Target Ekspor Jokowi Naik 3X Lipat, Mungkinkah Tercapai?
Ekspor sejak 3 tahun terakhir dalam tren menurun
Ekspor sejak 3 tahun terakhir dalam tren menurun
Bareksa.com - Presiden Joko Widodo mencanangkan target pertumbuhan ekspor naik tiga kali lipat selama lima tahun hingga 2019. Target total ekspor mencapai US$528.9 miliar itu merupakan tantangan yang cukup berat karena Indonesia harus mampu meningkatkan manufaktur dan tidak bergantung pada ekspor minyak dan gas (migas) saja. Kenaikan ekspor ini menjadi pekerjaan rumah yang menantang bagi tim ekonomi yang baru masuk dalam jajaran Kabinet Kerja.
Untuk mencapai target tersebut, ekspor harus bertumbuh 200 persen dibanding 2014 yang mencapai US$176,3 miliar. Mungkin target itu tercapai?
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru, nilai ekspor Indonesia justru terus melorot. Pada Januari-Juni 2015 nilai ekspor hanya mencapai US$78,29 miliar, turun 11,86 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Promo Terbaru di Bareksa
Tren tiga tahun belakangan juga menunjukkan hal yang sama. Nilai ekspor terus menurun 13,4 persen pada 2014 menjadi US$176,3 miliar dibanding US$203,5 miliar pada 2012. Data historis tersebut pun membuat Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri pesimistis target ekspor lima tahun naik tiga kali lipat bisa tercapai.
"Optimisme sah-sah saja," ujarnya dalam blognya faisalbasri01.wordpress.com. "Masalahnya, ini mengurus perekonomian negara, bukan obral janji seperti di masa kampanye lagi. Segala sesuatu harus akuntabel dan kredibel, berdasarkan proyeksi atau prediksi yang terukur, karena target membawa konsekuensi pada program kerja dan instrumen kebijakan yang harus dipersiapkan serta termanifestasikan dalam pos anggaran di APBN."
Menurut perhitungan Faisal, kenaikan ekspor tiga kali lipat dapat tercapai bila ekspor migas dan non-migas dapat sama-sama tumbuh dengan tingkat yang sama. Maka, pada 2019 ekspor non-migas harus mencapai US$438 miliar dan ekspor migas US$90,9 miliar.
Untuk mencapai target, ekspor total harus naik 24,6 persen rata-rata setahun. Ekspor migas hampir pasti tak bisa naik karena sejauh ini Indonesia bahkan kekurangan pasokan untuk BBM. Katakanlah ekspor migas hanya tetap pada 2014, maka ekspor non-migas harus lebih digenjot, harus naik 28 persen rata-rata setahun.
Padahal, data terbaru justru menampilkan sebaliknya. Paruh tahun ini saja sudah mengalami penurunan. Kemerosotan ekspor sudah memasuki tahun keempat dan dialami oleh produk non-migas maupun migas.
Grafik Nilai Ekspor Indonesia & Pertumbuhan 2005-2015*
Sumber: BPS, Kementerian Perdagangan
Perkembangan terakhir ini sangat bertolak belakang dengan kondisi lima tahun sebelumnya pada 2008-2013. Selama kurun waktu lima tahun itu ekspor Indonesia naik 24,5 persen. Tetapi sangat jauh lebih rendah dari target kenaikan 2015-2019 sebesar 200 persen.
Faisal juga mengamati bahwa target pemerintah semakin terasa ganjil karena negara-negara top-30 hampir tanpa kecuali mengandalkan ekspor manufaktur. "Justru ekspor Indonesia masih sangat didominasi oleh komoditas primer yang harganya sangat bergejolak tajam seperti roller coaster," tulisnya.
Senada, Wakil Ketua KADIN Bidang Pedagangan dan Hubungan Internasional Chris Kanter mengatakan mendorong industri dalam negeri tidak cukup hanya perubahan fundamental saja. Setidaknya, ada tiga hal yang perlu diperbaiki.
"Untuk mendorong ekspor, daya saing produk perlu ditingkatkan. Kedua, produktivitas buruh harus lebih baik tidak hanya upahnya saja yang naik. Ketiga, biaya perlu dikendalikan seperti biaya energi listrik. Industri di Indonesia membayar tarif termahal, padahal dengan daya besar harusnya tarif lebih murah," katanya ketika dihubungi Bareksa.com.
Oleh sebab itu, target peningkatan ekspor tiga kali lipat dalam lima tahun tidak mudah untuk dicapai, apalagi dengan harga komoditas yang turun. Manufaktur harus lebih ditingkatkan. "Sekarang tinggal sisa empat tahun lagi, kekuatan industri harus digenjot untuk mencapai target itu," ujarnya.
Menurut dia, industri nasional yang sudah cukup kuat untuk menghadapi tantangan global termasuk 10 komoditas utama. Menurut Kementerian Perdagangan, 10 Komoditas Utama ekspor adalah tekstil, elektronik, karet dan produknya, sawit, kayu, alas kaki, otomotif, udang, kakao dan kopi.
Di sisi lain, Faisal menggarisbawahi keanehan target ekspor tiga kali lipat yang diungkapkan oleh Presiden Jokowi tersebut. Dalam dokumen resmi pemerintah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019, target pertumbuhan ekspor non-migas hanya 1 digit untuk 2015-2016 dan 2 digit untuk 2017-19. Rinciannya: 8,0 persen (2015), 9,9 persen (2016), 11,9 persen (2017), 13,7 persen (2018), dan 14,3 persen (2019).
RPJM tersebut sudah diberlakukan dengan Perpres No.2 Tahun 2015. Oleh karena itu, Faisal mempertanyakan apa dasar pemerintah mencanangkan target berbeda dengan dokumen yang sudah diresmikan.
"Apakah Presiden tidak sadar bahwa pencanangan itu bertetangan dengan Perpres yang ditandatanganinya sendiri? Kalau tiga kali lipat tercantum dalam Rencana Strategis Kementerian Perdagangan 2015-2019, lantas apa gunanya RPJM yang telah dibuat dengan susah payah dan hasil dari proses penggodokan bertahun-tahun?" katanya.
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.382,65 | 0,56% | 4,26% | 7,54% | 8,69% | 19,21% | - |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.093,4 | 0,43% | 4,43% | 6,99% | 7,44% | 2,54% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.079,4 | 0,60% | 3,98% | 7,06% | 7,74% | - | - |
Capital Fixed Income Fund | 1.844,45 | 0,53% | 3,89% | 6,66% | 7,38% | 17,02% | 40,39% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.270,42 | 0,81% | 3,88% | 6,54% | 7,20% | 20,19% | 35,64% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.