Bareksa.com - Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed) mengumumkan untuk menahan suku bunga acuan di level 1 - 1,25 persen dalam rapat Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) Rabu pekan lalu. The Fed mengindikasikan peluang satu kali lagi kenaikan suku bunga pada akhir 2017.

Pada saat bersamaan, Bank Sentral Negeri Abang Sam memulai langkah untuk menarik kembali stimulus ekonomi yang dikucurkan sejak krisis finansial Tahun 2008. The Fed akan mengurangi neraca bulan depan. Neraca The Fed telah melonjak hingga tembus US$ 4,5 triliun.

Guna mewaspadai wacana penurunan neraca Bank Sentral AS itu, analisis Bareksa menilai hal ini bisa berdampak pada ekonomi dunia dan pasar keuangan global.

Penurunan neraca The Fed bisa menyebabkan adanya potensi kontraksi. Apalagi, The Fed telah merealisasikan kenaikan Fed Fund Rate (FFR) sebanyak dua kali tahun ini. (Baca juga : The Fed Pertahankan Suku Bunga, Stimulus Ekonomi AS akan Dikurangi Bulan Depan)

Ekonomi global bisa tumbuh lebih rendah dari proyeksi jika konsolidasi ekonomi di negara besar tidak sesuai harapan. Karena itu, Bank Indonesia harus bisa mengendalikan inflasi di tengah penurunan suku bunga yang sudah terjadi 2 kali di tahun ini.

Grafik : Perbandingan Inflasi dan Suku Bunga Indonesia

Sumber : Bank Indonesia, diolah Bareksa

Tantangan Penerimaan Pajak

Sementara dari dalam negeri, tantangan di sisa Tahun 2017 adalah masih seputar bagaimana meningkatkan penerimaan pajak untuk memperluas ruang stimulus fiskal. (Lihat juga : Harga Minyak Naik di Agustus, 98 Persen Konsensus Yakin Suku Bunga The Fed Tetap)

Rencana pengurangan aset The Fed akan diawali dengan tidak mengganti mengganti obligasi - surat utang pemerintah AS (Treasury) dan efek beragun aset - yang jatuh tempo, yang sebelumnya sengaja dibeli untuk mengatasi krisis ekonomi AS.

Menurut perhitungan Institute of International Finance (IIF) - salah satu pemantau arus modal global paling berpengaruh - langkah tersebut akan memangkas neraca The Fed sekitar US$ 200 miliar pada tahun depan. Perhitungan itu dengan asumsi bahwa pada saat ini The Fed tetap menginvestasikan kembali sebagian dananya. (Baca : BI Kembali Pangkas Suku Bunga Acuan Jadi 4,25 Persen, Ini Alasannya)

Direktur senior IIF, Sonja Gibbs mengestimasikan, bahwa setiap pengurangan kepemilikan Treasury oleh The Fed senilai US$ 65 miliar, akan setara dengan US$ 6,5 triliun penurunan aliran dana portofolio, berupa obligasi dan ekuitas yang dibeli investor asing di negara berkembang (emerging market/EM), dengan asumsi tidak ada perubahan faktor lain, seperti dikutip Reuters.

Emerging market masih menjadi wilayah dengan tempat investasi yang paling menarik dari segi imbal hasil di 2017, ketika biaya pinjaman secara global dan kurs dolar AS sedang lemah, pertumbuhan ekonominya meningkat dan harga komoditas pulih dari kejatuhan. (Lihat : Suku Bunga BI Turun, 4 Faktor Ini Dorong Yield Obligasi di Area Premium 6,27%)