Bareksa.com - Di tengah dinamika pasar yang tak terduga, seperti konflik yang sedang berlangsung di Timur Tengah serta momen pelantikan Presiden dan Wakil Presiden baru di Indonesia, para investor perlu tetap waspada dan bijaksana dalam memilih instrumen investasi. Bulan Oktober ini menawarkan tantangan sekaligus peluang, dan salah satu pilihan yang menarik adalah reksadana Syailendra Pendapatan Tetap Premium (SPTP). Tim Analis Bareksa menilai setidaknya ada tiga alasan untuk memilih produk reksadana pendapatan tetap dari Syailendra Capital ini:
1. Alokasi di Obligasi Korporasi
Lebih dari 60% dana yang dikelola oleh SPTP dialokasikan ke obligasi korporasi yang memiliki status 'layak investasi'. Ini merupakan langkah strategis karena obligasi korporasi umumnya menawarkan yield yang lebih tinggi dibandingkan obligasi pemerintah. Dengan memanfaatkan kesempatan ini, investor dapat meraih imbal hasil yang lebih menarik sambil tetap mendapatkan porsi investasi yang aman.
2. Durasi Pendek
Salah satu keunggulan SPTP adalah durasi investasi yang pendek, dengan rata-rata kurang dari 6 tahun. Pendeknya durasi ini berarti bahwa performa reksadana ini cenderung lebih stabil dan tidak terlalu fluktuatif, sehingga cocok bagi investor pemula hingga menengah yang menginginkan kepastian lebih dalam portofolio mereka.
3. Potensi Imbal Hasil
Dalam proyeksi konservatif, SPTP memiliki potensi imbal hasil hingga 2% selama periode Oktober hingga Desember. Apakah 2% terdengar kecil? Mari kita hitung:
Imbal hasil 2% dalam tiga bulan sama dengan 8% per tahun.
Imbal hasil ini bersih (tidak dipotong pajak lagi) jika dibandingkan dengan deposito yang hanya memberikan 1,5% setelah dipotong pajak 20%.
Bahkan, 2% (bersih) dari SPTP lebih tinggi 33% dibandingkan 1,2% yang diperoleh dari deposito.
Di samping itu, investor juga memiliki opsi untuk memilih reksadana dengan nilai Bareksa Barometer tertinggi di super app Bareksa. Dalam daftar penghuni Top 5 Bareksa Barometer, empat reksadana pendapatan tetap di antaranya punya portofolio mayoritas di obligasi Korporasi yakni Trimegah Dana Tetap Syariah (TDTS), I-Hajj Syariah Fund dan Trimegah Dana Obligasi Nusantara (TDON). Portofolio I-Hajj Syariah Fund murni di obligasi korporasi dan pasar uang.
Meskipun TDTS dan TDON juga punya porsi investasi di SBN, namun alokasinya tidak lebih dari 10%. Demikian juga portofolio investasi Bahana Obligasi Ganesha Kelas G yang mayoritas obligasi korporasi.
Beli Trimegah Dana Tetap Syariah di Sini
Beli I-Hajj Syariah Fund di Sini
Lalu, Allianz Fixed Income Fund 2 memiliki hampir 100% alokasi di SBN. Sepekan terakhir, Bahana Obligasi Ganesha mencatat kenaikan 0,24%. Adapun Allianz Fixed Income melemah 1,31% dalam sepekan, tapi dalam 3 bulan terakhir reksadana tersebut naik 3,1%.
Tim Analis Bareksa menilai, jika Bank Sentral AS kembali memangkas suku bunga pada rapat November yang kemudian diikuti Bank Indonesia, maka hal ini bisa jadi sentimen positif bagi reksadana obligasi.
Artinya, investor yang masih memiliki reksadana berbasis SBN di portofolionya, bisa melakukan strategi investasi hold dan akumulasi bertahap, jika yield SBN acuan berada di atas 6,7-6,8%. Investor juga bisa tetap menjadikan reksadana berbasis obligasi korporasi sebagai aset dengan porsi terbesar dalam portofolio, serta penyeimbang kinerja untuk tujuan investasi hingga jangka menengah (di atas 1 tahun).
Di tengah potensi tersebut, setiap investasi tentu ada risikonya, termasuk dari fluktuasi nilai aset dalam portofolio. Investor sebaiknya menyesuaikan produk reksadana yang dipilih dengan tujuan keuangan dan profil risikonya.
Beli Trimegah Dana Obligasi Nusantara di Sini
Beli Allianz Fixed Income Fund 2 di Sini
(Sigma Kinasih/Christian Halim/hm)
***
Ingin berinvestasi aman di emas dan reksadana secara online yang diawasi OJK?
- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS
DISCLAIMER
Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.