Kenaikan Tarif Cukai Lebih Rendah, Prospek Saham Rokok Tahun Depan Kinclong?
Terdapat sejumlah hal yang menguntungkan industri tembakau tahun depan, tetapi masih disertai beberapa risiko yang patu
Terdapat sejumlah hal yang menguntungkan industri tembakau tahun depan, tetapi masih disertai beberapa risiko yang patu
Bareksa.com - Sejumlah sentimen positif tahun depan diperkirakan bakal menaungi industri rokok domestik. Meskipun demikian, terdapat sejumlah risiko di industri rokok yang perlu diperhatikan pelaku pasar.
Analis Bahana Sekuritas, Michael Setjoadi, menjelaskan perang harga rokok di industri tembakau Indonesia mulai mereda pada paruh kedua tahun ini seiring dengan keluarnya produk baru dengan harga yang bersaing. Empat pemain besar di industri rokok yang gencar mengeluarkan produk baru sejak pertengahan 2015 hingga 2016, perlahan menahan harga karena kenaikannya sudah terlalu tinggi.
"Terdapat sejumlah hal yang menguntungkan industri tembakau tahun depan, tetapi masih disertai beberapa risiko yang patut dicermati," jelasnya dalam keterangan tertulis, Kamis, 12 Oktober 2017. (Baca : Daftar 10 Besar Market Cap : BBCA Menggeser HMSP, UNTR Mendepak ICBP)
Promo Terbaru di Bareksa
Kenaikan Tarif Cukai
Dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018, tampak rencana kenaikan cukai tidak akan setinggi tahun ini. Bila tahun ini rata-rata kenaikan cukai rokok sekitar 10 - 11 persen, maka pada 2018 kenaikan cukai bakal berada pada kisaran 7 - 9 persen.
Michael menjelaskan, dalam 5 tahun terakhir rata-rata kenaikan cukai rokok lebih tinggi dari kenaikan inflasi. Apabila tahun depan kenaikan cukai rokok tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya maka akan memberi dampak positif bagi industri rokok.
Namun di sisi lain, pemerintah semakin ketat mengatur iklan rokok yang bisa tayang di televisi ataupun di tempat umum, ditambah lagi larangan merokok di tempat umum semakin digencarkan.
Hal itu membuat Bahana memperkirakan volume penjualan rokok tahun depan masih akan mengalami kontraksi sekitar 1-1,5 persen, dibandingkan penjualan tahun ini yang diperkirakan turun sebesar 1,5 persen.
Michael memperkirakan volume produksi rokok akan mencapai 318,8 miliar batang pada tahun depan, naik dibandingkan perkiraan volume produksi tahun ini sekitar 315,6 miliar batang. (Lihat : Benarkah Perusahaan Rokok Jepang Akuisisi Anak Usaha Gudang Garam? Ini Faktanya)
Prospek Saham Emiten Rokok
Dari empat pemain besar di industri tembakau Indonesia, Bahana merekomendasikan beli untuk saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM). Rekomendasi tersebut tidak terlepas dari perkiraan daya beli masyarakat yang akan pulih, khususnya masyarakat menengah ke bawah yang pada umumnya adalah target pasar perseroan.
Salah satu hal yang menolong pulihnya daya beli masyarakat adalah perhelatan Pilkada juga kampanye pemilihan presiden yang diperkirakan akan mulai pada paruh kedua tahun depan. Pilkada diperkirakan akan meningkatkan konsumsi untuk wilayah di luar kota.
Lebih rendahnya kenaikan cukai rokok pada 2018 akan lebih menguntungkan bagi Gudang Garam sehingga laba bersih diperkirakan akan naik 6 persen menjadi Rp 7,25 triliun dari perkiraan laba bersih sepanjang 2017 sekitar Rp 6,85 triliun.
Dia memperkirakan harga saham GGRM akan diperdagangkan sebesar 17,6x PE pada 2018, dibandingkan dengan kompetitornya PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) yang diperkirakan akan diperdagangkan sebesar 34,9x PE tahun depan.
Bahana menargetkan harga GGRM tahun depan sebesar Rp 79.000 per saham. (Baca : Cukai Tembakau Tahun Depan Naik Lagi, Bagaimana Dampaknya ke Saham Emiten Rokok?)
Peluncuran Produk Baru
Sementara itu, HM Sampoerna masih akan meluncurkan beragam produk baru dengan target pasar yang berbeda. Saat ini keberadaan produk A Mild menyasar pasar premium, produk U Mild untuk masyarakat menengah, sedangkan Magnum Mild yang baru saja diperkenalkan ke pasar untuk menyasar masyarakat menengah ke bawah.
HM Sampoerna cukup efisien karena satu mesin produksi dapat digunakan untuk memproduksi beragam produk karena kemasan rokok yang sama untuk semua produk. Berbeda dengan Gudang Garam yang memiliki satu mesin untuk setiap produknya.
Analis Bahana memperkirakan laba bersih HM Samperna hanya naik sekitar 1 persen menjadi Rp 12,87 triliun pada 2018, dari laba bersih tahun ini yang diperkirakan Rp 12,76 triliun. Bahana merekomendasikan beli dengan target harga Rp 4.200 per saham. (Lihat : Pemuka Agama Lintas Iman Sepakati Rokok Haram, Industri Rokok Tertekan?)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah | 1.379,53 | 1,02% | 5,18% | 7,30% | 8,82% | 19,45% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.089,71 | 0,44% | 5,40% | 6,62% | 7,08% | 2,64% | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.837,78 | 0,53% | 3,93% | 6,27% | 7,42% | 17,19% | 40,03% |
STAR Stable Amanah Sukuk | 1.075,16 | 0,66% | 3,97% | 6,64% | - | - | - |
Insight Renewable Energy Fund | 2.257,46 | 0,72% | 3,68% | 5,94% | 6,95% | 19,66% | 35,50% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.