Bareksa.com - Menjelang pemilihan umum (Pemilu) Presiden Amerika Serikat (AS) pada 5 November 2024, para investor sudah bersiap-siap menghadapinya. Ada yang berani mengambil posisi kandidat mana yang bakal menang, ada pula yang memilih menepi terlebih dahulu sambil wait and see (menanti) hasil Pemilu.
Mengutip VOA Indonesia (4/11), hasil jajak pendapat terakhir New York Times/Sienna College mencatat calon presiden dari Partai Demokrat Kamala Harris dan calon presiden dari Partai Republik Donald Trump tetap bersaing ketat di 7 negara bagian yang menjadi medan pertarungan, 2 hari jelang pemungutan suara. Jajak pendapat itu menunjukkan Wakil Presiden Harris unggul tipis di Nevada, North Carolina dan Wisconsin. Sementara mantan Presiden Trump unggul tipis di Arizona. Keduanya bersaing ketat di Michigan, Georgia dan Pennsylvania.
Menurut Tim Analis Bareksa, secara umum, kedua kandidat tidak mengagendakan program pemangkasan defisit anggaran pendapatan belanja negara (APBN) secara masif dalam waktu cepat, sehingga masalah utang AS tidak akan hilang dalam 4 tahun mendatang.
Sebagai informasi, defisit APBN AS semakin mengkhawatirkan. Dalam 10 tahun terakhir (dengan mengabaikan masa pandemi) defisit anggaran membengkak dari sebelumnya sekitar US$500 miliar menjadi US$1,8 triliun. Tumpukan utang negara AS pun jadi berlipat dari sebelumnya sekitar US$18 triliun menjadi US$35 triliun. Sebagai gambaran, rasio utang negara AS terhadap produk domestik bruto (PDB) menanjak dari 100% menjadi 120%.
Sumber : The Federal Reserve (The Fed)
Sumber : The Federal Reserve (The Fed)
Dengan demikian, skenario terburuk bagi investor adalah kemenangan kandidat presiden disertai keberhasilan partai pengusung dalam menguasai kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Senat. Misalnya Trump terpilih sebagai presiden, kemudian Partai Republik menguasai kursi DPR dan Senat. Kejadian ini diberi istilah red sweep. Sebaliknya juga Kamala Harris menang bersama Partai Demokrat di kondisi yang sama, maka disebut blue sweep.
Jika hal ini terjadi, maka semua program kerja presiden akan selalu disahkan oleh DPR dan Senat yang biasanya berujung pada pembengkakan belanja, karena fungsi check and balance di parlemen menjadi hilang. Belanja yang bengkak berarti pemerintah harus menerbitkan lebih banyak Obligasi Negara, sehingga mengerek yield (imbal hasil) obligasi. Imbal hasil yang naik cenderung menekan harga saham karena biaya perusahaan untuk mengembangkan usaha menjadi lebih mahal.
Siap-siap Investasi ST013 di Sini
Kenaikan yield Obligasi AS bisa mengerek imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) RI. Hal ini bisa membuat suku bunga sulit turun, sehingga bunga kredit pemilikan rumah (KPR) menjadi mahal. Kondisi ini bisa berdampak negatif ke penjualan rumah.
Menurut Tim Analis Bareksa, baik skenario blue sweep atau red sweep, bisa berdampak negatif ke emiten properti Tanah Air, seperti PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI), PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT Ciputra Development Tbk (CTRA), dan PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) akan sulit menjual rumah jika suku bunga kredit mahal.
Sebaliknya, kondisi ini justru menguntungkan emas dan bisa melanjutkan tren kenaikan. Sebab saat pasar saham turun, maka emas biasanya dijadikan alternatif instumen untuk mengamankan aset. Apalagi blue sweep atau red sweep bisa meningkatkan ketidakpastian ekonomi global, di mana ketidakpastian justru menguntungkan emas sebagai aset aman (safe haven) dan lindung nilai (hedging).
Tim Analis Bareksa menilai dari kedua skenario tersebut, yang terburuk adalah kemenangan Trump bersama Partai Republik. Sebab Trump berpeluang akan menyulut kembali perang dagang bukan saja dengan China, tetapi juga negara lain termasuk sekutunya Uni Eropa. Tarif dagang bakal naik sehingga harga barang impor akan melonjak dan inflasi pun terkerek. Inflasi yang tinggi membuat Bank Sentral AS The Federal Reserve (The Fed) jadi tidak bisa menurunkan suku bunga, atau bahkan terpaksa menaikkan kembali suku bunga.
Hal ini bisa menekan kurs mata uang negara lain, terutama negara berkembang seperti Indonesia. Ketika mata uang melemah, maka biasanya akan diikuti oleh aliran keluar dana asing, sambil menjual instrumen investasi seperti obligasi dan saham.
Dalam skenario red sweep ini, emiten eksportir dengan tujuan ke AS bakal dirugikan seperti PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL), PT Panca Mitra Multiperdana Tbk (PMMP) dan PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD) yang mana klien AS menguasai 12%, 75% dan 80% terhadap total penjualan perseroan.
Bertolak belakang dengan Harris, Trump dikenal tidak pro dengan energi terbarukan dan kendaraan listrik sehingga emiten penghasil bahan baku baterai mobil seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Vale Indonesia Tbk (INCO), PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) dan PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) bakal terpukul. Sementara harga emas diproyeksikan bakal naik karena kebijakan Trump sulit diprediksi.
Terakhir, skenario terbaik bagi investor adalah kemenangan Harris tetapi didampingi oleh Partai Demokrat entah di DPR saja atau Senat saja sehingga tercipta check and balance di parlemen. Belanja negara dibatasi dan defisit fiskal menjadi lebih terjaga. Dalam kondisi ini, US Treasury yield tidak akan melonjak dan menguntungkan investasi saham.
Ketika suku bunga tidak naik atau bahkan turun, sudah tentu akan menekan kinerja pasar uang. Emas kemungkinan besar bakal turun karena ketidakpastian mereda.
Siap-siap Investasi ST013 di Sini
Skenario Dampak Kemenangan Trump vs Harris Bersama Partai Pendukung ke Saham, SBN dan Emas
Presiden | DPR | Senat | Pasar Uang | SBN | Saham | Emas | Catatan |
Trump | Republik | Republik | Positif | Negatif | Negatif | Positif | Negatif bagi ANTM, INCO, NCKL MBMA, GJTL, PMMP, WOOD, ASRI, BSDE, CTRA, SMRA |
Harris | Demokrat | Demokrat | Positif | Negatif | Negatif | Positif | Positif bagi ANTM, INCO, NCKL, MBMA, negatif bagi ASRI, BSDE, CTRA, SMRA |
Trump | Demokrat | Demokrat | Positif | Negatif | Negatif | Positif | Negatif bagi ANTM, INCO, NCKL, MBMA, GJTL, PMMP, WOOD, ASRI, BSDE, CTRA, , SMRA |
Harris | Republik | Republik | Negatif | Positif | Positif | Negatif | Positif bagi ANTM, INCO, NCKL, MBMA, ASRI, BSDE, CTRA, SMRA |
Sumber : Tim Analis Bareksa
Super app investasi, Bareksa telah meluncurkan fitur Bareksa Saham bekerja sama dengan PT Ciptadana Sekuritas Asia pada Kamis (9/11/2023), di Jakarta. Fitur investasi saham ini melengkapi pilihan produk investasi di Bareksa sebelumnya, yakni reksadana, Surat Berhaga Negara hingga emas. Peluncuran fitur saham seiring target Bareksa mewujudkan misi menjadi satu aplikasi untuk semua investasi.
Dengan begitu, nasabah atau investor Bareksa bisa berinvestasi di beragam instrumen investasi dalam satu genggaman tangan di layar ponsel melalui aplikasi Bareksa. Pengguna bisa berinvestasi sesuai kebutuhan dan profil risikonya guna mencapai target keuangan atau kemerdekaan finansialnya.
Penulis : Christian Halim, Head of Investment Bareksa
(AM)
***
Ingin berinvestasi aman di saham dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli saham klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi Bareksa di App Store
- Download aplikasi Bareksa di Google Playstore
- Belajar investasi, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Investasi saham mengandung risiko dan seluruhnya menjadi tanggung jawab pribadi. Bareksa membuat informasi ini dari materi dan sumber-sumber terpercaya, serta tidak dipengaruhi pihak manapun. Informasi ini bukan merupakan ajakan, ataupun paksaan untuk melakukan transaksi dan Bareksa tidak memberikan jaminan atas transaksi yang dilakukan.
Fitur Bareksa Emas dikelola oleh PT Bareksa Inovasi Digital, berkerja sama dengan Mitra Emas berizin.
PT Bareksa Portal Investasi atau Bareksa.com adalah platform e-investasi terintegrasi pertama di Indonesia, yang ditunjuk menjadi mitra distribusi (midis) resmi Kementerian Keuangan untuk penjualan Surat Berharga Negara (SBN) Ritel atau SBN Ritel secara online. Selain proses registrasi dan transaksi sangat cepat dan mudah, Anda juga dapat memantau investasi Anda dari mana saja dan kapan saja.
Bareksa telah mendapatkan penghargaan sebagai midis SBN terbaik selama empat tahun berturut-turut dari Kementerian Keuangan RI. Penghargaan terbaru yang diterima adalah penghargaan sebagai Midis SUN dengan Kinerja Terbaik 2022 dan Midis SBSN dengan Kinerja Terbaik Kategori Fintech 2021.
Belum memiliki akun Bareksa tetapi ingin berinvestasi di SBN Ritel? Segera daftar melalui aplikasi Bareksa sekarang, gratis hanya dengan menyiapkan KTP dan NPWP (opsional). Bagi yang sudah punya akun Bareksa untuk reksadana, lengkapi data berupa rekening bank untuk mulai membeli SBN Ritel di Bareksa. Bagi yang sudah pernah membeli SBR, ORI atau Sukuk di Bareksa sebelumnya, registrasi ulang akun di Bareksa untuk memesan SBN Ritel.