BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

50.000 BUMDes untuk Melawan Arah Pembangunan yang Kota-Sentris, Bisakah?

14 Maret 2016
Tags:
50.000 BUMDes untuk Melawan Arah Pembangunan yang Kota-Sentris, Bisakah?
Menteri Desa Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jafar memberi penjelasan pada kegiatan sosialisasi keuangan desa di Fakultas Ekonomi, Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (13/2). Kegiatan yang diikuti sebanyak 60 kepala desa dan civitas akademik Unhas untuk mengoptimalisasikan penggunaan dana desa. ANTARA FOTO/Sahrul M

BUMDes di Cidahu, Jawa Barat, dinyatakan mampu memotong mata rantai tengkulak dan rentenir.

Bareksa.com - Kini, bukan hanya pemerintah pusat yang memiliki perusahaan, seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau pemerintah daerah yang memiliki Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Pemerintahan desa pun bisa membentuk dan memiliki Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

Keberadaan BUMDes ini diatur UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa. Sebagai suatu lembaga ekonomi, BUMDes dibangun atas inisiatif warga dan menganut asas mandiri. Ini berarti pemenuhan modal usaha BUMDes harus bersumber dari masyarakat. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan BUMDes dapat mengajukan pinjaman modal kepada pihak luar seperti pemerintah desa atau pihak ketiga lain. BUMDes memiliki perbedaan dengan lembaga ekonomi pada umumnya, karena hanya berfokus pada upaya peningkatan kesejahteraan penduduk desa (lihat tabel).

Tabel: Ciri Khas BUMDesa
Illustration
Sumber: Kementerian Desa

Promo Terbaru di Bareksa

Per tahun 2015, tak lama setelah UU Desa mulai berlaku, BUMDes mulai menggeliat. Data Kementerian Desa menunjukkan, sampai dengan Oktober 2015 tercatat sudah ada 1.022 BUMDes di seluruh Indonesia, tersebar di 74 kabupaten, 264 kecamatan, dan 1.022 desa. Yang terbanyak ada di Jawa Timur, 287 BUMDes; disusul di Sumatera Utara, 173 BUMDes.

Untuk memayungi usaha BUMDes tersebut sudah diterbitkan 45 Peraturan Daerah dan 416 Peraturan Desa. Jika dilihat dari total desa di Tanah Air sebanyak 74.093, jumlah BUMDes itu masih tergolong kecil, baru sekitar 1,4 persen.

Namun, jumlahnya terus merambat naik, kata Direktur Jenderal Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD) Kementerian Desa Ahmad Erani Yustika kepada media, awal Februari lalu. Sampai awal 2016 ini, Daerah Istimewa Aceh menjadi provinsi dengan jumlah BUMDes terbanyak, yaitu 6.474, disusul oleh: Jawa Timur (869), Sulawesi Utara (629), Sulawesi Tengah (496), dan Jawa Barat (416). “Fokus utama BUMDes ini menggerakan perekonomian lokal,” katanya.

Gambar : Sebaran BUMDes di Sejumlah Provinsi di Indonesia
Illustration
Sumber : Kemendes

Menurut Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar, jumlah BUMDes yang terbentuk sudah melampaui target, yang ditetapkan di angka 5.000 pada tahun 2015. "Kurang lebih sekarang ada 13.000 BUMDes. Target kami sudah terlampaui," katanya kepada Bareksa di kantornya, 23 Februari 2016. Dalam lima tahun, Marwan menyambung, kementeriannya menargetkan jumlah BUMDes yang terbentuk mencapai 50.000.

Menteri Marwan melihat kota-kota di Indonesia menawarkan berbagai potensi ekonomi yang bisa dikelola oleh BUMDes. Dia mencontohkan sudah banyak BUMDes yang berjalan dengan baik di Jepara, Medan, Bengkulu, Banda Aceh, dan banyak lainnya.

Selain itu, BUMDes didirikan untuk mengatasi sebuah permasalah kronis di Indonesia: arah pembangunan yang selalu berfokus ke kota, sehingga memicu gelombang urbanisasi besar-besaran. Desa tidak lagi menarik bagi warga dengan usia produktif. Karena itulah, masih kata Marwan, pemerintah berupaya membuat "magnet" di desa untuk meredam urbanisasi. Caranya, dengan merangsang pergerakan ekonomi kreatif dan produktif di desa-desa seluruh Indonesia melalui BUMDes.

Memotong rantai tengkulak

Berhasilkan konsep BUMDes ini?

Sudah ada kisah sukses, dari Desa Cidahu, Kecamatan Pasawahan, Kuningan, Jawa Barat. Keberadaan BUMDes di sini ternyata mampu memotong mata rantai ekonomi yang terlalu panjang.

Dirjen PPMD Ahmad Erani menerangkan Desa Cidahu memiliki tanah yang subur, di mana mayoritas warganya berprofesi sebagai petani. Setiap bulannya, ribuan ton sayuran dari desa ini dijual ke luar kota dan provinsi, termasuk Jakarta. Namun, sudah puluhan tahun sejak Indonesia merdeka, petani di Cidahu tak pernah menuai untung dengan marjin optimal dari sayuran yang mereka tanam dengan susah payah itu. Hasil panen mereka selalu diborong para tengkulak di bawah harga pasar.

Harga satu kilogram sayuran di pasar sekitar Rp1.500, tapi para tengkulak membelinya hanya seharga Rp500-750. Para petani harus gigit jari karena tak ada pilihan lain. Dengan adanya BUMDes, kata Erani, saat ini para petani Cidahu tidak lagi bergantung pada tengkulak untuk dapat menjual hasil panen dan pada rentenir yang menawarkan pinjaman modal dengan bunga mencekik.

Saat ini sayur bisa ditampung dan dijual melalui BUMDes dengan harga yang lebih menguntungkan. Selain itu, mereka juga bisa meminjam modal usaha, bahkan ikut memiliki saham BUMDes tersebut. Nantinya, hasil usaha BUMDes diharapkan bakal kembali ke masyarakat desa. "Hasil pertanian dijual melalui BUMDes sehingga mampu memotong mata rantai bisnis yang selama ini merugikan petani desa," kata Erani.

Bukan cuma itu, Erani menjelaskan Kementerian Desa sedang bekerja sama dengan pemerintahan Desa Cidahu membuat jaringan grosir yang dikelola BUMDes. Kementerian juga akan memfasilitasi pembuatan situs bagi BUMDes untuk mempromosikan dan memasarkan produk-produknya ke konsumen di luar Cidahu. (AD | kd)

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A

1.382

Up0,62%
Up4,28%
Up7,49%
Up8,46%
Up19,12%
-

Trimegah Dana Obligasi Nusantara

1.093,88

Up0,50%
Up4,52%
Up7,03%
Up7,49%
Up2,59%
-

STAR Stable Amanah Sukuk

1.079,02

Up0,66%
Up3,97%
Up7,02%
Up7,74%
--

Capital Fixed Income Fund

1.843,81

Up0,57%
Up3,89%
Up6,62%
Up7,39%
Up16,97%
Up40,15%

Insight Renewable Energy Fund

2.269,18

Up0,86%
Up3,86%
Up6,49%
Up7,17%
Up20,19%
Up35,64%
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua