BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Setya Novanto Sudah Lengser Sebagai Ketua DPR, Apa Kabar Divestasi Freeport?

18 Desember 2015
Tags:
Setya Novanto Sudah Lengser Sebagai Ketua DPR, Apa Kabar Divestasi Freeport?
Menteri ESDM Sudirman Said (kedua kiri) berbincang bersama Menteri Perindustrian Saleh Husin (ketiga kiri), Kepala Bapenas Sofyan Djalil (kiri) dan Senior Vice President Geo Services PT Freeport Indonesia Wahyu Sunyoto (kanan) saat meninjau tambang terbuka Grasberg saat melakukan kunjungan kerja di area PT Freeport Indonesia, Timika, Papua. ANTARA

Tenggat waktu penawaran divestasi 10,64% saham Freeport hingga Januari 2016

Bareksa.com - Masalah divestasi saham PT Freeport Indonesia (PTFI) belum jelas juntrungannya, meski batas waktu penawaran kepada pemerintah harus diajukan paling lambat Januari 2016. Di tengan proses rumit tersebut Setya Novanto akhirnya mengundurkan diri dari jabatan Ketua DPR akibat skandal "papa minta saham" yang mencatut nama Presiden Joko Widodo. Seperti diketahui, Setya Novanto dan pengusaha minyak dan gas M. Riza Chalid mencoba membantu memuluskan perpanjangan kontrak Freeport dengan imbalan saham Freeport Indonesia yang akan didivestasi dan saham pembangkit listrik Urumuka.

Divestasi saham oleh induk Freeport McMoran Inc yang berbasis di AS merupakan salah satu syarat agar perusahaan tambang emas tersebut masih dapat beroperasi di Indonesia. Seperti tertera dalam PP No. 77/2014, perusahaan tambang asing yang sudah beroperasi lebih dari lima tahun di Indonesia harus melepaskan kepemilikan saham (divestasi) secara bertahap.

Freeport, yang memiliki tambang terbuka dan bawah tanah di Grasberg, Papua, wajib mendivestasi 30 persen sahamnya kepada pemerintah atau pihak Indonesia secara bertahap. Pemerintah kini sudah memegang 9,34 persen saham Freeport Indonesia, maka sisa yang harus dilepaskan oleh induk dari AS tersebut sebesar 20,63 persen. Sebesar 10,64 persen seharusnya mulai ditawarkan sejak Oktober 2015 hingga Januari 2016.

Promo Terbaru di Bareksa

Berdasarkan PP No.77/2014, pada tahun keenam tambang beroperasi seharusnya saham investasi asing sudah dilepas 20 persen. Pada tahun kedelapan, total divestasi sebesar 25 persen saham dan total divestasi tahun kesepuluh menjadi 30 persen saham. Sebagai catatan, Freeport sudah beroperasi 41 tahun di Indonesia, tetapi karena aturan baru berlaku 2014, maka divestasi 20 persen baru dilakukan pada 2015.

Tabel: Kewajiban Divestasi Pemegang IUP Operasi Produksi Tambang Terbuka & Bawah Tanah

Illustration

Sumber: PP No. 77/2014

Berdasarkan tahapannya, pemerintah mendapat prioritas untuk mengambil saham Freeport Indonesia. Kalau pemerintah tidak mau, hak tersebut bisa ditawarkan ke pemerintah lokal, lalu ke badan usaha milik negara (BUMN) atau daerah (BUMD). Terakhir, bila tidak ada yang mampu membelinya, pihak swasta nasional diperbolehkan menawar melalui skema lelang.

Grafik: Prioritas Penawaran Divestasi Saham Tambang Asing

Illustration

Sumber: PP No. 77/2014

Akan tetapi, hingga saat ini belum ada penawaran nilai dari pihak Freeport. Pemerintah Indonesia pun belum memastikan skema pengambilalihan saham tambang emas tersebut. Hanya Menteri BUMN Rini Soemarno sempat menyebutkan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM/Antam) dan PT Indonesia Alumunium/Inalum (Persero) didorong untuk mengambilnya. Namun, belum jelas disebutkan asal dana Antam maupun Inalum untuk aksi tersebut.

Sesuai aturan, bila proses alur divestasi tersebut sudah sampai di pihak lelang swasta dan tidak ada pemenangnya, proses diulang kembali dari awal pada tahun berikutnya. Maka dari itu, proses divestasi ini dapat terus berlangsung berkepanjangan bila memang tidak ada yang berminat. Tidak disebutkan dalam aturan bahwa penawaran saham melalui bursa (IPO) merupakan satu opsi divestasi.

Ketentuan divestasi tersebut juga berlaku untuk perusahaan tambang lain, termasuk PT Newmont Nusa Tenggara (NNT). Akan tetapi, untuk NNT nilai divestasi lebih besar sekitar 51 persen karena masuk kategori pemegang IUP Operasi Produksi yang tidak melakukan pengolahan atau pemurnian sendiri. Untuk NNT, tahapan divestasi sebagai berikut.

Tabel: Kewajiban Divestasi Pemegang IUP Operasi Produksi Tidak Mengolah Sendiri

Illustration

Sumber: PP No. 77/2014

Dalam kasus Newmont, sisa saham yang harus didivestasikan tinggal 7 persen saja. Sejak 2009, pemerintah sudah ditawarkan tetapi tidak mengambilnya. Demikian juga salah satu BUMN, yaitu Antam sudah sering digaungkan untuk mengakuisisi sisa 7 persen saham NNT tetapi tidak pernah terwujud. Padahal, akuisisi saham produsen tembaga tersebut berpotensi memberi keuntungan besar bagi Antam.

Saat ini, mayoritas saham NNT sebanyak 56 persen dipegang oleh asing yaitu Nusa Tenggara Partnership BV (NTP). NTP sendiri dimiliki secara tidak langsung oleh Newmont Mining Corporation asal AS dan Nusa Tenggara Mining Corp. asal Jepang. Pemegang saham lokal saham NNT sebanyak 24 persen adalah PT Multi Daerah Bersaing (MDB), afiliasi dari PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS). Selain itu, PT Pukuafu Indah memiliki 17 persen dan PT Indonesia Masbaga Investama 2,2 persen.

Sebenarnya pemerintah pusat telah menunjuk Pusat Investasi Pemerintah (PIP) untuk membeli 7 persen saham NNT (divestasi periode 2010) tersebut. Bahkan PIP dan Nusa Tenggara Partnership B.V (pengendali saham NNT) telah menandatangani perjanjian jual beli saham sejak 6 Mei 2011 senilai US$ 246,8 juta.

Namun transaksi tidak juga selesai, maka perjanjian harus diperpanjang hingga lima kali. Divestasi saham terakhir NNT itu makin terkatung-katung karena pada Februari 2015 PIP dilebur ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Akhirnya, pemerintah menyerahkan persoalan divestasi Newmont Nusa Tenggara kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Hingga saat ini, setelah lima tahun berselang sejak penawaran terakhir saham NNT, pemerintah tidak juga mengeksekusi pengambilalihan saham perusahaan yang memiliki Tambang Batu Hijau di Pulau Sumbawa itu. Antam pun masih menunggu instruksi -- dan tentunya dana -- dari pemerintah bila memang didorong untuk mengambil alih saham NNT.

Hakikat ketentuan divestasi tersebut sejatinya adalah untuk memperbesar partisipasi lokal terhadap sumber daya mineral yang terkandung di Tanah Air. Divestasi juga diperlukan agar pemodal asing mendapatkan izin untuk terus beroperasi di Indonesia. Apapun keputusan pemerintah terhadap divestasi saham Freeport seyogyanya dapat memberi keuntungan bagi rakyat Indonesia dan kaum 'pribumi' pun bisa merasakan nikmatnya kue bagi hasil dari tambang emas terbesar di dunia tersebut.

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.337,58

Up0,49%
Up3,72%
Up0,04%
Up4,75%
Up18,40%
-

Capital Fixed Income Fund

1.792,73

Up0,56%
Up3,35%
Up0,04%
Up6,95%
Up16,60%
Up40,13%

I-Hajj Syariah Fund

4.871,33

Up0,59%
Up3,20%
Up0,03%
Up6,16%
Up22,01%
Up40,68%

STAR Stable Amanah Sukuk

Produk baru

1.047,73

Up0,53%
Up3,64%
Up0,04%
---

Reksa Dana Syariah Syailendra OVO Bareksa Tunai Likuid

1.147

Up0,31%
Up2,63%
Up0,03%
Up4,97%
Up14,27%
-
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua