Sektor Pertambangan & Agrikultur Pimpin Pertumbuhan Laba Emiten Q1-2017
Dari 415 emiten yang sudah melaporkan keuangan, tercatat akumulasi laba sebesar Rp79,77 triliun
Dari 415 emiten yang sudah melaporkan keuangan, tercatat akumulasi laba sebesar Rp79,77 triliun
Bareksa.com – Bursa Efek Indonesia (BEI) telah merangkum kinerja keuangan emiten-emiten saham di sepanjang kuartal pertama 2017 (Q1-2017). Secara umum, sebagian besar emiten membukukan kinerja baik, terutama dari catatan laba yang dipimpin oleh sektor pertambangan (mining) dan agrikultur (agriculture).
Lebih rinci, BEI memaparkan, sebanyak 326 perusahaan tercatat berhasil membukukan laba bersih, sebanyak 247 perusahaan mengalami peningkatan laba bersih, 168 perusahaan mengalami penurunan laba bersih. Di sisi lain, 89 perusahaan mengalami rugi bersih dan 7 perusahaan membukukan ekuitas negatif. Pertumbuhan ini dihitung berdasarkan kinerja Januari-Maret 2017 dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.
BEI juga merekapitulasi kinerja 415 perusahaan dengan data; total aset naik 11,4 persen dari Rp7.946,36 triliun menjadi Rp8.850,45 triliun, total ekuitas naik 14,5 persen dari Rp2.154,67 triliun menjadi Rp2.467,04 triliun. Sementara, pendapatan naik 6,5 persen dari Rp618,8 triliun menjadi Rp659,32 triliun, dan laba bersih naik 14,7 persen dari Rp69,51 triliun menjadi Rp79,77 triliun.
Promo Terbaru di Bareksa
Dari beberapa perusahaan yang telah menyampaikan laporan keuangan dalam tiga bulan, Direktur Penilaian BEI Samsul Hidayat melihat, dua sektor mencatat peningkatan kinerja cukup tinggi, yakni pertambangan dan agrikultur.
Samsul memaparkan, peningkatan laba kumulatif sektor mining mencapai di atas 100 persen, disebabkan oleh meningkatnya laba perusahaan tercatat pada sub-sektor pertambangan batubara. Sebagai contoh, PT Bayan Resources Tbk (BYAN) mencatat peningkatan kinerja yang signifikan dengan laba sebesar US$55,97 juta pada kuartal pertama 2017 dibandingkan rugi bersih sebesar US$1,3 juta pada periode sama tahun lalu.
Grafik: Rangkuman Pertumbuhan Laba Bersih Sektoral & Indeks Kuartal I 2017
Sumber: BEI, diolah Bareksa.com
“Peningkatan yang cukup signifikan juga dialami oleh perusahaan tercatat pada sub-sektor pertambangan batu bara yang lain. Hal ini tentunya didorong oleh peningkatan harga batu bara itu sendiri, yang meningkat cukup tinggi pada tahun 2016 (74 persen dari tahun sebelumnya), dan peningkatan tersebut dimulai dari Q2 2016,” terang Samsul, Kamis, 18 Mei 2017.
Sementara itu, sektor agrikultur juga mencatat peningkatan laba kumulatif di atas 100 persen, disebabkan oleh meningkatnya laba perusahaan tercatat pada sub-sektor perkebunan (plantation), khususnya minyak sawit mentah (CPO). Sebagai contoh, laba bersih PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) sebesar Rp469,7 miliar kuartal pertama 2017, meningkat lebih dari 10 kali lipat jika dibandingkan Rp45 miliar pada periode sama tahun lalu. Kendati cukup fluktuatif, harga CPO juga meningkat cukup signifikan pada tahun 2016 (34,2 persen dibanding tahun sebelumnya).
Faktor Pendorong
Terkait kinerja positif sebagai emiten di BEI, Samsul menyampaikan beberapa faktor pendorongnya. Pertama terkait pertumbuhan produk domestik bruto (GDP) Indonesia yang cukup tinggi. Samsul memaparkan, Indonesia membukukan pertumbuhan GDP sebesar 5,02 persen pada tahun 2016, atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi dunia (3,1 persen). Pada tahun 2017, target pertumbuhan GDP ini sebesar 5,1 persen.
Selain itu, Samsul juga melihat adanya tingkat inflasi yang tetap terjaga. “Walaupun mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, tingkat inflasi Indonesia pada tahun 2016 masih dapat terjaga pada level 3,02 persen, jauh di bawah target APBN sebesar 4,7 persen,” ucap Samsul.
Dengan beberapa faktor itu, berarti dapat dikatakan bahwa saat ini, Indonesia masih memiliki ruang yang cukup untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan kebijakan ekonomi yang ekspansif.
Samsul juga mencermati kebijakan ekonomi yang ekspansif. Menurut Samsul, pemerintahan saat ini memiliki kebijakan ekonomi yang ekspansif untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Faktor lainnya adalah harga komoditas.
“Sesuai dengan kinerja yang terjadi pada tahun 2016, harga komoditas terus membaik jika dibandingkan dengan tahun 2015 ke 2016. Hal ini menyebabkan perusahaan tercatat yang bergerak di bidang komoditas mendorong pencapaian positif kinerja perusahaan tercatat,” jelas Samsul. (hm)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.