Dolar Capai Rp13.300, Pemerintah Kendalikan Utang Luar Negeri Swasta
Rasio ULN swasta ini nilainya terus meningkat dibandingkan ULN pemerintah
Rasio ULN swasta ini nilainya terus meningkat dibandingkan ULN pemerintah
Bareksa.com – Tren penguatan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah tampaknya membuat pemerintah mengkhawatirkan utang swasta. Pemerintah meminta perusahaan swasta mengendalikan utangnya, khususnya yang berasal dari luar negeri (valuta asing).
Salah satu cara pemerintah meredam lonjakan utang valas perusahaan swasta adalah dengan menerbitkan aturan pembatasan rasio utang terhadap modal. Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro pun akan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang menetapkan rasio utang perusahaan swasta sebesar 4:1.
“Jadi rasionya sebesar 80 persen utang dan 20 persen harus modal sendiri,” ujar Bambang seperti dikutip dari Kontan. Melalui peraturan ini, Bambang berharap dapat mengendalikan utang luar negeri (ULN) swasta yang terus naik dalam beberapa tahun terakhir.
Promo Terbaru di Bareksa
Wajar jika pemerintah mulai mencemaskan ULN swasta karena rasionya terus meningkat dibanding utang luar negeri pemerintah. Dalam lima tahun terakhir saja, pertumbuhan tahunan ULN swasta naik 11,56 persen per tahun. ULN pemerintah hanya naik 2,85 persen.
Bahkan, nilai ULN swasta pada kuartal I-2015 telah jauh melampaui ULN pemerintah sejak 2012.
Grafik Perbandingan Rasio Utang Luar Negeri (ULN) Pemerintah & Swasta
Sumber: BI, diolah Bareksa
Kekhawatiran itu cukup beralasan karena baru 26,5 persen perusahaan swasta yang sudah melakukan lindung nilai (hedging) atas utang valasnya. Sementara sisanya 73,5 persen perusahaan swasta belum melakukannya. Tanpa hedging, ULN swasta Indonesia menjadi berisiko tinggi dan bisa membengkak bila dolar terus menguat.
Bank Indonesia (BI) memperkirakan dolar AS masih akan terus menguat. Gubernur BI Agus Martowadjojo beberapa waktu lalu memperkirakan dolar AS akan mencapai level Rp13.200-13.400 pada tahun depan.
“Melihat hal tersebut maka perusahaan harus diwajibkan melakukan lindung nilai guna memproteksi dari dari risiko yang muncul, seperti risiko nilai tukar risiko likuiditas dan atau over leverage,” kata peneliti ekonomi senior Depertemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Arief Rachman seperti dikutip Surabayanews.
Akan Memperbaiki Balance Sheet Swasta
Ekonom Anton Gunawan mengatakan, nilai ULN swasta saat ini sebenarnya masih wajar. Tapi, pemerintah tetap perlu mengantisipasi penguatan dolar AS terhadap mata uang global, termasuk Rupiah.
“Perusahaan swasta memang harus mengurangi posisi utang yang ter-ekspose kurs. Terlebih, dolar AS saat ini sedang menguat,” ujar Anton.
Dengan pembatasan rasio utang terhadap modal perusahaan oleh pemerintah ini, perusahaan swasta nantinya akan lebih selektif mencari pinjaman valas. “Refinancing utang masih harus dilakukan.”
Kebijakan ini juga akan memaksa perusahaan swasta memperbaiki struktur balance sheet agar tidak terlalu ekspansif. “Jadi, asetnya tidak terlalu terbebani utang juga.”
Selain pembatasan utang, Anton menyarankan agar pemerintah segera menerbitkan peraturan yang memberlakukan hedging bagi perusahaan yang memiliki utang dalam dolar AS. “Itu bagian yang terpenting. BI juga sudah mengarahkan akan segera menerbitkan peraturan mengenai hedging ini.”
BI telah mengingatkan potensi kenaikan ULN sejak November tahun lalu. Waktu itu, BI mengeluarkan aturan untuk menurunkan rasio pembayaran utang terhadap pendapatan ekspor (Debt Service Ratio/DSR). (Baca juga: BI Terbitkan Aturan Utang Luar Negeri Korporasi; Perlu Cukup Hedging – Kontan).
Aturan penerapan prinsip kehati-hatian tersebut memuat tiga aturan pokok. Pertama, rasio lindung nilai (hedging) di mana korporasi non-bank wajib melakukan hedging dengan rasio 20 persen yang akan diberlakukan pada awal 2015.
Kedua, korporasi diwajibkan menyiapkan aset valasnya minimal 50 persen dari kewajibannya tiga bulan sebelum jatuh tempo utang. Terakhir, rating utang korporasi yang mempunyai utang luar negeri minimal setara dengan BB yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat.
BI berhadap DSR ini dapat dikembalikan ke kisaran angka 30 persen dalam 3-4 tahun mendatang. (pi)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.385,6 | 0,21% | 4,12% | 7,77% | 8,02% | 19,27% | 38,33% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,56 | 0,20% | 4,14% | 7,20% | 7,44% | 2,99% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.085,51 | 0,57% | 4,03% | 7,67% | 7,80% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.854,58 | 0,55% | 3,90% | 7,24% | 7,38% | 17,49% | 40,84% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.288,82 | 0,81% | 4,14% | 7,41% | 7,53% | 19,89% | 35,81% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.