Tren Kenaikan Harga Minyak : Antara Pemerintah Untung dan Pertamina Buntung?
Keuangan Pertamina bisa semakin tertekan apabila pemerintah tidak menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM)
Keuangan Pertamina bisa semakin tertekan apabila pemerintah tidak menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM)
Bareksa.com – Para analis memperkirakan harga minyak mentah dunia tahun depan bisa mencapai US$60-70 per barel. Potensi bullish harga minyak mentah bakal meningkatkan penerimaan negara, tetapi di sisi lain, PT Pertamina (Persero) bisa semakin tertekan apabila pemerintah tidak menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Pada perdagangan Rabu, 20 Desember 2017, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari tercatat naik 53 sen ke harga US$58,09 per barel di New York Mercantile Exchange. Sementara harga minyak Brent untuk pengiriman Februari tercatat naik 76 sen ke level US$64,56 per barel di ICE Futures Europe Exchange. (Baca : Harga Minyak Brent Tembus US$65 per Barel, Level Tertinggi Sejak 2015)
Pergerakan Harga Minyak WTI (Per 22 Desember 2017)
Promo Terbaru di Bareksa
Pergerakan Harga Minyak Brent (Per 22 Desember 2017)
Sumber : www.nasdaq.com
Keuntungan Bagi APBN
Direktur Eksekutif Reforminer, Komaidi Notonegoro mengatakan, dalam struktur anggaran penerimaan dan belanja negara (APBN) asumsi harga minyak tahun depan sebesar US$48,5 per barel. Namun, dia melihat bahwa rata-rata harga minyak mentah tahun depan bisa mencapai US$65 per barel. (Lihat : Siklus 10 Tahunan dan Hantu Krisis Ekonomi di Tahun yang Berakhir Angka 8)
“Harga minyak tahun depan dikurangi asumsi harga di APBN adalah potensi keuntungan bagi pendapatan negara tahun depan,” katanya kepada Bareksa di Jakarta, Kamis, 21 Desember 2017.
Sementara itu, DBS Group Research melihat tren kenaikan harga minyak mentah dunia akan meningkatkan pemasukan negara dari sektor minyak dan gas bumi (migas). Dalam perhitungan DBS Group Research, setiap kenaikan harga minyak sebesar 10 persen akan memberikan tambahan pendapatan Rp6,7 triliun dalam APBN. (Baca : Pembentukan Holding Migas Ditargetkan Tuntas Kuartal I 2018)
Keuangan Pertamina Tertekan?
Namun di sisi lain, kenaikan harga minyak mentah dunia berpotensi meningkatkan beban keuangan bagi PT Pertamina, apabila pemerintah tetap bersikukuh dengan keputusan tidak menaikkan harga BBM hingga 2019. Secara sederhana, kondisi tersebut akan membuat Pertamina membeli minyak dengan harga mahal kemudian menjualnya dengan harga murah. (Lihat : Jokowi Sebut Ekonomi Indonesia Bertransformasi dari Komoditas ke Pelayanan)
Dalam rencana kerja dan anggaran Pertamina 2017, perseroan menargetkan harga minyak sebesar US$45 per barel. Namun pada semester I 2017, realisasi rata-rata harga minyak US$48,9 per barel atau di atas harga perencanaan anggaran perseroan. Tidak berbeda, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tahun ini dalam rencana kerja 2017 ditargetkan Rp13.300, namun realisasinya Rp13.331 per dolar AS. (Baca : Harga Minyak Turun, Saham Emiten Tambang Berguguran)
Rencana Kerja dan Anggaran 2017 dan Realisasi Semester I 2017
Sumber : Pertamina
Piutang Subsidi
Selain itu, Pertamina juga masih memiliki piutang dari pemerintah sekitar Rp30 triliun yang belum dibayarkan. Meskipun, pemerintah sudah berkomitmen membayar piutang sebesar Rp4 triliun pada akhir tahun ini untuk membayar subsidi BBM Tentara Nasional Indonesia (TNI). (Lihat : Kementerian BUMN : Pasca Holding Migas Terbentuk, PGAS dan Pertagas akan Dilebur)
Komaidi menuturkan, pemerintah seharusnya dapat konsisten dengan memperlakukan Pertamina sebagai korporasi. Apabila pemerintah tidak berniat meningkatkan subsidi BBM tahun depan, harus ada hitungan secara bisnis yang bisa juga menguntungkan bagi Pertamina.
"Hal konkret yang dapat dilakukan pemerintah adalah mengompensasi pajak dan dividen yang harus dibayarkan Pertamina setiap tahun. Dengan begitu, keuangan Pertamina tetap prima untuk menjalankan proyek-proyek strategisnya," ungkapnya.
Dia mengakui bahwa sebenarnya Pertamina memiliki arus kas (cashflow) yang masih kuat meskipun piutang pemerintah kepada Pertamina belum dibayarkan. Akan tetapi, proyek yang ditangani Pertamina juga cukup banyak karena unit bisnisnya beramacam-macam. (Baca : Segera Terbentuk, Ini Ilustrasi Keuangan Holding BUMN Migas Secara Konsolidasi)
Kinerja Keuangan Pertamina Semester I 2017 vs Semester I 2016
Sumber: Pertamina
Harga BBM
Menteri Keuangan Sri Mulyani, pada Rabu 20 Desember, menegaskan tetap menjalankan kebijakan tidak menaikkan harga BBM tahun depan. Dia mengungkapkan, harga ICP sudah mencapai US$50,3 per barel, lebih tinggi dari asumsi APBN-P 2017. Harga tersebut juga sudah lebih tinggi dari asumsi harga minyak di APBN tahun depan US$48 per barel. (Baca : Sri Mulyani Paparkan Indikator Makro, Ekonomi 2017 Diprediksi Tumbuh 5,05 Persen)
Soal potensi ruang kenaikan harga BBM tahun depan, Sri Mulyani menegaskan bahwa undang-undang (UU) APBN tahun depan sudah jelas, sehingga pemerintah akan tetap menjalankan UU APBN 2018.
Sri Mulyani mengatakan kenaikan harga minyak bakal memberikan tambahan penerimaan pajak penghasilan maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor minyak dan gas (Migas). Menurut dia, setiap kenaikan harga minyak sebesar US$1 per barel dari asumsi yang ditetapkan dalam APBN, dapat memberikan tambahan pendapatan negara sekitar Rp700 miliar. (AM) (Lihat : Kementerian BUMN Lantik Direktur PLN Menjadi Direktur SDM Pertamina)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,65 | 0,56% | 4,26% | 7,54% | 8,69% | 19,21% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,4 | 0,43% | 4,43% | 6,99% | 7,44% | 2,54% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,4 | 0,60% | 3,98% | 7,06% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,45 | 0,53% | 3,89% | 6,66% | 7,38% | 17,02% | 40,39% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.270,42 | 0,81% | 3,88% | 6,54% | 7,20% | 20,19% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.