Segera Terbentuk, Ini Ilustrasi Keuangan Holding BUMN Migas Secara Konsolidasi
Holding BUMN migas akan terdiri dari PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS)
Holding BUMN migas akan terdiri dari PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS)
Bareksa.com - Setelah resmi membentuk holding badan usaha milik negara (BUMN) pertambangan yang dipimpin PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), kini Menteri BUMN Rini Soemarno akan membentuk holding BUMN sektor minyak dan gas (migas). Holding BUMN migas akan terdiri dari PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS).
Pemerintah menargetkan pembentukan holding tersebut akan selesai awal 2018. Perusahaan yang akan menjadi induk holding BUMN migas adalah Pertamina karena seluruh sahamnya masih dimiliki pemerintah. Dengan demikian, saham pemerintah di PGN akan dialihkan ke Pertamina sebagai induk holding layaknya holding BUMN pertambangan. (Baca : Pembentukan Holding Migas Ditargetkan Tuntas Kuartal I 2018)
Dengan menyatukan bisnis yang mirip atau sama, banyak faktor bisnis yang bisa diefisienkan karena tidak tumpang tindih terutama dalam pasar yang sama. Pembiayaan pengembangan usaha juga tidak lagi menjadi masalah. Semakin kuat karena modal bisa semakin besar.
Rini menargetkan holding ini dapat rampung di akhir 2017. Sebagai langkah percepatan, baru-baru ini Menteri Rini mengirimkan surat kepada direksi PGAS agar segera menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB).
"Sehubungan dengan rencana pembentukan holding BUMN migas serta dengan mempertimbangkan telah disampaikannya kepada Presiden tentang Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang penambahan penyertaan modal negara RI dalam modal saham perseroan (persero) PT Pertamina, dengan ini kami minta agar saudara segera mempersiapkan dan melaksanakan RUPSLB PGN dengan agenda perubahan anggaran dasar perseroan," tulis Rini dalam surat resmi akhir November. (Lihat : Jelang Pembentukan Holding, Saham Energi dan Tambang BUMN Terus Tertekan)
Bagaimana kondisi keuangan dari kedua perusahaan migas pelat merah tersebut?
Promo Terbaru di Bareksa
Kinerja Keuangan Pertamina
Dalam data terakhir yang telah disampaikan kepada pubik, semester I 2017, Pertamina mencatatkan laba anjlok 22,7 persen menjadi US$1,39 miliar dari sebelumnya US$1,8 miliar.
Padahal dari sisi pendapatan pertamina berhasil mengantongi peningkatan hingga 19,2 persen menjadi US$20,5 miliar dari periode yang sama tahun sebelumnya US$17,2 miliar. Kenaikan pendapatan didorong pos penjualan minyak mentah, gas bumi dan produk perminyakan dari dalam ataupun eskpor yang masing-masing naik 16,7 persen dan 98,9 persen.
Turunnya laba perusahaan tertekan biaya penjualan dan beban produksi hulu dan lifting yang masing-masing membengkak 35 persen dan 18 persen. (Baca : Saham PGAS Terus Anjlok, Bagaimana Prospek Kinerja dan Saham PGN?)
Grafik: Pendapatan dan Laba Pertamina
Sumber:Laporan keuangan perusahaan
Sementara dari sisi neraca, total aset perusahaan yang bergerak di bidang energi meliputi minyak, gas serta energi baru dan terbarukan ini naik 6 persen menjadi US$49,2 miliar dari sebelumnya US$46,9 miliar. Peningkatan ini utamanya terdorong komponen aset minyak dan gas yang meningkat 11,64 persen menjadi US$16,3 miliar dari sebelumnya US$14,6 miliar
Adapun kas dan setara kas turun 14 persen menjadi US$4,3 miliar dari periode yang sama tahun sebelumnya US$5 miliar. (Lihat : Teruskan Rencana Akuisisi PGN, Dirut Baru Pertamina Dukung Holding BUMN)
Di sisi lain, total liabilitas perusahaan turun 4,7 persen menjadi US$26,4 miliar dari sebelumnya US$25,2 miliar karena penurunan utang usaha pihak ketiga dan utang usaha pihak berelasi.
Grafik: Neraca Keuangan Pertamina
Sumber:Laporan keuangan perusahaan
Adapun total ekuitas Pertamina naik tipis 3,7 persen dari US$22,07 miliar pada semester I 2016 menjadi US$22,9 miliar di semenster I 2017. Ini disebabkan rugi saldo laba yang belum ditentukan penggunaannya turun 5 persen dari Rp2,02 triliun menjadi Rp1,93 triliun. (Baca : Holding BUMN Migas: Tidak Ada Tender Offer, Akuisisi Pertamina Positif Bagi PGN?)
Kinerja PGAS
Pada periode yang sama, bisnis PGAS terdiri dari kegiatan distribusi gas, penjualan migas, dan operasional lainnya dengan kontribusi terbesar dari kegiatan distribusi hingga 83 persen dari total pendapatan mencatatkan penurunan. Sehingga pendapatan PGAS bergantung dari besaran volume penjualan dan harga jual.
Grafik : Perbandingan Pertumbuhan Penjualan dan Laba Bersih PGAS (US$ Juta)
Sumber : Laporan Keuangan, diolah Bareksa
Kinerja PGAS semester I 2017, tercatat pendapatan turun 1,94 persen dari US$1,44 miliar di semester I 2016 menjadi US$ 1,41 miliar. Penurunan ini disebabkan turunnya nilai distribusi gas hingga 7,95 persen di semester I 2017 secara YoY dan diikuti penurunan nilai transmisi gas. (Baca : Laba US$ 1,4 Miliar di Semester I 2017, Ini Historikal Laba Pertamina Sejak 2012)
Pendapatan dari hasil penjualan migas mengalami kenaikan pada semester I 2017. Dari sisi konsumsi memang terdapat penurunan volume permintaan atau konsumsi seiring berkurangnya permintaan pendistribusian gas di sektor kelistrikan dan industri serta imbas libur panjang lebaran.
Dari sisi harga jual, sepanjang semester I 2017 menawarkan harga jual rata-rata US$8,59 per MMBtu. Sementara harga jual di akhir 2016 sebesar US$8,55 per MMBtu dan pada semester I 2016 sebesar US$ 8,42 per MMBtu.
Dengan demikian, harga jual gas hingga semester I 2017 hanya naik 2,02 persen. (Lihat : PGN Butuh Rp332,5 Triliun Bangun Infrastruktur Gas)
Dengan kenaikan harga jual gas yang tipis tersebut kurang dapat mengkompensasi berkurangnya pendapatan jika terjadinya penurunan volume jual seperti yang terjadi di periode semester I 2017. Sehingga, wajar jika PGAS mengalami penurunan pendapatan tersebut. Begitupun hingga bottom linenya yang juga mengalami penurunan.
Meski mengalami penurunan kinerja namun, PGAS masih menghasilkan laba di tengah menurunnya volume penjualan.
Grafik: Neraca Keuangan PGAS
Sumber:Laporan keuangan perusahaan
Dari sisi neraca, total aset perusahaan energi yang meliputi minyak, gas serta energi baru dan terbarukan ini naik 3 persen menjadi US$6,3 miliar dari sebelumnya US$6,5 miliar. Penurunan ini utamanya terdorong komponen kas dan setara kas yang anjlok 30,3 persen menjadi US$906 juta dari sebelumnya US$1,3 miliar.
Total liabilitas perusahaan juga turun 4,7 persen menjadi US$3,2 miliar dari sebelumnya US$23,52 miliar karena penurunan liabilitas jangka pendek hingga 30 persen menjadi US$575,6 juta dari sebelumnya US$815 juta. (Baca : Pertamina Pangkas Investasi Pengeboran Sumur di Blok Mahakam)
Analisa Ilustrasi Keuangan Holding Migas Secara Konsolidasi
Melihat data-data keuangan dari dua BUMN migas tersebut, Bareksa mencoba menghitung dengan menggunakan ilustrasi kondisi keuangan dari kedua perusahaan migas yang telah dikonsolidasikan. Adapun basis laporan keuangan yang digunakan adalah semester I 2017.
Di antaranya adalah analisis tentang rasio utang terhadap total aset perusahaan (debt to asset ratio) dan rasio utang terhadap total ekuitas perusahaan (debt to equity ratio) yang dapat menunjukkan seberapa besar kemampuan perusahaan dalam memenuhi utang yang harus dipenuhi dengan total aset ataupun total ekuitas yang dimiliki.
Dalam hal ini Bareksa ingin mengetahui seberapa besar kemungkinan holding BUMN tambang mendapatkan peluang pinjaman dari perbankan atau opsi pembiayaan lainnya. (Lihat : Integrasi SPBU Minyak & Gas Butuh Investasi Rp17 Miliar)
Untuk penghitungan rasio utang terhadap total aset dan rasio utang terhadap total ekuitas, nilai utang yang digunakan adalah utang berbunga Pertamina setelah menjadi induk perusahaan holding migas
Hal ini dilakukan karena utang berbunga merupakan utang yang memiliki beban bunga berkelanjutan dan akan menjadi pertimbangan dari pihak pemberi pinjaman atau investor untuk memberikan pinjaman ataupun menginvestasikan uang ke dalam suatu perusahaan. (Baca : Dituntut KPPU Denda Rp9,9 Miliar, PGN Siapkan Upaya Hukum)
Tabel: Ilustrasi Rasio Utang Terhadap Aset dan Rasio Utang Terhadap Ekuitas Holding BUMN Migas
Sumber : Data Perusahaan, diolah Bareksa
Rasio Utang Relatif Kecil
Berdasarkan tabel perhitungan tersebut dihasilkan bahwa rasio utang terhadap total aset adalah 0,2 kali atau 20 persen. Hal ini menunjukkan bahwa bobot utang berbunga yang dimiliki dari holding BUMN migas terhadap total aset konsolidasinya sebesar 0,2 kali atau 20 persen. (Baca : PGN Masih Fokus Industri, Siapkan Capex Hingga US$210 Juta)
Begitupun rasio utang terhadap total ekuitas. Dengan asumsi total ekuitas yang dijumlahkan, maka dihasilkan DER 0,42 kali atau 42 persen. Hal ini menunjukkan bahwa bobot utang berbunga yang dimiliki holding BUMN migas terhadap total ekuitas konsolidasinya mencapai 0,42 kali atau 42 persen.
Dari data tersebut, maka Pertamina yang ditunjuk menjadi induk perusahaan holding migas, memiliki rasio utang yang relatif kecil, sehingga memiliki ruang untuk menambah utang, baik melalui pinjaman bank ataupun penerbitan obligasi. (AM) (Lihat : Pasca Diborong Asing Rp165 Miliar, Ini Teknikal Saham PGAS)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,65 | 0,56% | 4,26% | 7,54% | 8,69% | 19,21% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,4 | 0,43% | 4,43% | 6,99% | 7,44% | 2,54% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,4 | 0,60% | 3,98% | 7,06% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,45 | 0,53% | 3,89% | 6,66% | 7,38% | 17,02% | 40,39% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.270,42 | 0,81% | 3,88% | 6,54% | 7,20% | 20,19% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.