Bareksa.com - Batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak untuk tahun pajak 2021, tinggal menghitung hari sebelum berakhir pada 31 Maret 2022 atau tinggal sekitar 4 hari lagi.
Jika Anda berinvestasi di reksadana, emas dan Surat Berharga Negara (SBN) Ritel, maka sudah sepatutnya melaporkan investasi Anda dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak.
Investor reksadana, emas dan SBN Ritel juga merupakan wajib pajak (WP). Kita wajib menyampaikan investasi kita dalam SPT tahunan pajak penghasilan (PPh) WP orang pribadi.
Jika belum karena masih bingung bagaimana cara melaporkan investasi yang Anda lakukan, semoga ulasan berikut bisa membantu.
Aturan menyebutkan investasi reksadana tidak dikenakan pajak atas hasil keuntungannya. Kebijakan itu berdasarkan UU PPh pasal 4 ayat 3 poin i, yang menjelaskan reksadana atau pemegang unit penyertaan dikecualikan dari objek pajak.
Terdapat dua cara melaporkan investasi reksadana dan ini bergantung dengan skema kepemilikan di reksadana. Jadi, bisa saja Anda melaporkan dengan satu cara saja, atau dua cara sekaligus.
Pertama, adalah investor membeli reksadana untuk terus disimpan dan tidak dijual hingga periode pelaporan SPT selesai (akhir tahun). Kedua, investor memiliki reksadana dan kemudian menjualnya dalam periode pelaporan SPT tahun tersebut.
Mengenai kedua hal tersebut, berikut penjelasan lebih lanjutnya :
1. Kategori Harta, Aset Investasi
Untuk skema pertama, investor membeli reksadana dan terus disimpan hingga periode pelaporan SPT selesai. Investor melaporkan reksadana tersebut dalam kategori harta berupa aset dalam bentuk investasi.
Pelaporan menggunakan harga perolehan sesuai dengan periode pembelian harta tersebut dilakukan. Misalnya, investor membeli reksadana di awal tahun senilai Rp50 juta dan di akhir tahun nilainya berkembang menjadi Rp70 juta. Maka, yang dilaporkan dalam SPT adalah harta dalam bentuk investasi reksadana senilai Rp50 juta (harga perolehan).
Untuk melihat nilai investasi reksadana kita di akhir tahun (periode tahun pajak 2021), kita bisa menggunakan AKSes KSEI. Lihat panduan cara cek portofolio reksadana di AKSes KSEI.
2. Penghasilan yang Tidak Termasuk Objek Pajak
Skema kedua, investor melaporkan reksadana yang telah dijual dan memberikan keuntungan dalam kategori penghasilan. Penghasilan yang berasal dari investasi reksadana masuk dalam kategori Penghasilan Yang Tidak Termasuk Objek Pajak. Untuk penghasilan kategori ini, wajib pajak tidak dikenakan pajak penghasilan lagi, tapi cukup melaporkan saja.
Untuk reksadana, pelaporannya agak berbeda dengan investasi lain seperti saham karena yang dilaporkan adalah keuntungan (selisih) dari transaksi penjualan. Hal ini didapat dari harga penjualan reksadana dikurangi harga waktu membeli reksadana (harga perolehan).
Sebagai contoh, harga perolehan reksadana Rp50 juta, kemudian investor menjualnya senilai Rp70 juta, sehingga ada keuntungan Rp20 juta. Maka, yang dilaporkan adalah Rp20 juta sebagai Penghasilan Lainnya Yang Tidak Termasuk Objek Pajak (Point B.6). Sebaliknya, jika rugi, tidak perlu dilaporkan.
Dalam salah satu laman Direktorat Jenderal Pajak disebutkan bahwa jenis harta yang wajib masuk dalam harta di dalam SPT adalah emas. Lebih lanjut mengenai hal itu, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menyebutkan emas termasuk salah satu harta bergerak, yakni dengan kode 051 untuk logam mulia seperti emas batangan dan perhiasan.
Lalu bagaimana cara melaporkan investasi emas dalam SPT tahunan? Sebelumnya ada baiknya kita memahami jenis pajak yang dikenakan pada emas khususnya emas batangan atau logam mulia. Emas batangan terkena pajak pada saat terjadinya transaksi, yaitu saat penjualan atau pembelian emas. Hal ini berbeda dengan properti seperti tanah dan rumah yang dikenakan pajak tahunan.
Pajak Pembelian Emas PPh Pasal 22
Sejak 2017, pembelian emas batangan di perusahaan atau badan usaha dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22. Pengenaan pajak emas ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 34 Tahun 2017 tentang Pemungutan PPh Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.
Pajak untuk pembelian emas dihitung tergantung apakah pembeli memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau tidak. Bila memiliki NPWP, tarif pajak PPh emas sebesar 0,45 persen dari harga emas batangan. Tarif pajak PPh emas untuk pembeli yang tidak punya NPWP lebih tinggi, yaitu sebesar 0,9 persen.
Menurut peraturan yang sama, yakni PMK 34/2017, penjualan kembali atau buyback emas batangan juga dikenakan pajak PPh Pasal 22. Tapi, nominal penjualan emas harus di atas Rp10 juta, yang dikenakan pajak 1,5 persen untuk pemegang NPWP. Tarifnya lebih tinggi untuk non-NPWP yaitu 3 persen.
Nahinvestor emas Bareksa yang melakukan transaksi pembelian dan penjualan (buyback) emas di Bareksa Emas, sudah tidak perlu pusing menghitung pajak lagi. Alasannya, harga beli emas dan harga jual (buyback) emas yang tertera di fitur Bareksa Emas sudah memperhitungkan pajak emas PPh pasal 22.
Sementara itu ada dua cara melaporkan investasi emas batangan dalam SPT Tahunan, yaitu sebagai harta bila disimpan, dan sebagai penghasilan bila ada selisih keuntungan penjualan emas batangan.
Sebagai Harta
Jika investor membeli emas lalu menyimpannya hingga akhir periode pelaporan pajak, maka emas tersebut dilaporkan sebagai harta. Dalam SPT tahunan, nilai emas yang dicantumkan adalah harga pembelian.
Selisih Keuntungan Penjualan Emas Batangan
Bila investor menjual emas dan mendapat keuntungan dari selisih harganya (capital gain), maka keuntungan emas itu menjadi objek PPh. Selisih keuntungan penjualan emas batangan merupakan penghasilan neto yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan.
Sebagai contoh, Boy membeli emas 10 gram pada 2016 seharga Rp6 juta dan telah dilaporkan dalam daftar harta, pada SPT Tahunan Orang Pribadi. Kemudian, di tahun 2021, dia menjual semua emas batangan yang dimiliki sebesar 10 gram tersebut dengan harga Rp10 juta, sehingga ada selisih keuntungan Rp4 juta.
Dengan demikian, Boy harus melaporkan selisih keuntungan penjualan emas tersebut pada Lampiran I bagian 2 SPT Tahunan Orang Pribadi 1770 sebagai penghasilan Netto Dalam Negeri Lainnya. Tapi, bila terjadi kerugian dari penjualan emas batangan, tidak perlu dilaporkan.
Anda yang sudah berinvestasi di SBN Ritel atau obligasi, juga perlu melaporkan investasi dalam SPT Tahunan. Bagi Anda yang sudah membeli SBN termasuk SBN Ritel yakni Saving Bond Ritel (SBR), Obligasi Negara Ritel (ORI), Sukuk Negara Ritel (SR) dan Sukuk Tabungan (ST), juga perlu melaporkannya di dalam SPT Tahunan.
Seperti tertuang dalam Petunjuk Pengisian Formulir SPT Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Sederhana di www.pajak.go.id, Surat Berharga Negara (SBN) termasuk Surat Utang Negara (SUN), Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Surat Perbendaharaan Negara (SPN), dan Obligasi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha Berbasis Syariah.
Aturan lainnya, bunga dan diskonto obligasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2013. Maka sesuai aturan, investor sebagai wajib pajak perlu mengisi dengan jenis penghasilan yang diperoleh atau diterima dalam tahun pajak yang bersangkutan seperti, termasuk juga dividen dari bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi.
Bagian Harta
Kepemilikan obligasi baik itu obligasi korporasi maupun Obligasi Negara yang berupa Surat Utang Negara (SUN), Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) maupun surat uang lainnya, juga akan masuk dalam poin harta. Bagian ini digunakan untuk melaporkan harta usaha serta harta non usaha, pada akhir tahun pajak yang dimiliki atau dikuasai Wajib Pajak sendiri dan anggota keluarganya.
Obligasi baik itu obligasi korporasi maupun obligasi pemerintah yang berupa Obligasi Negara Ritel (ORI), Savings Bond Ritel (SBR), Sukuk Negara Ritel (SR) atau Sukuk Tabungan (ST) maupun surat uang lainnya pada bagian investasi.
Misalnya, pada 2021 Anda melakukan pembelian Obligasi Negara Ritel (ORI) seri ORI020, Sukuk Negara Ritel (SR) seri SR014 dan SR015 serta Sukuk Tabungan (ST) seri ST008, masing-masing senilai Rp10 juta, jadi Anda tinggal memasukkannya ke dalam kolom harta.
Potongan Pajak
Berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, pada tahun pajak 2021, telah terjadi perubahan besaran pajak penghasilan (PPh) atas keuntungan atau bunga obligasi negara dari sebelumnya 15 persen menjadi 10 persen.Perubahan kebijakan dimaksud tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 91 Tahun 2021 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap.
Aturan yang ditetapkan sekaligus diundangkan pada 30 Agustus 2021 ini menjadi semacam daya tarik tambahan pada SBN yang diterbitkan pemerintah. Tapi meski ada perubahan besaran pajaknya, pajak dimaksud masih dikenakan secara final. Artinya, biasanya bunga atau keuntungan obligasi pada saat diterima oleh investor sudah langsung dipotong oleh lembaga jasa keuangan sehingga wajib pajak tidak perlu lagi membayar, cukup melaporkan saja.
Investasi bahkan sekaligus membantu pemerintah sudah. Sekaranga, mari jadi investor sekaligus wajib pajak yang patuh pada aturan, jangan lupa laporkan SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi Anda ya.
(Martina Priyanti/AM)
***
Ingin berinvestasi aman di emas dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.