BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Kenaikan Bunga The Fed Belum Pasti, Nilai Tukar Rupiah Makin Terdepresiasi

21 Agustus 2015
Tags:
Kenaikan Bunga The Fed Belum Pasti, Nilai Tukar Rupiah Makin Terdepresiasi
Karyawan menghitung pecahan uang dolar Amerika di Jakarta - (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Nilai tukar rupiah mencapai Rp13.941, mendekati level terlemah sejak krisis 1998

Bareksa.com - Nilai tukar rupiah semakin terdepresiasi terhadap dolar Amerika Serikat (AS) seiring dengan belum pastinya The Fed menaikkan suku bunga dan pemerintah China yang melakukan devaluasi terhadap yuan.

Pada perdagangan spot hari ini, nilai tukar rupiah mencapai Rp13.941,50 per dolar AS, atau terdepresiasi 0,41 persen. Nilai tukar rupiah semakin mendekati batas psikologis Rp14.000 per dolar AS yang pernah ditembus ketika krisis 1998.

Analis Paramitra Alfa Sekuritas Mohamad Adityo dalam risetnya mengatakan depresiasi rupiah kali ini terjadi karena dolar AS terus menguat. Ditambah lagi, Bank Sentral China memperlebar rentang perdagangan yuan menjadi 1,9 persen setelah selama ini nilai tukar itu dipatok stabil.

Promo Terbaru di Bareksa

Akan tetapi, riset Paramitra menunjukkan bahwa depresiasi nilai tukar tidak hanya terjadi pada rupiah saja. Mata uang beberapa negara berkembang, termasuk dalam kelompok G-20 juga melemah.

"Dalam kurun waktu 2013 hingga 2015 ini, tampak mata uang beberapa negara berkembang dalam kelompok G-20 mengalami pelemahan terhadap dolar AS. Bahkan mata uang Turki, Brazil, dan Rusia tampak terdepresiasi lebih dalam terhadap dolar AS dibanding rupiah," kata Adityo dalam riset yang sudah dibagikan pada nasabah itu.

Bahkan sanksi negara-negara barat terhadap Rusia terkait konfliknya dengan Ukraina semakin memperburuk kondisi rubel.

Grafik Perbandingan Pergerakan Nilai Tukar Sejumlah Negara Berkembang

Illustration

Sumber: Riset Paramitra

Dia menjelaskan bahwa mata uang negara-negara yang tergabung dalam kelompok G-8 juga tak lepas dari pelemahan terhadap dolar AS, kecuali yuan dan poundsterling Inggris yang relatif stabil. Yuan bisa stabil karena Bank Sentral China (PBoC) memang mematok nilai tukar mata uangnya terhadap dolar AS.

Namun, karena mata uang negara-negara pesaing China seperti Jepang, Korea, dan negara-negara zona Euro mengalami pelemahan terhadap dolar, yuan menjadi relatif mahal sehingga barang-barang ekspor China menjadi kurang kompetitif. Oleh sebab itu PBoC mendevaluasi yuan, untuk kembali menggenjot kembali ekspor China yang memang mulai melambat. (Baca juga: Sampai Kapan China Akan Lakukan Devaluasi? Ini Datanya

Dalam regional ASEAN, penguatan dolar AS juga terjadi meskipun tingkat apresiasi dolar tertinggi terhadap rupiah. Penyebabnya inflasi Indonesia paling tinggi di kawasan ini. Per Juli, data BPS menunjukkan bahwa inflasi mencapai 7,26 persen (year-on-year). Sepanjang tahun ini, rupiah sudah terdepresiasi 8,48 persen terhadap dolar AS.

Dengan kondisi ini, Bank Indonesia pun didesak segera turun tangan menjaga kestabilan rupiah. Sebelumnya, bank sentral telah menegaskan penggunaan rupiah untuk transaksi dalam negeri dan mengharamkan penggunaan dolar AS kecuali untuk transaksi tertentu yang diizinkan. Baru-baru ini, BI juga membatasi transaksi dolar AS tanpa jaminan (underlying) menjadi hanya US$25.000 dari sebelumnya US$100.000 per transaksi.

Beberapa kebijakan lainnya termasuk intervensi di pasar valas untuk menjaga volatilitas rupiah, pembelian surat berharga negara dalam pasar sekunder, dan melakukan operasi pasar terbuka. Selain itu, BI juga akan menyesuaikan frekuensi pertukaran valas menjadi seminggu sekali, dari sebelumnya dua kali seminggu.

Akan tetapi, Adityo menilai kebijakan pembatasan transaksi tersebut tidak terlalu signifikan untuk menahan depresiasi rupiah. Pasalnya, sentimen utama datang dari ketidakpastian The Fed untuk menaikkan suku bunga.

"Sekarang lebih concern ke timing kapan Fed naik. Kalau transaksi tidak banyak pengaruhnya, hanya saja bisa mengurangi volatilitas rupiah," ujarnya. Dia pun memperkirakan tahun ini rupiah akan menemukan titik keseimbangan baru pada rentang Rp13.500 -14.200 per dolar AS.

Seiring dengan pelemahan rupiah, pasar modal juga mengalami tekanan. Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada penutupan sesi pertama hari ini anjlok 2,05 persen ke level 4.350,75. Investor asing melakukan jual bersih hingga Rp222,3 miliar.

Grafik Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS

Illustration

Sumber: Bareksa.com

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.337,76

Up0,50%
Up3,71%
Up0,04%
Up4,77%
Up18,50%
-

Capital Fixed Income Fund

1.793,05

Up0,58%
Up3,35%
Up0,04%
Up6,97%
Up16,56%
Up39,91%

I-Hajj Syariah Fund

4.872,25

Up0,61%
Up3,20%
Up0,04%
Up6,18%
Up22,01%
Up40,68%

STAR Stable Amanah Sukuk

Produk baru

1.047,87

Up0,54%
Up3,63%
Up0,04%
---

Reksa Dana Syariah Syailendra OVO Bareksa Tunai Likuid

1.147,05

Up0,31%
Up2,62%
Up0,03%
Up4,98%
Up14,26%
-
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua