Belanja Politik Pilkada dan Jelang Pilpres Bakal Dongkrak Daya Beli di 2018
Potensi ekonomi yang dimiliki Indonesia belum maksimal dipergunakan
Potensi ekonomi yang dimiliki Indonesia belum maksimal dipergunakan
Bareksa.com - Pemerintah Indonesia harus terus berusaha agar peningkatan daya beli bisa kembali menguat di masa-masa mendatang, tidak seperti sekarang ini yang pertumbuhannya dinilai belum maksimal. Meski begitu, pada 2018, diperkirakan daya beli bisa kembali naik dan pemerintah perlu menggunakan momentum itu sebaik mungkin.
Rektor Universitas Paramadina, Firmanzah, tidak memungkiri daya beli masyarakat memang tumbuh. Tapi sayangnya pertumbuhan dimaksud tidak sesuai harapan. Meski demikian, tetap ada harapan kondisi itu mengalami perbaikan di 2018 lantaran ada beberapa faktor yang mendorong pertumbuhan tersebut yang salah satunya adalah belanja politik.
"Di tahun depan akan ada Pilkada dan di kuartal terakhir di 2018 rasanya kampanye Pilpres mulai berjalan. Elastisitas belanja politik ke tingkat konsumsi akan baik. Nanti transfer dana dari pusat ke daerah dalam bentuk aktivitas kampanye terjadi," kata Firmanzah, di Jakarta, Jumat, 17 November 2017. (Baca : Melemahnya Konsumsi Rumah Tangga Perlu Diperhatikan, Kenapa?)
Promo Terbaru di Bareksa
Firmanzah menilai kondisi tersebut terbilang produktif dalam jangka pendek dan bisa membantu kelas menengah ke bawah.
Apalagi, order atribut kampanye dan aktivitas ekonomi di daerah bisa menjadi transmisi bagaimana dana yang dialokasikan didistribusikan dari pusat ke daerah.
Ia menambahkan, Indonesia patut bersyukur karena sudah mendapat peringkat layak investasi. Hal seperti ini bisa menjadi pendorong dari domestik untuk memaksimalkan pertumbuhan termasuk menggeliatkan kembali aktivitas perekonomian. Apalagi, Indonesia memiliki tingkat stabilitas politik dan ekonomi yang tidak dimiliki semua negara.
"Kita memiliki sesuatu yang tidak dimiliki negara lain. Misalnya stabilitas politik. Sekarang ini, kalau mau lihat ramainya politik itu adanya di media sosial dan aktivitas secara nasional sangat terbatas. Kalau pengalaman di negara lain itu kalau ada calon gubernur maka akan diberondong oleh kompetitor dan ini tidak terjadi di Indonesia," tukasnya. (Lihat : Indonesia Naik Peringkat Kemudahan Berbisnis, Ini Strategi Persiapan Modal Usaha)
Potensi Belum Maksimal Dipergunakan
Meski demikian, ia menilai, potensi ekonomi yang dimiliki belum maksimal dipergunakan. Misalnya optimalisasi sektor kemaritiman, pariwisata, mineral dan tambang, hingga e-commerce.
Dari aspek e-commerce, Firmanzah berharap, ada upaya keberpihakan untuk memaksimalkan pertumbuhan industri tersebut agar lebih besar kontribusinya terhadap perekonomian nasional.
"Indonesia menjadi salah satu negara di Asia yang tingkat pertumbuhan e-commerce sangat tinggi. Bisa dimanfaatkan. Kelas menengah akan terus tumbuh dan perlu suplai side guna pendorong tersedianya permintaan di domestik," tuturnya. (Baca : Daya Beli Mulai Meningkat, Inflasi Oktober Capai 3,58 Persen)
Di sisi lain, Economist Group Research DBS Bank, Gundy Cahyadi, memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan tingkat suku bunga acuan stabil di level 4,25 persen, guna menstimulus kebijakan moneter dalam rangka memaksimalkan pertumbuhan ekonomi. Bahkan, bank sentral cenderung mempertahankan kebijakan akomodatifnya untuk saat ini.
"Pertumbuhan PDB tetap sedikit lebih rendah dari yang diperkirakan sebesar 5,1 persen di triwulan ketiga di tahun ini, sementara inflasi indeks harga konsumen (IHK) cenderung tetap berada dalam target ke depan," ungkap Gundy. (Lihat : Saham LPPF Meroket 9 Persen di Tengah Sentimen Negatif, Ini Alasannya)
Tapi hati-hati dibenarkan, lanjutnya, karena rupiah mulai melemah lagi dalam beberapa bulan terakhir. Sementara itu, dia memperkirakan pertumbuhan ekspor dan impor akan tetap kuat di level 15,5 persen (YoY) dan 15,9 persen pada Oktober.
"Sehingga terjadi surplus perdagangan sebesar US$1,4 miliar," ungkap Gundy.
Sebelumnya, Gubernur BI Agus Martowardojo, mengatakan pasar keuangan dunia memantau pergantian Ketua Federal Reserve yang saat ini dikomandoi Janet Yellen dan akan berakhir awal tahun depan. Adapun perubahan kepemimpinan bisa mempengaruhi pergerakan pasar. (K03) (Baca : Setelah Lotus, Gerai Debenhams Juga Akan Ditutup Mitra Adiperkasa)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah | 1.379,53 | 1,02% | 5,18% | 7,30% | 8,82% | 19,45% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.089,71 | 0,44% | 5,40% | 6,62% | 7,08% | 2,64% | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.837,78 | 0,53% | 3,93% | 6,27% | 7,42% | 17,19% | 40,03% |
STAR Stable Amanah Sukuk | 1.075,16 | 0,66% | 3,97% | 6,64% | - | - | - |
Insight Renewable Energy Fund | 2.257,46 | 0,72% | 3,68% | 5,94% | 6,95% | 19,66% | 35,50% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.