Laba Bank Kecil Terus Menurun
Di sisi lain, laba bank besar semakin menggelembung
Di sisi lain, laba bank besar semakin menggelembung
Bareksa.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan perolehan laba bersih bank BUKU I dan BUKU II terus menurun dalam kurun waktu Januari-Juli 2017. Sedangkan bank BUKU III dan BUKU IV, justru menunjukkan peningkatan.
Dari data Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis oleh OJK, pada Januari 2017, bank BUKU I dan BUKU II mencatat penurunan laba masing-masing 18,61 persen dan 23,44 persen ke angka Rp153 miliar dan Rp1,07 triliun.
Sementara bank BUKU III di periode yang sama malah mencatat kenaikan tertinggi, yakni 44,96 persen ke angka Rp3,05 triliun. Sedangkan bank BUKU IV, kendati tidak meningkat pesat, masih menunjukkan pertumbuhan 4,57 persen ke angka Rp6,1 triliun.
Promo Terbaru di Bareksa
Setelah Januari 2017, bank BUKU I dan BUKU II masih menunjukkan penurunan laba. Hingga data terakhir pun, yakni Juli 2017, laba bank BUKU I dan BUKU II masih menurun 35,31 persen dan 7,54 persen ke angka Rp500 miliar dan Rp6,62 triliun. Padahal di saat yang sama, bank BUKU III dan BUKU IV mencatat kenaikan laba masing-masing 20,99 persen ke Rp21,21 triliun dan 22,78 persen ke Rp47,69 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengungkapkan, perolehan laba bank tergantung kapasitas bank dan tingkat efisiensinya. “Semakin efisien sebuah bank, maka semakin tinggi labanya. Begitu juga dengan kapasitasnya, kalau semakin besar, maka labanya semakin tinggi,” ujarnya di Jakarta belum lama ini.
Dia melanjutkan, jumlah bank saat ini memang relatif banyak. Pihaknya juga akan melihat dengan jumlah bank tersebut apakah masih efektif pengaruhnya terhadap perekonomian. “Kami akan lihat peran bank seperti apa, kalau tidak ada perannya terhadap perekonomian untuk apa. Nanti kami lihat apakah masih cocok dengan jumlah bank seperti ini,” katanya.
Menanggapi hal ini, Direktur Utama PT. Bank Dinar Indonesia Tbk (DNAR) Hendra Lie mengungkapkan, rasio margin bersih (net interest margin/NIM) perseroan memang menurun. Adapun posisi saat ini adalah 4,3 persen.
Penurunan NIM di Bank Dinar terjadi karena pihaknya harus memberikan suku bunga kredit yang jauh lebih rendah atau sama dengan bank besar untuk bisa menarik debitur. Pasalnya, perseroan sebelumnya berani menawarkan suku bunga kredit yang lebih tinggi karena jumlah pemain yang tidak banyak.
“Sekarang bank-bank BUKU III sudah main ke bisnis yang kami geluti sehingga kami harus entertain untuk bisa bersaing dengan bank-bank tersebut yang bisa memberikan suku bunga rendah dan LTV lebih tinggi,” ungkapnya.
Dari sisi biaya dana pun, Bank Dinar yang masih berstatus BUKU I juga tidak bisa bersaing dengan bank kelas atas yang memiliki rasio CASA yang lebih tinggi. Adapun rasio CASA Bank Dinar saat ini berada di angka 17,5 persen.
“Kami harus meningkatkan layanan dengan menggandeng ATM Bersama supaya nasabah mau memarkir dananya di Bank Dinar,” katanya.
Direktur Utama PT. Bank Ina Perdana Tbk (BINA) Edy Kuntardjo mengungkapkan, pihaknya masih mencatatkan penurunan laba dibandingkan tahun sebelumnya. Namun sampai akhir 2017, perseroan berharap bisa mencapai target laba sebesar Rp15 miliar.
Edy menjelaskan, penurunan laba tersebut terjadi karena perseroan harus memupuk pencadangan untuk mengantisipasi peningkatan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL). ”Ditambah pertumbuhan kredit saat ini juga masih rendah,” ungkapnya.
Sementara dari sisi NIM, pihaknya masih mencatat pergerakan NIM yang stabil di angka 4,5 persen. Rasio kredit terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR) juga terhitung longgar di kisaran 74 persen.
Kepala Keuangan dan Perencanaan Bisnis PT. Bank Sahabat Sampoerna Henky Suryaputra menjelaskan, pihaknya lebih memfokuskan pada pengembangan aset. Sedangkan pertumbuhan laba dijaga stabil, karena perseroan lebih fokus pada peningkatan kualitas aset.
“Sebagai bank kecil kami lebih fokus pada pertumbuhan aset, sedangkan pertumbuhan laba sangat tergantung pada recovery asset quality,” ucapnya.
Chief Economist PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) Anton Gunawan menjelaskan, dari sisi struktur dana pihak ketiga(DPK) hingga Juli 2017, bank BUKU I dan BUKU II memang masih didominasi oleh deposito. Akibatnya, rasio CASA kedua jenis bank tersebut tergolong rendah di angka 44 persen dan 45,5 persen.
"Sementara rasio deposito untuk bank BUKU I masih tinggi mencapai 56 persen dan BUKU II mencapai 54 persen," katanya.
Sementara terkait pertumbuhan DPK, di periode Juli 2017, bank BUKU I dan BUKU II juga menunjukkan penurunan pertumbuhan, yakni masing-masing menurun 41,7 persen dan 1,7 persen. Begitu juga dengan pertumbuhan kredit menurun 46,1 persen untuk BUKU I dan 4,5 persen untuk BUKU II. (K09)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah | 1.380,2 | 1,09% | 5,00% | 7,35% | 8,50% | 19,34% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.090,33 | 0,49% | 5,21% | 6,68% | 7,14% | 2,71% | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.838,73 | 0,53% | 3,93% | 6,33% | 7,43% | 17,20% | 39,76% |
STAR Stable Amanah Sukuk | 1.075,71 | 0,66% | 3,97% | 6,69% | - | - | - |
Insight Renewable Energy Fund | 2.259,31 | 0,74% | 3,72% | 6,02% | 7,00% | 19,69% | 35,52% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.