Bareksa.com - Kasus penipuan investasi khususnya pada produk-produk pasar modal, masih marak terjadi. Teori investasi high risk high return, semakin tinggi risiko diambil oleh investor maka semakin tinggi imbal hasil, yang nampaknya kerap dilupakan masyarakat jadi salah satu penyebabnya.
Sebagai gambaran, sampai dengan November 2021, Satgas Waspada Investasi telah menghentikan 93 entitas investasi ilegal, 708 entitas pinjaman online ilegal, dan 17 entitas gadai ilegal.
"Jika dibandingkan 2 tahun sebelumnya, jumlah entitas investasi ilegal yang dihentikan memang mengalami penurunan yaitu 442 pada tahun 2019, dan 347 pada tahun 2020 namun bukan berarti penawaran investasi ilegal menurun. Penawaran investasi ilegal tetap marak namun bedanya saat ini sebagian besar menggunakan website/aplikasi," kata Ketua Tim Satgas Waspada Investasi, Tongam Lumban Tobing kepada Bareksa pekan lalu.
Terdapat beragam modus penipuan investasi, pada medio tahun ini bahkan sempat ditemukan modus dengan mengatasnamakan lembaga self regulatory organization (SRO) pasar modal, yakni PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI). Laporan dan penindakan dilakukan sebagai bagian dari upaya memberikan efek jera.
Tejasari, Perencana Keuangan Tatadana Consulting menyampaikan masih maraknya penipuan investasi karena masih banyak orang yang rakus, berupa menginginkan hasil besar secara mudah jadinya mudah tergiur hingga kena tipu. "Mudah tergiur hingga tertipu karena tidak mengerti produk investasi," kata Tejasari.
Makanya, ia melanjutkan penting bagi siapapun yang ingin berinvestasi untuk memahami lebih dahulu mengenai produk investasi. "Upaya menangani kasus penipuan investasi dengan edukasi masyarakat mengenai produk investasi beserta risikonya," lanjut Tejasari kepada Bareksa.
Direktur Utama PT Trimegah Asset Management, Antony Dirga, secara terpisah menyampaikan alasan masih maraknya penipuan investasi disebabkan oleh beberapa hal. Yang pertama, karena adanya 'demand', yaitu adanya keinginan dari banyak potensi nasabah untuk mendapatkan return yang setinggi-tingginya.
"Sayangnya, masih banyak di antara kita yang ingin kaya dengan cara yang cepat dan mudah. Selama mentalitas ini marak di masyarakat, selalu ada demand untuk produk penipuan investasi," kata Antony kepada Bareksa.
Alasan kedua, ia melanjutkan adalah alasan yang lebih klasik, yaitu karena kurangnya edukasi atau literasi keuangan di masyarakat. Makanya, Antony mengatakan upaya untuk menangani penipuan investasi secara jangka panjang adalah dengan terus meningkatkan edukasi dan literasi keuangan masyarakat.
"Konsep high risk high return harus dipahami benar oleh masyarakat kita. Tidak ada free lunch, maka jika return-nya tinggi pastilah risikonya juga seimbang," ujar Antony.
Upaya pemberantasan penipuan investasi terus berjalan. Sejatinya, langkah memerangi penipuan investasi sudah dilakukan sejak 2007 yakni dengan pembentukan Satgas Waspada Investasi. Sinergi antar kementerian lembaga dilakukan, yang saat ini sudah beranggotakan 12 Kementerian/Lembaga.
Selain itu, Tongam mengatakan Satgas Waspada Investasi mengajak seluruh pelaku usaha termasuk di pasar modal hingga pemuka agama dan tokoh masyarakat, untuk turut memerangi penipuan investasi.
Nilai kerugian masyarakat karena penipuan investasi berupa investasi bodong atau investasi ilegal telah menembus Rp100 triliun, dalam 10 tahun terakhir per Agustus 2021. Tapi, dampak adanya penipuan investasi bukan hanya dari sisi material. Tidak sedikit juga diberitakan bahwa yang menjadi korban penipuan investasi terdampak dari sisi psikisnya.
Antony menyampaikan manajer investasi juga ambil bagian dalam memerangi penipuan investasi. Antara lain melalui peningkatan literasi dan edukasi keuangan.
"Kami sendiri di Trimegah secara konsisten melakukan edukasi langsung kepada nasabah dan juga investor pada umumnya melalui sosial media. Edukasi ini dapat berupa konten yang bersifat pasif/one way atau juga live webinar di mana ada juga sesi tanya jawab dengan pemirsa," kata Antony.
Selain itu, ia melanjutkan pihak otoritas harus memberi hukuman yang lebih berat untuk para penipu yang terlibat. Tujuannya tak lain untuk memberi efek jera untuk upaya penipuan investasi.
"Dua approach ini secara esensi mengurangi 'demand' melalui edukasi masyarakat dan mengurangi 'supply' dengan memberikan efek jera bagi para penipu," kata Antony.
Senada dengan Antony, Tubagus Farash Akbar Farich, Direktur Avrist Asset Management menyampaikan pihaknya juga turut serta terus memberikan literasi keuangan. Termasuk soal pemberian informasi mengenai ciri-ciri investasi bodong, hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum berinvestasi termasuk izin produk dan izin pengelola investasi serta izin penasihat investasi yang resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Penyebab masih marak penipuan investasi karena janji-janji imbal hasil tinggi dan risiko rendah yang sangat menarik bagi investor," kata Farash.
Makanya, Farash mengatakan kerja sama antar institusi jasa keuangan memang terus diperlukan termasuk untuk memberikan literasi dan informasi bagi masyarakat baik sebagai calon investor dan yang sudah menjadi investor.
Pemahaman yang baik mengenai produk-produk investasi, dengan sendirinya juga akan menunjang industri keuangan untuk tumbuh secara berkelanjutan. Uang yang sedianya untuk diinvestasikan dapat secara benar masuk ke instrumen investasi yang berizin nan resmi, bukan masuk ke kantong pihak-pihak tertentu secara ilegal.
(Martina Priyanti/hm)
***
Ingin berinvestasi aman di reksadana yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.