Emiten-emiten sektor ritel yang diperkirakan terkena impak r

Bareksa • 24 Dec 2013

an image
Pasar Tanah Abang (Merdeka.com/dok)

Regulasi baru pada sektor ritel menambah tekanan bagi emiten-emiten di sektor ritel

Bareksa.com - Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan, mengatakan pihaknya telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 70/M-DAG/PER/12/2013 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Inti isi aturan yang berdampak bagi penjual ritel tersebut diantaranya, pertama, 80 persen produk ritel yang di jual penjual ritel merupakan produk domestik. Menurut Reggy Susanto, analis PT Deutsche Bank Verdhana Indonesia dalam laporannya menyebutkan aturan pertama tersebut akan berdampak besar pada emiten PT Mitra Adi Perkasa Tbk (MAPI), PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES), PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) dan PT Supra Boga Lestari Tbk (RANC), karena mayoritas dari produk ritel yang dijual emiten-emiten tersebut berasal dari impor. Sedangkan bagi PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) dan PT Matahari Department Store tbk (LPPF) tidak terlalu berdampak signifikan karena mayoritas produk yang dijual berasal dari domestik.

Kemudian aturan kedua menyebutkan bahwa penjual ritel yang telah memiliki outlet lebih dari 150 outlet, maka untuk penambahan outlet selanjutnya harus menyediakan skema kemitraan baik melalui waralaba atau perdagangan bantuan kepada usaha kecil dan menengah dalam bentuk kemitraan pemasaran, sehingga hingga akhir tahun 2017 rasio kombinasi antara toko yang dimiliki sendiri dengan skema waralaba menjadi 60 : 40. Menurut Reggy, pada akhir tahun 2017, emiten AMRT akan dapat mencapai rasio tersebut karena pada saat ini presentase toko dengan skema waralaba telah mencapai 29 persen.

Aturan ketiga adalah kontribusi produk ritel yang di beri lebel dengan merek sendiri maksimum 15 persen dari total seluruh produk ritel yang dijual  dan untuk produk pelengkap maksimal 10 persen. Aturan keempat adalah rebate yang diberikan kepada penjual ritel jika mencapai target penjualan produk maksimal hanya 10 persen dari total penjualan. Dan aturan kelima menyebutkan bahwa biaya rental toko harus di kuotasi dalam Rupiah.

Dalam pandangan Priscilla Tjitra, analis PT Credit Suisse Securities Indonesia , persyaratan produk pendukung hanya bisa dijual maksimal 10% terhadap total seluruh produk ritel akan berdampak pada emiten PT Modern Internasional Tbk (MDRN) yang menjalankan toko 7 - Eleven (MDRN) dan PT Midi Utama Indonesia (MIDI) yang menjalankan toko Lawson. Hal ini karena produk pendukung yakni makanan yang dijual melebihi dari batas tersebut.

Peraturan yang akan diberlakukan secara penuh pada bulan Juni  2016 akan berdampak negatif pada emiten sektor ritel. Terlebih lagi mengingat peraturan baru mengenai pajak impor untuk barang - barang konsumen tertentu juga diberlakukan, maka akan menambah tekanan bagi emiten sektor ritel. (np)