BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Konsep KIK EBA Sudah ada di Indonesia Sejak 1970-an? Simak Ulasannya

04 September 2017
Tags:
Konsep KIK EBA Sudah ada di Indonesia Sejak 1970-an? Simak Ulasannya
Presiden Joko Widodo (kiri ke-3) bersama Menteri Badan Usaha Milik Negara, Rini Soemarno (tengah), pada acara pencatatan perdana Kontrak Investasi Kolektif – Efek Beragun Aset (KIK – EBA) Mandiri – PT Jasa Marga, Tbk. (JSMR 01) Surat Berharga Hak Atas Pendapatan Tol Jagorawi di Bursa Efek Indonesia, Kamis, 31 Agustus 2017. (Biro Pers Setneg)

Misalnya saja di Palembang, tahun 1970-an sudah ada lebak lebung

Bareksa.com – Pekan lalu PT Jasa Marga Tbk (JSMR) menerbitkan kontrak investasi kolektif (KIK) efek beragun aset (EBA) Surat Berharga Pendapatan Jalan Tol Jakarta Bogor Ciawi (Jagorawi). Sebelum Jasa Marga menggalang dana menggunakan KIK EBA, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) juga sudah beberapa kali menerbitkan KIK EBA. Namun begitu, jauh sebelum Jasa Marga dan BTN merilis KIK EBA, sebenarnya sudah ada konsep sekuritisasi di Indonesia.

“Misalnya saja di Palembang, tahun 1970-an sudah ada lebak lebung,” ujar Director Invesor Relation dan Chief Economist, Bahana TCW, Budi Hikmat, di Jakarta, Ahad, 3 September 2017.

Budi menjelaskan, ketika desa di Palembang memerlukan dana, diadakan penawaran lebak lebung, yaitu hak pengelolaan anak sungai kepada warga. Lelang ini dilakukan transparan. Pemenangnya, dapat menguasai ruas anak sungai dalam kurun waktu satu tahun. Desa mendapatkan dana tunai di muka untuk berbagai keperluan, sementara warga yang menjadi investor dapat menguasai anak sungai yang merupakan tempat ikan berbiak. (Baca juga : KIK EBA JSMR Resmi Dicatatkan, Ini Analisis Skema dan Aset yang Disekuritisasi)

Promo Terbaru di Bareksa

Ikan yang masuk ke anak sungai menjadi hak dari pemenang lelang tersebut. Bisa jadi, konsep sekuritisasi seperti ini ada juga di daerah lain dengan nama dan aset yang berbeda. Pada masa kini, konsep tersebut dapat diterapkan pada aset-aset perusahaan seperti piutang dan arus kas. Tagihan kartu kredit, listrik, tagihan kendaraan bermotor, bahkan premi asuransi merupakan aset yang dapat disekuritisasi.

Pembangunan infrastruktur memang membutuhkan dana yang tidak sedikit. Mengandalkan dana dari kucuran anggaran pemerintah tidak akan cukup untuk membangun infrastruktur yang direncanakan. Sumber pendanaan lain seperti dari kalangan swasta tetap diperlukan.

Perbankan juga tidak dapat selalu dibebankan untuk menjadi perantara antara investor swasta dengan proyek-proyek infrastruktur melalui kucuran kreditnya. Pasar modal, dapat mengambil peran lebih besar untuk mempertemukan antara investor dengan pemilik proyek infrastruktur yang memerlukan dana.

Jasa Marga melakukan sekuritisasi atas pendapatannya di ruas tol Jagorawi selama lima tahun ke depan. Investor mendapatkan imbal hasil berupa bunga. Dengan sekuritisasi tersebut, Jasa Marga mendapatkan dana tunai dalam jumlah besar yang antara lain digunakan untuk pembangunan ruas-ruas tol lainnya. (Baca juga : JSMR Sekuritisasi Tol Jagorawi, Jokowi : Sekuritisasi Bisa Kurangi Beban APBN)

Terbitkan Reksa Dana Penyertaan Terbatas

Dalam mendukung pembiayaan infrastruktur, Bahana TCW juga mengeluarkan reksa dana penyertaan terbatas (RDPT). Soni Wibowo, Direktur Investasi Bahana TCW mengatakan Bahana sudah meluncurkan RDPT Pelabuhan dengan nilai sebesar US$ 35 juta atau sekitar Rp 465 miliar.

“Produk ini sudah jalan, investor suda berkomitmen dan proyek sudah ada,” jelas Soni.

Dana yang dihimpun akan digunakan untuk mengakuisisi areal di Pelabuhan Tanjung Priok agar dapat direvitalisasi. RDPT merupakan produk reksa dana yang ditawarkan maksimal hanya kepada 50 investor saja dan langsung berinvestasi pada proyek-proyek di sektor riil. Umumnya, investor yang diundang adalah institusi. Selain RDPT Pelabuhan, Bahana TCW juga sedang membicarakan rencana penerbitan RDPT Jalan Tol. (Baca juga : Produk Sekuritisasi Diapresiasi Jokowi, Begini Kinerja Saham dan Keuangan JSMR)

“Tahun 2018, kami juga akan menerbitkan RDPT jalan tol dengan nilai sebesar Rp 5 triliun. Pembahasan sudah dimulai,” tambah Soni.

Diharapkan dengan produk-produk reksa dana yang terkait dengan proyek infrastruktur tersebut, pendanaan dari pasar modal ke infrastruktur semakin besar. Pembangunan infrastruktur dapat berlanjut, para investor pun memiliki berbagai macam alternatif investasi. (Lihat juga : Setelah JSMR, PLN Segera Rilis KIK-EBA Rp 10 Triliun pada September)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.384,88

Up0,21%
Up4,05%
Up7,72%
Up8,08%
Up19,46%
Up38,34%

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.095,38

Up0,14%
Up4,09%
Up7,18%
Up7,47%
Up3,23%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

autodebet

1.084,98

Up0,55%
Up4,00%
Up7,61%
Up7,79%
--

Capital Fixed Income Fund

autodebet

1.853,59

Up0,53%
Up3,86%
Up7,19%
Up7,36%
Up17,82%
Up41,07%

Insight Renewable Energy Fund

2.287,69

Up0,82%
Up4,11%
Up7,35%
Up7,53%
Up19,98%
Up35,83%
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua