Permintaan alat berat tertekan, 3 sektor ini perlu dicermati

• 22 Jan 2014

an image
Seorang petugas mengoperasikan alat berat untuk membersihkan lumpur (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Ke depan, sektor konstruksi diharapkan menjadi pendorong utama penjualan alat berat

Bareksa.com - Sebuah kabar kurang sedap meletik tentang produksi domestik alat berat -- yang bisa menjadi indikator penting bagi performa sejumlah sektor saham. Dilaporkan Indonesia-investments.com, produksi domestik alat berat di Indonesia jatuh 30 persen menjadi 6.127 unit, dari tahun sebelumnya 7.947 unit. Kejatuhan ini terjadi seiring masih rendahnya harga komoditas, seperti CPO dan batubara, yang membuat penambang di Indonesia enggan meningkatkan produksi dan lalu mengurangi pembelian alat berat. Menurut Pratjojo Dewo, Ketua Asosiasi Industri Alat Besar Indonesia (Hinabi), permintaan alat berat di Indonesia telah menurun sejak akhir 2012 dan berlanjut ke 2013 lalu.

Menurut laporan dari Investor.co.id, penurunan tersebut utamanya dipicu oleh pelemahan sektor pertambangan yang selama ini menjadi penyerap terbesar alat berat. Harga komoditas, seperti CPO dan batubara, tahun lalu juga belum bangkit. Selama ini, alat berat banyak diserap oleh tambang batubara dan perkebunan CPO.

Kepada Bareksa.com, Hendri Prasetyo, analis PT Jisawi Finas, mengungkapkan hampir 70 persen permintaan alat berat berasal dari sektor pertambangan, yang pada tahun lalu sedang kurang darah akibat harga komoditas yang terseok-seok. Di tahun 2014, penjualan alat berat diperkirakan Hendri masih akan flat, bahkan cenderung bisa turun di kisaran 3-5 persen di akhir tahun karena sektor pertambangan diperkirakan belum juga bakal pulih.

Benar, masih kata Hendri, pemerintah telah merilis kebijakan "mandat biodiesel" sejak September 2013 lalu yang mewajibkan peningkatan campuran biodiesel untuk BBM (Bahan Bakar Minyak) menjadi 10 persen -- dari sebelumnya 7,5 persen. Hal ini semula diproyeksikan bisa mengangkat harga CPO. Akan tetapi, kenyataannya produsen tidak lantas menyambutnya dengan bergairah. Alasan utamanya: biaya produksi ternyata berpotensi melebihi harga jual, terutama bagi produsen yang tidak memiliki kebun kelapa sawit sendiri.  

Karena itulah, untuk tahun ini, Hendri memperkirakan peningkatan campuran biodiesel itu belum akan terlalu mempengaruhi produksi CPO, dan pada gilirannya bakal mengangkat penjualan alat berat. Sejak pertengahan tahun lalu, mulai ada pergeseran konstribusi penjualan alat berat -- dari semula untuk sektor pertambangan menjadi ke sektor konstruksi seiring fokus pemerintah menggenjot pembangunan infrastuktur.

Hal serupa diutarakan Pratjojo Dewo dari Hinabi. Dia berharap sektor konstruksi akan menggantikan pertambangan sebagai penyerap utama alat berat. Di tahun 2014, dia berharap produksi alat berat akan tumbuh sekitar 6 persen menjadi 6.500 unit. Rata-rata pertumbuhan alat berat untuk kapasitas 10-30 ton (digunakan di sektor konstruksi) akan bertambah, tetapi untuk kapasitas 40 ton atau lebih (untuk sektor pertambangan) dia prediksi masih akan menurun. (kd)

 

Tags: