Ekonomi China & The Fed Tak Pasti, Rupiah Tembus 14.000 per Dolar AS
Nilai tukar rupiah kembali ke level terlemah 17 tahun sejak krisis 1998
Nilai tukar rupiah kembali ke level terlemah 17 tahun sejak krisis 1998
Bareksa.com - Nilai tukar rupiah kembali melemah terhadap dolar AS, seiring dengan ketakutan pasar terhadap sentimen negatif dari ekonomi China dan kenaikan suku bunga The Fed yang belum pasti waktunya. Pelemahan rupiah juga dialami oleh mata uang regional, karena faktanya dolar AS yang semakin menguat.
Nilai tukar rupiah sempat terdepresiasi 0,76 persen dan menembus Rp14.047 per dolar AS pada perdagangan di pasar spot pagi ini dibanding level sebelumnya Rp13.941 per dolar AS. Nilai tukar rupiah tersebut sudah menembus titik terendah 17 tahun, yaitu sejak krisis 1998. IHSG sejak setahun terakhir sudah melemah 19,6 persen dari level Rp11.707 pada 25 Agustus 2014. (Baca juga: Kenaikan Bunga The Fed Belum Pasti, Nilai Tukar Rupiah Makin Terdepresiasi)
Selain itu, nilai tukar yuan juga melemah 0,11 persen menjadi 6,3959 per dolar AS. Ringgit Malaysia juga terdepresiasi 1,43 persen menjadi 4,228 per dolar AS dan baht Thailand juga melemah 0,16 persen ke 35,757 per dolar AS. Hanya yen Jepang yang menguat terhadap dolar AS yaitu terapresiasi 0,75 persen menjadi 121,12 per dolar AS.
Promo Terbaru di Bareksa
"Awalnya kekhawatiran ekonomi China, efek berikutnya adalah perdagangan dunia melambat. Yang paling terpukul nanti negara yang mengandalkan ekspor sebagai pemasukan utama," ujar Analis Paramitra Alfa Sekuritas Mohamad Adityo ketika dihubungi Bareksa.com
Data yang diolah Bareksa menunjukan bahwa perekonomian China sudah mulai melambat sejak 2010. Penyebab utamanya nilai tukar yuan terhadap dolar AS yang semakin hari semakin kuat. Pada 2005, yuan masih berada di level 8,2 per dolar AS. Kemudian penguatan terjadi sampai 2008, di mana yuan mencapai level 6,8 per dolar AS. Dari periode 2008 – 2010, yuan sempat bertahan di level 6,82 per dolar.
Akan tetapi, sejak 2010 sampai dengan saat ini, yuan kembali menguat sampai ke kisaran 6,2 per dolar AS. Naiknya yuan justru menyebabkan harga barang produksi China menjadi mahal dan kurang diminati di pasar global (ekspor). Inilah yang menyebabkan ekspor negara tersebut turun sampai 8,3 persen pada Juni 2015. (Baca juga: Sampai Kapan China Akan Lakukan Devaluasi? Ini Datanya)
Dengan kondisi ini, Bank Indonesia pun didesak segera turun tangan menjaga kestabilan rupiah. Sebelumnya, bank sentral telah menegaskan penggunaan rupiah untuk transaksi dalam negeri dan mengharamkan penggunaan dolar AS kecuali untuk transaksi tertentu yang diizinkan. Baru-baru ini, BI juga membatasi transaksi dolar AS tanpa jaminan (underlying) menjadi hanya US$25.000 dari sebelumnya US$100.000 per transaksi.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo mengatakan bank sentral akan terus berada di pasar untuk menjaga kestabilan rupiah terhadap dolar dan tidak akan ikut dalam kompetisi devaluasi. Namun, dia mengakui rupiah sudah undervalue dan pelemahannya terlalu tajam.
"Di negara lain, pelemahan mata uang adalah alat untuk menjaga daya saing tetapi Indonesia bergantung pada ekspor bahan baku primer dan tidak akan mendapat keuntungan dari melemahnya rupiah. Kita tidak akan ikut kompetisi devaluasi mata uang," katanya seperti dikuti Reuters.
Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo menilai bahwa rupiah masih terlihat kuat karena pelemahannya belum sampai 2 persen dalam sehari meskipun sudah menembus Rp14.000 per dolar AS. "Langkah-langkah fiskal dari Bank Indonesia terlihat efektif untuk meredam kepanikan," tulisnya dalam blognya 24 Agustus 2015.
Bersamaan dengan melemahnya rupiah, indeks harga saham gabungan (IHSG) juga anjlok hingga ke level terendah sejak 2013. IHSG pada perdagangan hari ini sempat menyentuh level 4.145 seiring dengan penurunan di semua sektor dalam bursa. (Baca juga: IHSG Anjlok 5% Seiring dengan Melemahnya Indeks EIDO)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.