Utang Capai Rp96 Triliun, Ini Cara Penyelesaian Ala BUMI
Penyelesaian utang dilakukan di antaranya dengan penjualan aset dan konversi saham wajib
Penyelesaian utang dilakukan di antaranya dengan penjualan aset dan konversi saham wajib
Bareksa.com- Konglomerasi yang dimiliki oleh Keluarga Bakrie selalu memiliki cara untuk menyelesaikan utang tanpa harus membayar secara tunai. PT Bumi Resources Tbk (BUMI), perusahaan tambang batu bara yang terafiliasi Grup Bakrie ini, juga memiliki strategi penyelesaian utang yang cukup rumit. Perseroan pun sedang dalam proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) untuk sejumlah US$4,22 miliar yang jatuh tempo tahun ini.
Proses PKPU di pengadilan Niaga Jakarta Pusat tersebut dimohonkan oleh Castleford Investment Holding Ltd sebahgai pemilik dari piutang senilai US$50 juta. Sekretaris Perusahaan Bumi Resources, Dileep Srivastava menyatakan optimis dapat mencapai perdamaian dengan para kreditur selama proses penundaan kewajiban pembayaran utang sementara 45 hari.
“Sampai dengan saat ini belum diketahui ada atau tidaknya yang menolak atau menyetujui rencana perdamaian, oleh karena sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh tim pengurus, pembahasan dan voting atas rencana perdamaian baru akan dilakukan pada tanggal 6 Juni 2016. Namun perseroan berkeyakinan, bahwa mayoritas kreditor akan memberi dukungan serta menyetuji rencana perdamaian yang diusulkan perseroan,” ungkapnya dalam keterbukaan informasi.
Promo Terbaru di Bareksa
Jadwal dan Proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
Sumber: Keterbukaan Bursa
PKPU tersebut menyangkut sejumlah kreditur besar, termasuk China Investment Corporation (CIC), China Development Bank (CDB), dan obligasi konversi yang diterbitkan oleh anak usahanya. Total utang pokok plus bunga dan penalti tercatat BUMI per September 2015 sebesar US$7,3 miliar atau setara Rp96 triliun (kurs Rp13.200 per dolar AS).
Angka Rp96 triliun tersebut terdiri dari utang separatis (dengan jaminan aset atau harta yang dimiliki BUMI) senilai US$3,99 miliar dan utang konkruen (tanpa jaminan) mencapai US$3,34 miliar.
Tabel Utang Separatis dan Konkuren Bumi Resources
Sumber: Keterbukaan Informasi BUMI
Dalam rencana perdamaian tersebut, utang kepada kreditur separatis dan konkruen akan diselesaikan melalui konversi ke ekuitas perseroan, konversi ke anak usaha serta konversi ke mandatory convertible bond (MCB) dalam waktu 5 tahun. Sementara itu, utang perusahaan kepada kreditur konkruen lainnya akan diselesaikan melalui konversi ke saham perusahaan secara langsung dengan skema pembayaran balloon payment, yakni sistem pembayaran kredit yang dilakukan dengan pembayaran ringan di depan dan pelunasan di belakang.
Usulan Penyelesaian Restrukturisasi dari Bumi Resources
Sumber: Keterbukaan Informasi BUMI
Menurut proposalnya, utang separatis perusahaan yang beroperasi di wilayah Kalimantan itu selain ditukar dengan saham BUMI, juga akan dikonversi dengan saham di anak usahanya yaitu PT Dairi Prima Mineral, PT Kutai Bara Nusantara (dahulu PT Fajar Bumi Sakti), dan PT Pendopo Energi Batubara. Ketiga anak usaha tersebut memiliki izin usaha pertambangan (IUP) yang masih berlaku dalam periode yang panjang. Sayangnya, salah satu dari ketiga anak usaha tersebut belum berproduksi dan menghasilkan pendapatan. Dalam laporan paparan publik anak usaha BUMI, PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) tercatat bahwa produksi Dairi Prima baru akan dimulai pada semester I-2018.
Dairi Prima memegang kontrak karya (KK) berlaku 30 tahun sejak dimulainya periode operasi. Selain itu, Kutai Bara memegang IUP yang berlaku tinggal 2 tahun lagi, tetapi dapat diperpanjang kembali. Pendopo Energi juga memegang KK yang berlaku sampai tahun 2039. Berdasarkan peraturan UU Minerba tahun 2009 yang kini berlaku, para pemegang kontrak karya memang masih dapat beroperasi seiring dengan kontrak yang dipegang, akan tetapi akan mengalami perubahan (amandemen) setelah kontrak tersebut selesai.
Permasalahan yang dihadapi BUMI semakin pelik, saat operasional perseroan terganggu. Oleh sebab itu, manajemen harus memutar otak untuk melunasi utang-utangnya, apalagi saat harga komoditas yang semakin tertekan, perusahaan harus menahan diri untuk melakukan ekspansinya. Hingga saat ini, perseroan belum menyampaikan laporan keuangan tahunan 2015. Terlebih lagi, sejumlah izin pertambangan yang dipegang anak usahanya sudah kadaluarsa.
Operasional perusahaan jadi terganggu terkait masalah perizinan tersebut meski masih ada tumpuan utama yaitu di anak usaha PT Arutmin dan PT Kaltim Prima Coal (KPC). Perlu diketahui, ada 5 IUP yang dimiliki BUMI juga telah berakhir, yakni yang dimiliki oleh anak usaha PT Mitra Bisnis Harvest, PT Buana Mineral Harvest, PT MBH Mining Resources, PT Bintang Mineral Resources dan PT Mitra Jaya Nurcahyo. "Perpanjangan izin dari perusahaan itu masih dalam proses baik di pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah," tulis Dileep dalam keterbukaan informasinya.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,65 | 0,56% | 4,26% | 7,54% | 8,69% | 19,21% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,4 | 0,43% | 4,43% | 6,99% | 7,44% | 2,54% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,4 | 0,60% | 3,98% | 7,06% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,45 | 0,53% | 3,89% | 6,66% | 7,38% | 17,02% | 40,39% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.270,42 | 0,81% | 3,88% | 6,54% | 7,20% | 20,19% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.