BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Enggan Akhiri Kontrak Karya, Ini Pernyataan Bos Freeport McMoran

20 Februari 2017
Tags:
Enggan Akhiri Kontrak Karya, Ini Pernyataan Bos Freeport McMoran
President dan CEO Freeport-McMoRan Inc Richard C Adkerson (kanan) berjabat tangan dengan Penasihat Senior PT Freeport Indonesia Chappy Hakim (kiri) usai konferensi pers di Jakarta. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Freeport mengancam untuk menuntut pemerintah ke lembaga penegakkan hukum internasional

Bareksa.com - Freeport McMoran Inc., induk dari PT Freeport Indonesia (PTFI), masih enggan untuk memenuhi aturan baru yang diterapkan oleh Pemerintah RI. Induk dari perusahaan tambang emas itu bahkan mengancam untuk menuntut pemerintah ke lembaga penegakkan hukum internasional demi menjaga keberlangsungan bisnis setelah empat dekade beroperasi di Indonesia.

Skema pengenaan pajak baru menjadi topik utama yang memberatkan Freeport setelah sejak 1967 menikmati bisnis tambang di Indonesia. Sebelumnya, Freeport tidak bisa melanjutkan ekspor karena terhalang dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2016 yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017. Di dalam peraturan tersebut, izin ekspor bisa diberikan asal izin usaha berbentuk Kontrak Karya (KK) berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Pemerintah akhirnya mengubah status izin usaha Freeport dari KK menjadi IUPK pada pekan lalu yang berlaku hingga izin operasional kadaluwarsa, yaitu tahun 2021.

Richard C. Adkerson, President dan CEO Freeport McMoran Inc., berpendapat bahwa pihaknya melakukan upaya itikad baik untuk selalu tanggap terhadap perubahan hukum dan peraturan di Indonesia. Akan tetapi, perusahaan menilai bahwa sudah ada dampak negatif dari aturan baru terhadap operasinya di tambang Grasberg, Papua.

Promo Terbaru di Bareksa

"Kami tidak dapat melepaskan hak-hak hukum yang diberikan oleh Kontrak Karya yang merupakan dasar dari kestabilan dan perlindungan jangka panjang bagi Perusahaan kami dan vital terhadap kepentingan jangka panjang para pekerja dan para pemegang saham kami. Kepastian hukum dan fiskal sangat penting bagi PTFI untuk melakukan investasi modal skala besar berjangka panjang yang diperlukan untuk mengembangkan cadangan kami di lokasi terpencil operasi kami di Papua," ujarnya dalam pernyataan tertulis yang diterima Bareksa 20 Februari 2017.

Dalam IUPK, Freeport harus membayar pajak dan royalti yang sebelumnya dibebaskan. Selain itu, Freeport juga harus divestasi hingga 51 persen di PTFI, dari sebelumnya hanya 30 persen. Hingga saat ini, nilai saham yang sudah didivestasi kepada Pemerintah RI sebanyak 9,36 persen.

Sebelumnya, Freeport telah mendiskusikan dengan Pemerintah untuk memperoleh jangka waktu enam bulan guna merundingkan perjanjian investasi ini. Ekspor akan diijinkan dan Kontrak Karya tetap berlaku sebelum ditandatanganinya perjanjian investasi tersebut. Namun demikian, Freeport tidak terima bila peraturan-peraturan Pemerintah saat ini mewajibkan Kontrak Karya diakhiri untuk memperoleh ijin ekspor.

Adkerson menyampaikan harapan dengan sungguh-sungguh bahwa perselisihan yang akan terjadi dengan Pemerintah dapat diselesaikan tetapi Freeport akan tetap memegang hak-haknya dan mengancam untuk membawa kasus ini ke pengadilan internasional. "Termasuk hak untuk memulai arbitrase untuk menegakkan setiap ketentuan-ketentuan Kontrak Karya dan memperoleh ganti rugi yang sesuai," katanya.

Freeport mengklaim telah melakukan investasi US$12 miliar dan sedang melakukan investasi sebesar US$15 miliar guna mengembangkan cadangan bawah tanah. Selain itu, perusahaan juga telah merekrut hingga 32.000 tenaga kerja Indonesia.

Mengutip Kontrak Karya, Freeport mengatakan Pemerintah telah menerima 60 persen manfaat finansial langsung dari operasinya di Indonesia. Pajak-pajak, royalti-royalti, dan dividen-dividen yang dibayarkan kepada Pemerintah sejak 1991 telah melebihi US$16,5 miliar sedangkan Freeport-McMoRan telah menerima US$10,8 miliar dalam bentuk dividen. Pajak-pajak, royalti-royalti, dan dividen-dividen di masa mendatang yang akan dibayarkan kepada Pemerintah hingga 2041 diperkirakan melebihi US$40 miliar.

Akhir pekan lalu, Freeport telah menyatakan keadaan kahar (force majeure) terhadap ekspor konsentrat tembaga dari tambang Grasberg di Papua. Hal ini pun diikuti dengan pengunduran diri Chappy Hakim, CEO PT Freeport Indonesia pada Sabtu 18 Februari 2017.

Freeport McMoran terancam akan kehilangan 19 persen pendapatannya di tahun 2016 apabila negosiasi dengan pihak pemerintah Indonesia tidak menemukan kesepakatan. Pasalnya, selain dilarang melakukan ekspor, kontrak yang akan berakhir di tahun 2021 akan mengakhiri kerjasama antara pemerintahan Indonesia dan perusahaan tambang asal Amerika tersebut.

Hal inipun terlihat dari kekhawatiran pelaku pasar yang memegang saham Freeport McMoran yang tercatat di bursa New York Stock Exchange (NYSE). (Baca juga: Pergerakan Ekspor Freeport Dibatasi, Pihak Mana Yang Rugi?)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.337,76

Up0,50%
Up3,71%
Up0,04%
Up4,77%
Up18,50%
-

Capital Fixed Income Fund

1.793,05

Up0,58%
Up3,35%
Up0,04%
Up6,97%
Up16,56%
Up39,91%

I-Hajj Syariah Fund

4.872,25

Up0,61%
Up3,20%
Up0,04%
Up6,18%
Up22,01%
Up40,68%

STAR Stable Amanah Sukuk

Produk baru

1.047,87

Up0,54%
Up3,63%
Up0,04%
---

Reksa Dana Syariah Syailendra OVO Bareksa Tunai Likuid

1.147,05

Up0,31%
Up2,62%
Up0,03%
Up4,98%
Up14,26%
-
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua