Holding BUMN Tambang Ditargetkan Masuk 500 Fortune Global Company
Artinya holding BUMN ini bisa sejajar dengan Walmart, Toyota Motor, dan Apple
Artinya holding BUMN ini bisa sejajar dengan Walmart, Toyota Motor, dan Apple
Bareksa.com – Perusahaan induk yang akan terbentuk dari gabungan sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang pertambangan ditargetkan menjadi salah satu perusahaan berpenghasilan terbesar di dunia. Ekspektasi tinggi tersebut diutarakan oleh Kementerian BUMN sebagai pemegang saham yang menginginkan pertumbuhan kinerja seiring dengan pertumbuhan anorganik.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menargetkan holding BUMN industri pertambangan dapat tercatat dalam 500 Fortune Global Company, yakni daftar peringkat perusahaan papan atas internasional yang dipublikasi di majalah Fortune secara tahunan. Artinya, holding BUMN tambang ini bisa masuk dalam daftar yang berisi perusahaan-perusahaan bergengsi termasuk Walmart, Toyota Motor, dan Apple.
Dalam jangka menengah, holding BUMN industri pertambangan akan terus melakukan akuisisi maupun eksplorasi di wilayah penambangan, integrasi dan hilirisasi sehingga memiliki ukuran sebagai salah satu perusahaan 500 Fortune Global Company.
Promo Terbaru di Bareksa
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno mengungkapkan, kementerian akan segera menuntaskan pembentukan holding BUMN industri pertambangan. PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) akan menjadi induk usaha BUMN industri pertambangan.
Nantinya, Inalum akan menjadi induk bagi PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Timah Tbk (TINS). “Proses pembentukan holding sudah dimulai sejak penyerahan roadmap pengembangan BUMN oleh Menteri BUMN, Rini Soemarno ke Komissi VI DPR pada akhir 2015,” terangnya di Jakarta, Jumat, 24 November 2017.
Saat ini, tiga BUMN pertambangan peserta holding berada di luar 10 besar perusahaan pertambangan dengan kapitalisasi pasar terbesar di Asia Pasifik, di luar perusahaan-perusahaan Cina. Bukit Asam berada di peringkat 18, Aneka Tambang (Antam) di peringkat 20, sementara Timah di peringkat 38. Kondisi tersebut akan berubah saat pembentukan holding BUMN industri pertambangan.
Tentunya, pasca penggabungan ketiga emiten tersebut di bawah Inalum akan memperbesar kapitalisasi pasarnya juga pendapatannya. Seperti dikutip dari Investor Daily, Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin menargetkan pendapatan Inalum pada tahun 2025 akan mencapai US$22 miliar atau sekitar Rp297 triliun setahun. Hal itu meningkat 16 kali lipat dibandingkan dengan saat ini secara akumulasi US$1,4 miliar.
Bahkan, kemampuan keuangan holding BUMN tambang diklaim cukup untuk mengakuisisi mayoritas saham PT Freeport Indonesia, unit usaha perusahaan tambang asal Amerika Serikat, Freeport-McMoRan Inc yang beroperasi di Papua. Setelah pembentukan holding tuntas, Inalum dapat me-leverage keuangannya hingga mencapai Rp180 triliun.
Aksi Korporasi
Dalam jangka pendek, holding baru tersebut akan melakukan serangkaian aksi korporasi di antaranya, pembangunan pabrik smelter grade alumina (SGA) di Mempawah, Kalimantan Barat dengan kapasitas hingga 2 juta ton per tahun.
Kemudian akan dibangun juga pabrik ferronickel di Buli, Halmahera Timur berkapasitas 13.500 ton per tahun dan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di lokasi pabrik hilirisasi bahan tambang hingga 1.000 megawatt (MW).
Fajar melanjutkan, melalui berbagai kegiatan usaha tersebut, keberadaan holding industri pertambangan akan memberikan manfaat bukan hanya bagi perusahaan holding dan anak usahaanya, tetapi juga bagi pemerintah dan masyarakat.
Pendapatan negara juga akan bertambah melalui pajak, royalti dan dividen yang dibayarkan holding pertambangan. Selain itu, optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam dan peningkatan nilai dari kegiatan hilirisasi juga akan berkontribusi terhadap pendapatan negara.
Harry menuturkan, meskipun tiga BUMN pertambangan akan kehilangan statusnya sebagai perseroan, Antam, Bukit Asam dan Timah akan diperlakukan sama dengan BUMN untuk hal-hal yang bersifat strategis. Menurutnya, pemerintah masih memiliki kontrol terhadap tiga perusahaan tersebut, baik secara langsung melalui saham dwiwarna maupun tidak langsung melalui Inalum.
Hal tersebut diatur dan tertuang pada PP 72 tahun 2016. Dalam PP tersebut dijelaskan, segala hal strategis yang dilakukan perusahaan anggota holding, semua tetap dalam kontrol negara sama dengan sebelum menjadi anggota holding.
“Termasuk yang terkait hubungan dengan DPR apabila akan diprivatisasi,” kata Harry.
Dia melanjutkan, perubahan nama dengan hilangnya status persero juga tidak memberikan konsekwensi hillangnya kontrol negara dan kewenangan pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat.
Harry juga mengatakan bahwa sebagai pemegang saham baru pada perusahaan terbuka, Inalum tidak wajib melakukan penawaran tender (tender offer) saham publik Antam, Bukit Asam dan Timah. Dia memandang bahwa perubahan pengendalian yang selama ini dipegang negara sebagai ultimate shareholder tidak berubah. (hm)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.