BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Tiga Penyebab Dolar AS Makin Perkasa, Rupiah Melemah Tembus Rp 13.600

04 Oktober 2017
Tags:
Tiga Penyebab Dolar AS Makin Perkasa, Rupiah Melemah Tembus Rp 13.600
Sejumlah pelajar memperhatikan keaslian uang NKRI saat mengikuti sosialisasi uang NKRI di Bank Indonesia, Tegal, Jawa Tengah, Kamis (12/1). Sosialisasi yang diikuti pelajar SMA/SMK tersebut untuk memberikan pengetahuan tentang uang baru NKRI dan informasi tentang keaslian rupiah. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/aww/16.

Sejak 20 September 2017 hingga 3 Oktober 2017, rupiah mengalami pelemahan 2,07 persen

Bareksa.com - Pelemahan rupiah dalam beberapa hari terakhir hingga mendekati level Rp 13.600 per dolar Amerika Serikat yang juga diikuti oleh beberapa mata uang negara lain khusunya kawasan Asia. Sejak 20 September 2017 hingga 3 Oktober 2017, rupiah mengalami pelemahan 2,07 persen, Rupee India 1,98 persen, Yen Jepang 1,06 persen, Yuan Cina 1,06 persen, dan dolar Singapore 0,74 persen. (Baca : IHSG Cetak Rekor Baru, Kenapa Asing Tetap Net Sell?)

Pergerakan Mata Uang Negara-negara Asia terhadap dolar AS

Illustration
Sumber : Yahoo! Finance

Promo Terbaru di Bareksa

Perkasanya dolar AS terhadap beberapa mata uang Asia diperkirakan disebabkan oleh beberapa faktor global antara lain :

1. Rencana Penurunan Pajak di Amerika Serikat

Beberapa hari yang lalu Presiden AS Donald Trump mengajukan proposal terbaru terkait dengan penurunan pajak di AS. Meskipun hal tersebut belum dibahas secara komprehensif dan belum ada keputusan mengenai akan diterima atau tidak proposal tersebut oleh Senat serta Kongres AS, tetapi hal ini memiliki dampak terhadap pasar.

Dampak dari sentimen tersebut akan memunculkan harapan baru bahwa ekonomi AS diperkirakan tumbuh lebih cepat sehingga mendorong Bank Sentral AS (The Federal Reserve) menaikkan suku bunganya lebih cepat dari yang diperkirakan. Akibatnya nilai dolar AS semakin menarik sehingga berpotensi menyebabkan capital outflow dari emerging market. (Lihat : Indeks Dolar AS Naik, Reksa Dana Ini Kalahkan Kinerja IHSG Sepanjang 2017)

2. Pernyataan Gubernur The Fed

Gubernur The Fed, Janet Yellen, pada pekan lalu memberikan pernyataan yang mengatakan bahwa kenaikan suku bunga The Fed pada Desember nanti kemungkinan akan lebih tinggi. Padahal, sebelumnya pasar masih belum percaya AS akan kembali menaikan suku bunganya. Namun, dengan pernyataan tersebut, kenaikan ketiga ini akan terjadi di Desember.

Sebelumnya dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada 20 September 2017 waktu AS, The Fed mengumumkan untuk menahan suku bunganya di level 1 - 1,25 persen namun juga mengindikasikan peluang satu kali kenaikan di akhir tahun ini. (Baca : Rupiah Melemah Tembus Rp 13.500 per Dolar AS, Ini Analisa Faktor dan Dampaknya)

3. Spekulasi Pergantian Gubernur The Fed

Muncul spekulasi mengenai pergantian Gubernur The Fed pada awal 2018 . Teradapat seorang calon yang memiliki pandangan bahwa lebih baik menghadapi situasi moneter yang ketat.

Hal-hal itu diperkirakan menjadi penyebab fluktuasinya beberapa mata uang terhadap dolar AS, namun tentu semua akan kembali kepada kekuatan fundamental ekonomi masing-masing negara. (Baca : BUMN Didorong Manfaatkan Pasar Global untuk Terbitkan Obligasi Rupiah)

Dampak Pelemahan Rupiah

Dampak dari melemahnya rupiah juga dikhawatirkan oleh Kamar Dagang Industri Indonesia (Kadin) yang mengatakan bahwa dampak yang kerap dirasakan oleh beberapa pengusaha dari melemahnya rupiah adalah melesetnya anggaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

"Tapi ada range tertentu yang sudah mereka masukan di plan mereka di budgeting mereka. Misalnya maksimum Rp 13.500 per dolar AS. Bawahnya Rp13.300 per dolar AS. Kembali lagi bukannya membahayakan tapi ini bisa membuat mis target dari perusahaan yang sudah melakukan budgeting," jelas Ketua Umum Kadin Rosan P Roeslani.

Selain itu, industri yang memiliki eksposur besar terhadap bahan baku impor tentu juga akan semakin terbebani mengingat mereka harus membayar biaya lebih mahal akibat dari melemahnya rupiah.

Namun di sisi lain, kondisi fundamental perekonomian Indonesia sampai saat ini masih cukup baik, sehingga dampak dari adanya sentimen-sentimen tersebut tidak terlalu berdampak besar. Hal tersebut dapat dilihat dari neraca pembayaran Indonesia yang sehat, bahkan BI merevisi ke atas surplus neraca pembayaran menjadi US$ 11 miliar dari US$ 6 miliar di awal tahun. (Baca : Ini Ulasan Bank Dunia Soal Proyeksi Ekonomi Indonesia di 2017 dan 2018)

Prediksi Angka Inflasi

Selain itu, angka inflasi pun terjaga dengan baik yakni sebesar 0,13 persen di September 2017 atau 3,7 persen secara tahunan. Inflasi Indonesia pun diyakini akan di bawah 4 persen sepanjang 2017 ini. Kemudian, pertumbuhan ekonomi juga akan membaik di mana kuartal tiga akan berada di angka 5,1-5,2 persen dan kuartal empat 5,1-5,4 persen.

Kemudian penurunan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) dari 4,5 persen menjadi 4,25 persen pada Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia juga diharapkan mampu menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ini merupakan penurunan suku bunga acuan kedua di 2017 setelah pada 22 Agustus lalu BI memangkas BI 7-day Reverse Repo Rate dari 4,75 persen menjadi 4,5 persen. (Lihat : Inflasi September 0,13 Persen, di Atas Ekspektasi Konsensus)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.382,65

Up0,56%
Up4,26%
Up7,54%
Up8,69%
Up19,21%
-

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.093,4

Up0,43%
Up4,43%
Up6,99%
Up7,44%
Up2,54%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.079,4

Up0,60%
Up3,98%
Up7,06%
Up7,74%
--

Capital Fixed Income Fund

1.844,45

Up0,53%
Up3,89%
Up6,66%
Up7,38%
Up17,02%
Up40,39%

Insight Renewable Energy Fund

2.270,42

Up0,81%
Up3,88%
Up6,54%
Up7,20%
Up20,19%
Up35,64%
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua