Pengendalian Harga Batu Bara Dapat Kurangi Beban PLN
Skema domestic market obligation (DMO) dinilai dapat menjadi sarana berbagi beban pengusaha batu bara dan PLN
Skema domestic market obligation (DMO) dinilai dapat menjadi sarana berbagi beban pengusaha batu bara dan PLN
Bareksa.com - Penetapan harga jual batu bara dalam negeri atau skema Domestic Market Obligation (DMO) yang bertujuan mengendalikan harga, dinilai menjadi sarana berbagi beban antara pengusaha batu bara dengan pemerintah dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.
Menurut pengamat ekonomi energi UGM dan mantan anggota tim reformasi tata kelola migas, Fahmy Radhi, usulan DMO menggunakan batas atas dan batas bawah, baik yang diajukan oleh PLN ataupun Asosiasi Pengusaha Batu Bara Indonesia (APBI), sebenarnya merupakan solusi terbaik untuk berbagi. Skema itu lebih baik ketimbang harus menerapkan perhitungan berdasarkan besarnya biaya (cost) ditambah dengan marjin (keuntungan)
"Prinsipnya adalah menerapkan 'share gain and share pain', atau berbagai keuntungan dan juga beban. Ini dilakukan sebagai cara mencegah terjadinya proses kebangkrutan PLN, karena harga batu bara yang dijual di luar PLN dan diekspor 75 persen ditetapkan berdasarkan mekanisme pasar," kata Fahmy dalam diskusi publik, bertema Batu Bara untuk Siapa yang diadakan Forum Pengembangan Ekonomi Masyarakat (FPEM) Rabu, 21 Februari 2018.
Promo Terbaru di Bareksa
Pengendalian harga batu bara itu merupakan jalan tengah mengurangi beban PLN dengan sedikit mengurangi pendapatan pengusaha batu bara, yang sejak bulan Agustus 2017 telah menikmati keuntungan windfall profit, akibat naiknya harga batu bara.
Dalam beberapa tahun terakhir kata dia harga batu bara di pasar internasional terus melambung. Kondisi ini dirasa tidak mudah bagi PT PLN (Persero), yang sebagian besar pembangkitnya menggunakan batu bara. (Lihat Harga Batu Bara Rata-rata Diprediksi US$75 per Ton, Pantau ADRO, PTBA dan UNTR)
Pada 2016, harga batu bara mencapai Rp630.000,-/ton, lalu naik menjadi Rp853.000,-/ton di tahun berikutnya. Inilah yang menyebabkan biaya penyediaan tenaga listrik PLN membengkak sekitar Rp16,18 triliun pada 2017.
Saat ini pemerintah sendiri sedang menyusun formula baru untuk menentukan Tarif Dasar Listrik (TDL). Selama ini komponen untuk menyusun TDL adalah berdasarkan inflasi, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price - ICP), dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Padahal, mayoritas pembangkit listrik di Indonesia, menggunakan bahan bakar batu bara. Untuk itu di tengah upaya pemerintah mengkaji perubahan acuan tarif, maka hal ini perlu diwaspadai, karena harga acuan batu bara justru cenderung meningkat, seperti juga naiknya harga produk pertambangan yang lain. (Baca juga Soal Penyederhanaan Golongan Listrik, Pengamat Nilai Terkait Keuangan PLN)
“Seharusnya PLN menaikkan tarif tenaga listrik (TTL), namun mengingat dampaknya akan sangat terasa pada inflasi yang akan menyebabkan naiknya harga kebutuhan pokok, dan juga pasti akan membebani masyarakat dengan daya beli rendah, maka saya menduga sampai tahun 2019, tarif tenaga listrik masih stabil,” tambah Fahmy.
Tren naiknya harga batu bara sendiri diperkirakan akan terus berlanjut. Pada Januari 2018, harga batu bara berkalori 6.322 naik lagi ke posisi US$95,54/ton, atau lebih dari Rp1,29 juta/ton.
Bulan Februari ini, Kementerian ESDM kembali menaikkan harga batubara acuan (HBA) menjadi US$100,69 per ton. Sehingga tidak mengherankan bila biaya penyediaan listrik tahun ini diperkirakan bakal naik sekitar Rp23,8 triliun.
PLN pasti tidak akan mampu menanggung sendiri beratnya beban tersebut. Indikasinya sudah jelas terlihat, di mana sampai September 2017 laba PLN tercatat Rp3,06 triliun, jauh merosot dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni Rp10,98 triliun. Jika hal ini terus dibiarkan, bisa dipastikan bakal mengancam kondisi keuangan PLN. (Baca : PLN Klaim Siap Tanggung Beban Tambah Daya Listrik Konsumen)
Sekedar informasi, awal bulan ini kabarnya Kementerian ESDM sempat mengadakan pertemuan antara pelaku usaha di bidang pertambangan batu bara, PLN selaku BUMN yang mengawal pengadaan listrik, dan pemerintah selaku regulator untuk memutuskan penetapan harga batu bara DMO. Namun ternyata penetapan tersebut urung dilakukan pada pertengahan bulan ini.
Nantinya, skema DMO yang sekarang sudah ada ditetapkan pemerintah, akan disempurnakan pada penghitungan HBA yang dijual untuk PLN bagi energi pembangkit listrik.
Sedangkan untuk batu bara yang dijual di luar PLN dan untuk ekspor, harganya ditetapkan berdasar mekanisme pasar. Hal tersebut akan membuat pemerintah lebih fleksibel menentukan, agar harga listrik tetap terjaga stabil (wajar). (K20)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,65 | 0,56% | 4,26% | 7,54% | 8,69% | 19,21% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,4 | 0,43% | 4,43% | 6,99% | 7,44% | 2,54% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,4 | 0,60% | 3,98% | 7,06% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,45 | 0,53% | 3,89% | 6,66% | 7,38% | 17,02% | 40,39% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.270,42 | 0,81% | 3,88% | 6,54% | 7,20% | 20,19% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.