KRONOLOGI: Aliran Kredit Rp650 M BII-Maybank pada Sang Dhiva
Tim audit internal BII-Maybank menemukan sejumlah transaksi fiktif.
Tim audit internal BII-Maybank menemukan sejumlah transaksi fiktif.
Bareksa.com - PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BNII) atau BII-Maybank menggugat pailit salah satu debiturnya, PT Dhiva Inter Sarana, di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Pasalnya, Dhiva gagal melunasi kredit senilai total $59 juta, dan diduga kuat ada pelanggaran hukum. (Baca juga: Kredit Rp650 M Macet, BII-Maybank Gugat Pailit PT Dhiva)
Dhiva merupakan perusahaan perdagangan pipa untuk sektor minyak dan gas. Menurut sejumlah dokumen yang diperoleh Bareksa -- otentisitasnya telah diverifikasi -- beginilah kronologi kredit macet dengan nilai segunung ini.
- Fasilitas kredit pertama dikucurkan pada 2007 dalam bentuk cash loan sebesar Rp4 miliar dan $7,7 juta.
Promo Terbaru di Bareksa
- Peningkatan jumlah kredit dalam skala besar mulai dilakukan pada tahun 2011 dalam beberapa tahap. Hingga November 2011, total kredit yang diperoleh Dhiva melonjak mencapai Rp6,2 miliar dan $83,5 juta. Antara Agustus dan November tahun 2011, setiap bulan ada penambahan antara $10 juta sampai $30 juta sebulan.
· Januari 2012: Nilai kredit Dhiva menurun jadi Rp6,2 miliar dan $67 juta. Di tahun ini, pemilik Dhiva mulai berinvestasi di luar bisnis inti, masuk ke usaha pengeboran dan perkapalan. Semenjak Agustus 2012, akun Dhiva ditempatkan di watch list. Namun, BII-Maybank memutuskan untuk tetap menjalankan fasilitas kredit dengan syarat Dhiva hanya bisa menarik 80 persen dari dana penjualan yang masuk dan perusahaan harus mengurangi gearing ratio menjadi maksimal 6 kali (dari sebelumnya 8 kali). Gearing ratio menunjukkan perbandingan utang dengan modal.
· Desember 2012: Dhiva menaikkan jumlah modal ditempatkan dan disetor sehingga gearing ratio mencapai 6,05 kali.
· 5 Februari 2013: Dhiva menunjuk PWC untuk menyusun proposal restrukturisasi, yang diperkirakan akan selesai pada Maret 2014.
· Agustus 2013: Tim auditor menemukan sejumlah Purchase Order (PO) palsu. Senilai $5 juta diakui oleh Dhiva digunakan untuk investasi di perusahaan pengeboran. Dhiva setuju untuk membersihkannya dengan menjual perusahaan pengeboran itu.
· September 2013: Dhiva setuju untuk mengurangi kembali jumlah outstanding dengan membayar $500 ribu per bulan selama tiga bulan mulai September. Dhiva sudah menepatinya dengan membayar $2 juta. Namun, untuk penarikan baru BII-Maybank menggariskan harus mengesahkannya terlebih dahulu secara tertulis melalui email dan telepon kepada pemilik proyek (bowheer).
· Oktober 2013: Manajemen BII-Maybank dipanggil Bank Indonesia untuk membahas 4 akun, salah satunya Dhiva. BI menanyakan tim audit internal BII-Maybank untuk menyiapkan kronologi audit Dhiva. Sepanjang 2013, akun ini telah dibahas dalam 13 dari 48 Rapat Komite Kredit.
· Desember 2013: Dhiva mengajukan restrukturisasi kredit dengan mengubah kredit modal kerja senilai $27 juta menjadi term-loan dengan angsuran sebesar $500 ribu per bulan. Dan sisa kredit modal kerja $28 juta dikenakan asumsi bahwa pencairan maksimal 80 persen dari nilai PO, dengan syarat bunga harus dalam keadaan lancar. Proposal ini dinyatakan tidak dapat diproses karena BII-Maybank tidak melihat dasar yang kuat bahwa Dhiva memiliki aliran dana untuk mendukung proposal restrukturisasi tersebut.
· Januari 2014: Tim Audit Internal BII-Maybank mendapati indikasi bahwa sebagian tagihan dari supplier ternyata fiktif. Penyelidikan lebih lanjut masih dilakukan.
· Sejak 3 Februari 2014, tidak ada pembayaran dari Dhiva untuk mengurangi outstanding utang. Dhiva juga tidak membayar bunga yang jatuh tempo tanggal 1 Maret 2014.
· 7 Februari 2014: Dhiva menyetujui permintaan BII-Maybank untuk menunjuk surveyor independen guna menilai inventaris Dhiva di pabrik, mulai minggu ketiga Februari 2014. Sucofindo ditunjuk untuk melakukan stock opname gudang Dhiva. Nilai outstanding kredit tertinggi adalah di Januari 2012, sekitar $64 juta. Nilainya lalu berkurang menjadi $54,12 juta pada 10 Februari 2014.
· 11 Februari 2014: BII-Maybank bertemu dengan perwakilan dua bank kreditur lain untuk mencari tahu status kredit Dhiva di bank-bank tersebut.
· 28 Februari 2014: Dhiva mengirim surat kepada BII-Maybank melalui pengacaranya, OC Kaligis. Dalam suratnya, Dhiva menyatakan manajemen BII-Maybank tidak memiliki niat baik untuk membantu perusahaan melakukan restrukturisasi kredit. Dhiva juga mengklaim telah membayar US$500 ribu per bulan seperti yang diminta oleh BII-Maybank.
· 13 Maret 2014: Kuasa hukum BII-Maybank mengirimkan surat sebagai balasan terhadap surat OC Kaligis.
· Akhir Maret 2014: BII mengunjungi pabrik pipa ulir yang dikelola anak perusahaan Dhiva yakni PT Dhiva Sarana Metal (DSM) dan baru berdiri pada Maret 2013. Tim melihat utilisasi pabrik baru mencapai 30-40 persen dari total kapasitas terpasang sebesar 150 ribu ton per tahun. Karena itu mayoritas pipa yang dijual DIS masih diimpor dari supplier China, Henyang. (Baca juga: Dhiva, Jero Wacik, dan Kredit Macet Rp650 Miliar di BII-Maybank)
· 19 Mei 2014: Dhiva melaporkan nilai persediaan pipa per 23 Maret 2014 adalah $16 juta. Sebelumnya, BII-Maybank telah menerima hasil pemeriksaan Sucofindo. Per 23 Maret 2014 nilai persediaan pipa diestimasi $34 juta. Pada hari itu juga, rapat manajemen BII-Maybank memutuskan menolak memperbaharui kredit Dhiva yang seharusnya jatuh tempo pada 7 Mei 2014.
· 26 Mei 2014: BII-Maybank memutuskan menggelar penyelidikan lebih intensif terhadap Dhiva, dengan melakukan kunjungan ke pabrik secara reguler. Ini antara lain karena BII-Maybank menemukan perubahan alamat PO dari rekanan Dhiva langsung ke perusahaan tanpa persetujuan dari BII-Maybank. Padahal, seharusnya pembayaran langsung masuk ke BII-Maybank.
· 4 Juni 2014: Tim BII-Maybank mengunjungi kantor pusat DIS di Equity Tower untuk meminta PO tersebut dari Dhiva. Namun, pihak Dhiva menolak dan meminta BII-Maybank untuk mengontak pengacara mereka.
· Desember 2014: BII-Maybank mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap Dhiva ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Bila Pengadilan Niaga menetapkan status PKPU terhadap Dhiva, maka Dhiva harus mendapatkan persetujuan restrukturisasi utang dari semua krediturnya. Bila tidak disetujui, otomatis Dhiva akan dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga dan seluruh asetnya akan dibagikan kepada semua kreditur secara pro rata.
Bareksa belum mendapatkan keterangan yang memadai dari manajemen PT Dhiva terkait perkara ini. Pada tanggal 23 Desember 2014, wartawan Bareksa mendatangi kantor PT Dhiva di kawasan SCBD, Jakarta. Namun, dua karyawan perusahaan ini -- satu dari tim audit dan lainnya sekretaris direksi -- menyatakan tidak dapat memberi keterangan. Mereka juga tidak bersedia menerima surat permohonan wawancara.
Bareksa telah menelepon dan mengirim SMS kepada pemilik PT Dhiva, Richard Setiawan. Namun, dia hanya menjawab singkat. "Nggak tahu saya," katanya. Dan dia langsung menutup telepon.
(Laporan: S.A. Wahyu, Alfin Toffler | Editor: Ni Putu Kurniasari, Karaniya Dharmasaputra)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.385,6 | 0,21% | 4,12% | 7,77% | 8,02% | 19,27% | 38,33% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,56 | 0,20% | 4,14% | 7,20% | 7,44% | 2,99% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.085,51 | 0,57% | 4,03% | 7,67% | 7,80% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.854,58 | 0,55% | 3,90% | 7,24% | 7,38% | 17,49% | 40,84% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.288,82 | 0,81% | 4,14% | 7,41% | 7,53% | 19,89% | 35,81% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.