Sri Mulyani Naikkan Cukai Rokok 10,04 Persen, Ini Reaksi Saham GGRM, HMSP, WIIM
Presiden Joko Widodo telah memberikan restu terkait dengan kenaikan cukai rokok tahun depan
Presiden Joko Widodo telah memberikan restu terkait dengan kenaikan cukai rokok tahun depan
Bareksa.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan restu terkait dengan kenaikan cukai rokok sebesar 10,04 persen yang berlaku pada 1 Januari 2018. Sejumlah saham-saham produsen tembakau yang tercatat di Bursa Efek Indonesia pun sudah mengantisipasi kebijakan ini.
Setidaknya dalam sebulan terakhir saham-saham industri rokok bergerak cenderung melemah. Menurut pantauan Bareksa, keempat saham yang bergerak di bidang industri tembakau ini yakni PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), dan PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM), cenderung bergerak melemah merespons kabar ini yang cenderung berdampak negatif bagi para pemegang saham.
Dalam periode 19 September 2017-18 Oktober 2017, saham GGRM melemah 4,25 persen dan HMSP turun 1,28 persen. Yang terparah, saham WIIM sudah anjlok 10,65 persen dalam waktu sebulan terakhir ini.
Promo Terbaru di Bareksa
Grafik : Performa Saham-Saham Rokok Dalam Sebulan Terakhir
Sumber : Bareksa.com
Alasan Pemerintah
Di tengah gencarnya pemerintah mengurangi jumlah populasi perokok dengan alasan kesehatan, menaikkan biaya cukai menjadi opsi win win solution, mengapa? Di satu sisi pemerintah bisa menekan jumlah perokok, tetapi di sisi lain pemerintah juga mampu mengoptimalkan penerimaan negara. (Baca Juga : Wacana Kenaikan Cukai Rokok Selalu Tekan Harga Saham GGRM, Kenapa?)
Mengutip pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, terdapat empat alasan yang membuat pemerintah resmi menaikan cukai rokok di awal tahun depan.
Pertama, kata Sri Mulyani, kenaikan cukai rokok ini telah memperhatikan dari pandangan masyarakat terutama dari aspek kesehatan dan konsumsi rokok yang terus harus dikendalikan. Kedua, kenaikan cukai rokok ini menjadi cara pemerintah meredam banyaknya peredaran rokok ilegal.
Ketiga, Sri Mulyani menuturkan, kenaikan cukai rokok ini juga telah memperhatikan dampaknya terhadap kesempatan kerja, terutama pada petani dan buruh rokok, dan yang keempat mengenai penerimaan negara. (Baca Juga : Kenaikan Tarif Cukai Lebih Rendah, Prospek Saham Rokok Tahun Depan Kinclong?)
Dengan adanya persetujuan Presiden Jokowi terkait kenaikan tarif cukai rokok, Sri Mulyani mengaku dalam waktu dekat akan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang menjadi payung hukum keputusan tersebut.
Shortfall Pajak
Secara teori, shortfall pajak dapat menyebabkan defisit anggaran atau pengeluaran negara yang melebihi penerimaan. Dengan asumsi target pengeluaran 100 persen tercapai, defisit anggaran pada APBN Perubahan 2016 ditargetkan Rp313,3 triliun atau 2,48 persen dari perkiraan Produk Domestik Bruto (PDB) 2016 yang diperkirakan Rp12.500 triliun.
Sebagai tambahan, UU Keuangan Negara No.17 tahun 2003 membatasi defisit anggaran maksimal 3 persen dari PDB atau Rp375 triliun untuk APBN Perubahan 2016.
Selain itu, perlu ditekankan pula bahwa defisit anggaran dibiayai oleh utang negara. Dengan demikian, semakin besar defisit anggaran, semakin besar pula beban anggaran untuk membayar cicilan utang serta bunganya.
Guna mengatasi kekurangan penerimaan (shortfall) pajak yang terus terjadi dalam tujuh tahun terakhir, pemerintah kembali mengeluarkan rencana untuk menaikkan pajak penghasilan (PPN) bagi kalangan produsen rokok atau cukai rokok.
Dalam Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018 yang akan disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada pidato kenegaraan Presiden di Gedung DPR RI Senayan, Rabu, 16 Agustus 2017 lalu, menargetkan penerimaan negara dari sektor cukai sebesar Rp155,4 triliun.
Angka tersebut terdiri atas cukai hasil tembakau (CHT) sebesar Rp 148,23 triliun, cukai etil alkohol sebesar Rp 170 miliar, cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) sebesar Rp 6,5 triliun, dan pendapatan cukai lainnya yang diharapkan berasal dari cukai kantong plastik sebesar Rp 500 miliar. (Baca Juga : Cukai Tembakau Tahun Depan Naik Lagi, Bagaimana Dampaknya ke Saham Emiten Rokok?) (hm)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.