BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Mampukah Bank Indonesia Pangkas Suku Bunga Seperti China & India?

02 Oktober 2015
Tags:
Mampukah Bank Indonesia Pangkas Suku Bunga Seperti China & India?
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo (tengah) berbincang dengan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara (kedua kiri), Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo (kiri), Ronald Waas (kedua kanan), Halim Alamsyah (kanan) usai menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) di Bank Indonesia, Jakarta, Selasa (19/5). BI memutuskan mempertahank

Bank Sentral China dan India memangkas suku bunga guna menahan perlambatan ekonomi

Bareksa.com - Mampukah Indonesia mengikuti jejak India dan China memangkas tingkat suku bunga demi mendorong pertumbuhan ekonomi?

Pada 29 September 2015, Bank Sentral India memotong suku bunga acuan 50 basis poin menjadi 6,75 persen untuk menopang rendahnya inflasi sepanjang semester pertama tahun ini. Berdasarkan pengamatan Bareksa, inflasi India memang berada pada level terendah sejak 2012. Hal ini menunjukan lemahnya daya beli masyarakat. Terbukti juga dari turunnya pertumbuhan ekonomi kuartal II-2015 ke level 7 persen dari kuartal sebelumnya 7,5 persen.

Illustration
Sumber: Tradingeconomics.com

Promo Terbaru di Bareksa

Dalam pernyataannya Gubernur Bank Sentral India, Raghuram Rajan mengatakan pemulihan ekonomi di India sudah terjadi tapi masih jauh dari target. Rajan mengatakan tetap akan memperhatikan langkah Bank Sentral Amerika yang akan menaikkan suku bunga. Namun karena inflasi berada jauh dari target pemerintah 6 persen akhir tahun ini mendorong pemerintah mengambil kebijakan ini.

Ternyata responnya cukup positif, pada 30 September 2015, indeks saham India loncat 1,45 persen diikuti juga dengan penguatan mata uang rupe 0,6 persen terhadap dolar Amerika.

Sebelumnya pada 25 Agustus 2015, Bank Sentral China juga memangkas suku bunga 25 basis poin menjadi 4,6 persen dan merupakan level bunga terendah sejak 1996. Hal ini dilakukan guna menahan agar pertumbuhan ekonomi China tidak jatuh di bawah level 7 persen.

Perlambatan ekonomi juga dirasakan oleh Indonesia yang pada kuartal dua tahun ini hanya tumbuh 4,67 persen dibanding kuartal sebelumnya 4,7 persen. Beberapa kalangan juga sudah mulai meminta Bank Indonesia menurunkan suku bunga sehingga memberi stimulus bagi konsumsi masyarakat. Alasannya kebijakan moneter lebih cepat dirasakan masyarakat ketimbang kebijakan fiskal, seperti belanja pemerintah.

Menurut Lanang Trihardian, investment analyst PT Syailendra Capital, sayangnya Indonesia tidak dapat menggunakan kebijakan moneter seleluasa China dan India, mengingat ekonomi Indonesia yang lebih fragile. China masih merasakan surplus transaksi berjalan terhadap PDB. Adapun India walaupun defisit, tetapi telah menyusut hingga 1,4 persen. Berbeda dengan Indonesia yang masih defisit 2,1 persen.

Illustration
Sumber: Tradingeconomics.com

Artinya ekspor China dan India masih jauh lebih stabil ketimbang Indonesia. Ketergantungan ekspor komoditas menyebabkan ketika siklus komoditas sedang lemah turut melemahkan nilai transaksi berjalan di Indonesia. Besarnya defisit ini membuat nilai tukar rupiah menjadi lebih rentan, sehingga rawan akan keluarnya dana investor asing seperti yang terjadi dalam dua bulan terakhir ini. (Baca juga: CHART OF THE DAY: Tingginya Outflow Dana Investor Asing Tidak Hanya Di Indonesia)

Inilah yang menyebabkan mau tidak mau dalam mengambil stimulus moneter, Bank Indonesia perlu menunggu kepastian langkah Bank Sentral Amerika.

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.337,76

Up0,50%
Up3,71%
Up0,04%
Up4,77%
Up18,50%
-

Capital Fixed Income Fund

1.793,05

Up0,58%
Up3,35%
Up0,04%
Up6,97%
Up16,56%
Up39,91%

I-Hajj Syariah Fund

4.872,25

Up0,61%
Up3,20%
Up0,04%
Up6,18%
Up22,01%
Up40,68%

STAR Stable Amanah Sukuk

Produk baru

1.047,87

Up0,54%
Up3,63%
Up0,04%
---

Reksa Dana Syariah Syailendra OVO Bareksa Tunai Likuid

1.147,05

Up0,31%
Up2,62%
Up0,03%
Up4,98%
Up14,26%
-
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua