Bareksa.com - Program asuransi kesehatan nasional diluncurkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Selasa kemarin, 31 Desember 2013. Namanya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pengelolanya diputuskan adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Presiden juga telah menetapkan 10 Peraturan Pemerintah (PP) dan tujuh Peraturan Presiden (Perpres) sebagai landasan hukumnya.
Analis PT CLSA Indonesia, Merlissa, mencatat ada sejumlah poin krusial terkait program ini. Yang pertama, sistem ini akan berhadapan dengan persoalan infrastruktur dan proses pelaksanaannya. Tahap pertama JKN dirancang akan menyentuh 121 juta orang, termasuk sekitar 86,4 juta warga miskin. Pada tahap selanjutnya, 52 juta pegawai swasta diharapkan secara bertahap bergabung.
Poin kedua, pemerintah akan mensubsidi premi untuk rakyat miskin sebesar Rp19.225 per orang tiap bulannya (sekitar USD1,6 dengan kurs saat ini). Pemerintah telah mengalokasikan Rp19,93 triliun (USD1,63 miliar) dari anggaran negara untuk membayar premi 86,4 juta rakyat miskin dan tidak mampu pada 2014. Angka ini lebih tinggi dari yang direncanakan pada pembahasan sebelumnya, yakni Rp16 triliun (USD1,3 miliar).
Untuk tahap pertama -- yang dimulai 1 Januari 2014 -- skema ini wajib dijalankan untuk warga miskin, polisi, tentara, pegawai negeri, dan kalangan pemilik asuransi kesehatan ASKES dan Jamsostek. Semua warga Indonesia diminta untuk bergabung dalam program ini, paling lambat hingga 1 Januari 2019, yang merupakan awal dari tahap kedua JKN.
Merlissa percaya skema ini akan menyediakan struktur pertumbuhan dalam jangka panjang untuk bisnis di sektor kesehatan dan farmasi. Bisa jadi bakal ada keterlambatan dalam pelaksanaannya pada tahun pertama. Akan tetapi, diharapkan JKN akan diimplementasikan secara penuh pada tahun 2015.
Analis PT Ciptadana Securities, Christine Natasya, juga berpandangan serupa. Ia meyakini bahwa urbanisasi dan pertumbuhan populasi usia lanjut perlahan-lahan bakal mendorong permintaan layanan kesehatan di Indonesia. Gaya hidup di kota besar rentan terhadap kategori penyakit tertentu, seperti penyakit jantung, diabetes, kanker, dan penyakit pernapasan. Karena itu, pemerintah merasa perlu untuk merevisi prioritas program kesehatan dari pengobatan menjadi pencegahan. Pertumbuhan itu sebenarnya telah terlihat. Pemerintah misalnya telah meningkatkan anggaran untuk asuransi sosial (Jamkesmas) dari USD571,2 juta di 2010 menjadi USD806,1 juta pada 2012.
Selama bertahun-tahun, sistem kesehatan publik di Indonesia jauh tertinggal dan minim investasi. Desentralisasi drastis yang diterapkan sejak 2001 memperparah sektor layanan kesehatan publik. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dan banyaknya warga lanjut usia, sistem kesehatan publik bakal terus bergulat untuk mengatasi pesatnya peningkatan permintaan layanan kesehatan dalam beberapa tahun ke depan. Pada akhir Juni 2013, cakupan layanan kesehatan Indonesia mencapai 176,8 juta orang atau sekitar 72 persen dari total penduduk. Ini kemajuan yang signifikan dibandingkan akhir tahun 2012 yang baru melingkupi 68,8 persen populasi.
Christine sendiri memberikan peringkat overweight untuk sektor kesehatan nasional. Ini karena -- sebagaimana digambarkan di atas -- sektor ini masih dalam fase pre-take off. Selain itu, sektor kesehatan juga menjanjikan prospek yang bagus untuk perusahaan penyedia layanan kesehatan dalam meningkatkan laba.
Soal emiten mana yang akan mendapat imbas positif dari program kesehatan nasional ini, Merlissa dari CLSA Indonesia melihat PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) merupakan salah satunya, karena kapasitas dan jaringan distribusi luas yang telah dimilikinya saat ini. (kd)