Rokok Tak Boleh Diiklankan; Perusahaan TV Bisa Kehilangan Rp4 T/Tahun
Empat perusahaan rokok yang tercatat di bursa melakukan belanja iklan Rp4,9 Triliun di 2014
Empat perusahaan rokok yang tercatat di bursa melakukan belanja iklan Rp4,9 Triliun di 2014
Bareksa.com - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat merevisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Saat ini Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran terbaru sedang dalam tahap finalisasi.
Salah satu pasal yang diperkirakan akan terjadi pembahasan alot adalah revisi tentang iklan rokok . Pemerintah bersama dengan DPR sudah seirama akan melarang total penyiaran iklan rokok di media televisi dan radio. "Ditargetkan pada Agustus mendatang, draf RUU tersebut mulai dibahas bersama pemerintah," kata Ketua Komisi I DPR Mahfud Siddik di Jakarta, 12 Mei 2015
Dalam UU Penyiaran saat ini, iklan rokok di televisi masih dibolehkan. Larangannya hanya menampilkan bentuk asli rokok dalam sebuah iklan di televisi. Revisi larangan beriklan rokok secara penuh dalam RUU Penyiaran diperkirakan bakal panas karena sebelumnya iklan rokok sudah sangat dibatasi dengan jam penayangan terbatas pada 21.30-05.00.
Promo Terbaru di Bareksa
Bagaimana dampak perubahan aturan ini kepada industri?
Perusahaan rokok mengeluarkan dana besar untuk memperkenalkan produknya melalui iklan. Empat perusahaan rokok yang tercatat di bursa, yakni PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM), PT Bentoel International Tbk (RMBA), PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), dan PT Gudang Garam TBK (GGRM) secara total mengeluarkan dana lebih dari Rp4 triliun per tahun untuk belanja iklan 2014 dan 2013.
Tabel Belanja Iklan Perusahaan Rokok
sumber:laporan keuangan perusahaan, bareksa.com
Belanja iklan tertinggi dikeluarkan Sampoerna Rp2,5 triliun dan PT Gudang Garam Tbk Rp1,3 triliun. Kedua perusahaan rokok ini memiliki beberapa merek yang kerap wara-wiri di TV, seperti Sampoerna A Mild, Marlboro, Gudang Garam Filter, dan Surya Pro Mild.
Tetapi, pemberlakuan kebijakan itu tampaknya tidak akan banyak berdampak terhadap penjualan emiten dan perusahaan rokok. Indikasinya penjualan terus meningkat walaupun pemerintah sudah membatasi iklan sejak 2012.
Pada 24 Desember 2012 pemerintah memberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 yang membatasi jam tayang iklan rokok hanya pada 21.30 sampai 05.00 waktu setempat. Setelah berlakunya aturan tersebut, penjualan perusahaan rokok tetap bertumbuh. Bahkan dalam periode 2011-2014, perusahaan rokok tetap membukukan pertumbuhan penjualan sebesar 52 persen walaupun belanja iklan turun 42 persen.
Grafik Total Penjualan Rokok & Belanja Iklan Gudang Garam, Sampoerna, Wismilak dan Bentoel (dalam miliar rupiah)
sumber:laporan keuangan perusahaan, bareksa.com
Namun, kebijakan ini diyakini akan berdampak pada pendapatan media televisi karena kontribusi perusahaan rokok terhadap pendapatan iklan tergolong besar. Belanja iklan empat emiten rokok lebih dari Rp4 triliun setara dengan 37 persen pendapatan iklan yang diperoleh tiga emiten pertelevisian.
Tabel Pendapatan Iklan Perusahaan TV (dalam juta rupiah)
sumber:laporan keuangan perusahaan, bareksa.com
Sebesar 89 persen pendapatan PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) berasal dari iklan. Perusahaan pengelola stasiun televisi RCTI, Global TV, dan MNC TV ini mendapatkan Rp5 triliun dari pendapatan iklan. PT Visi Media Asia Tbk (VIVA), pengelola ANTV dan TV One mendapatkan Rp2,2 triliun dari pendapatan iklan. Sementara PT Surya Citra Media Tbk (SCMA), pengelola SCTV dan Indosiar mendapatkan Rp4,9 triliun dari iklan.
Jika ditotal, pendapatan iklan yang diperoleh tujuh stasiun televisi milik tiga emiten di atas sebesar Rp13 triliun. Sementara itu, nilai belanja iklan dari empat emiten rokok di bursa pada 2013 dan 2014 mencapai Rp4 triliun atau setara 37 persen total pendapatan iklan perusahaan televisi di atas.
Grafik Belanja Iklan Perusahaan Rokok & Pendapatan Iklan Televisi
sumber:bareksa.com
Walhasil, jika benar UU Penyiaran yang baru nantinya melarang total iklan rokok di televisi, maka berpotensi mengurangi 37 persen pangsa pasar iklan perusahaan TV nasional. Jelas kebijakan itu bisa memukul perusahaan pemilik tujuh stasiun televisi swasta karena lebih dari 80 persen pendapatan mereka berasal dari iklan. (pi)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.