Rupiah Melemah Tembus Rp 13.500 per Dolar AS, Ini Analisa Faktor dan Dampaknya
Hal tersebut terbilang wajar di tengah penurunan suku bunga menjadi 4,25 persen
Hal tersebut terbilang wajar di tengah penurunan suku bunga menjadi 4,25 persen
Bareksa.com - Kurs rupiah menembus posisi Rp 13.492 per dolar AS berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) hari ini, Jumat (29/9/2017). Data yang diterbitkan BI pagi ini terpantau pada pukul 10.00 WIB menempatkan Jisdor di Rp 13.492 per dolar AS, terdepresiasi 0,2 persen atau 28 poin dari posisi Rp 13.464 pada Kamis (28/9).
Bareksa menganalisa dan mendapatkan beberapa fakta menarik yang membuat Rupiah dan bond yield melemah signifikan di beberapa hari ini. Berikut datanya :
1. Indeks USD (DXY) Naik Signifikan Hingga 93,2
Promo Terbaru di Bareksa
Penguatan Indeks dolar AS atau USD menjadi dasar atas pelemahan mata uang yang terjadi di belahan dunia. Mayoritas mata uang dunia bergerak melemah, tidak hanya mata uang negara maju, tetapi juga mata uang negara berkembang termasuk rupiah.
Grafik: Pergerakan DXY Sejak July 2017
Sumber : Marketwatch.com
Meski menguat, Indeks USD yang saat ini berada di level 93,2 menggambarkan bahwa harga dolar AS diperdagangkan di level discount atau lebih murah 6,8 persen dari harga wajarnya di level 100. Untuk diketahui, level 100 dijadikan sebagai level base atau dasar dari suatu indeks.
2. Rupiah Terdepresiasi
Senada dengan pergerakan Indeks USD yang menguat, pelemahan terhadap rupiah pun tak terelakkan.
Grafik: Pergerakan USD/IDR
Sumber : Investing.com
Rupiah pada saat ini diperdagangkan di kisaran Rp 13.447 per dolar AS. Keadaan ini merupakan posisi terendah di bulan ini.
3. Yield 10 year Obligasi Pemerintah Indonesia
Untuk mengukur risiko perekonomian di Indonesia, mayoritas para pelaku pasar mengacu pada benchmark 10 year Government Bond, mengingat obligasi tersebut paling likuid dan banyak ditransaksikan di pasar.
Apabila yield meningkat, maka hal tersebut menggambarkan risiko perekonomian di suatu negara meningkat. Hal ini diikuti oleh tingginya ekspektasi return yang diharapkan oleh investor yang membuat yield berpotensi menguat secara persentase sehingga secara umum berdampak pada penurunan harga obligasi itu sendiri dan begitupun sebaliknya.
Grafik: Government Bond Yield 10 year
Sumber : Investing.com
Secara jangka panjang, terlihat yield 10 year Government Bond cenderung menurun sehingga rata-rata harga obligasi khususnya yang dijadikan benchmark cenderung diperdagangkan di atas par sepanjang Tahun 2016.
Namun, pada perdagangan hari ini, 29 September 2017 yield obligasi cenderung bergerak melemah berbalik arah dalam jangka pendek bahkan telah kembali menyentuh 6,57 persen hanya dalam 4 hari, setelah pada 25 September yield obligasi berada di level 6,26 persen. Sebelumnya, beberapa riset sekuritas memproyeksikan bahwa batas penguatan bond yield berada di kisaran 6,4 – 6,5 persen.
Hal tersebut terbilang wajar di tengah penurunan suku bunga menjadi 4,25 persen disertai dengan melemahnya mata uang rupiah mengingat korelasi antara rupiah dan laju yield obligasi cenderung positif.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,65 | 0,56% | 4,26% | 7,54% | 8,69% | 19,21% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,4 | 0,43% | 4,43% | 6,99% | 7,44% | 2,54% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,4 | 0,60% | 3,98% | 7,06% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,45 | 0,53% | 3,89% | 6,66% | 7,38% | 17,02% | 40,39% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.270,42 | 0,81% | 3,88% | 6,54% | 7,20% | 20,19% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.