Bareksa.com - Dilaporkan PT Deutsche Bank Verdhana Indonesia, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral berencana memotong target produksi perusahaan batubara 2014 sekitar 10 persen (atau 40 juta ton) serta menjaga produksi year on year (YoY) tetap stabil. Pemerintah kali ini bersikeras mempertahankan kebijakan tersebut di atas sejumlah alasan. Antara lain, itu untuk menangani masalah kelebihan pasokan, perlindungan lingkungan, dan menjaga cadangan batubara. Akan tetapi, Deutsche Bank menyoroti usaha pemerintah untuk menekan produksi sejak 2011-2012 terkesan tidak serius. Terbukti, produksi batubara Indonesia tumbuh sebesar 8-10 persen per tahun sejak 2010.
Saat ini, Deutsche Bank memperkirakan, produksi batubara Indonesia tumbuh menjadi 487mt di tahun 2014, dari 440mt (tidak termasuk lignit) pada tahun 2013. Oleh karena itu, rencana pemotongan produksi tampaknya akan diterapkan secara ketat.
Pemotongan 40 juta ton dalam rencana produksi tahun 2014 itu pada dasarnya akan berdampak pada sekitar 4 persen pasar batubara global. Deutsche Bank melihat hal tersebut bisa menciptakan keseimbangan demand/supply serta mendorong peningkatan harga batubara. Harga batubara yang lebih tinggi itu berpotensi menarik tambang-tambang greenfield (area yang belum pernah ditambang) untuk memulai investasi dan produksi mereka. Jenis eksplorasi greenfield memiliki tingkat keberhasilan yang rendah, tetapi menjanjikan reward yang tinggi.
Deutsche Bank percaya produsen batu bara Indonesia yang terdaftar (kecuali PTBA) akan terimbas kebijakan itu. Produksi mereka akan menjadi lebih rendah. Sehingga, dengan turut mempertimbangkan sensitivitas batubara -- untuk setiap 10 persen penurunan produksi, akan mengurangi sekitar 18-20 persen pendapatan di 2014-2015 -- Deutsche Bank memproyeksikan harga batubara Newcastle akan meningkat menjadi USD93-95/t di tahun 2014 dibandingkan saat ini yang sekitar USD85/t.
Ini sejalan dengan laporan analisadaily.com, hingga beberapa tahun ke depan, kenaikan permintaan batu bara dunia diperkirakan akan melambat karena China terus mencari sumber-sumber energi yang lebih bersih, Amerika Serikat juga beralih ke gas yang lebih murah, dan Eropa diperkirakan akan mengakhiri “rebound” ekonomi sementaranya. Faktor-faktor tersebut membuat Badan Energi Internasional (IEA) memproyeksikan jika pertumbuhan permintaan tahunan untuk batu bara akan meningkat sebesar 2,3 persen sampai 2018, turun dari perkiraan sebelumnya 2,6 persen. Namun, meskipun kecepatan pertumbuhannya sedikit melambat, batu bara tetap akan mengalami peningkatan yang lebih besar sebagai energi utama global ketimbang minyak atau gas.
Salah satu emiten yang juga berkecimpung dalam bisnis batubara seperti PT United Tractors Tbk telah menyatakan akan mengurangi produksi mereka menjadi 4 ton, dari sebelumnya 5,6 juta ton, antara lain karena harga batu bara yang masih saja lesu. (kd)