Saham INCO & ANTM Merespon Berbeda Regulasi Tambang Baru, Ini Penjelasannya
Kementerian ESDM merilis sebuah fact sheet terkait pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan Minerba
Kementerian ESDM merilis sebuah fact sheet terkait pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan Minerba
Bareksa.com – Pemerintah kembali merombak peraturan terkait ekspor logam mineral dalam bentuk konsentrat. Hal ini mengubah kondisi bagi perusahaan tambang mineral yang sudah berinvestasi untuk mendirikan pabrik pengolahan mineral atau yang biasa disebut dengan smelter. Sejumlah saham tambang di Bursa Efek Indonesia memberikan respon yang berbeda terhadap kebijakan pemerintah ini.
Pada hari Rabu, 11 Januari 2017, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Dan sehari setelahnya pada 12 Januari, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merilis sebuah fact sheet terkait pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan Mineral dan Batu bara (Minerba).
Dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM 5/2017 dan ESDM 6/2017 Bareksa menganalisis, setidaknya ada 3 poin penting yang mampu mempengaruhi pergerakan pasar, baik itu pergerakan harga nikel dunia secara umum maupun pergerakan saham di Indonesia secara khusus, yakni :
Promo Terbaru di Bareksa
1. Mineral logam yang boleh diekspor harus melalui pengolahan dahulu dengan kadar minimum tertentu. Untuk nikel, batas minimal konsentratnya adalah 1,7 persen dan untuk bauksit harus memiliki kadar Al2O3 lebih tinggi dari 42 persen
2. Nikel kadar rendah di bawah 1,7 persen dan bauksit kadar rendah di bawah 42 persen wajib diserap oleh fasilitas pemurnian (smelter) yang sudah ada di dalam negeri, jumlahnya minimum 30 persen dari kapasitas input smelter.
3. Apabila kebutuhan dalam negeri untuk nikel kadar rendah dan bauksit kadar rendah telah terpenuhi dan masih ada tersedia yang belum terserap, sisa bijih nikel dan bauksit kadar rendah tersebut dapat dijual ke luar negeri.
Lantas, mengapa INCO dirugikan dan ANTM diuntungkan?
Pada perdagangan hari ini Jumat 13 Januari 2017, harga saham perusahaan tambang mineral merespon berbeda terhadap peraturan baru tersebut. Saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) tercatat anjlok 13,56 persen menjadi Rp2.550 pada pukul 15.00 WIB. Saham INCO menjadi salah satu yang paling banyak dijual investor asing hari ini dengan jual bersih (net sell) senilai Rp53,38 miliar. Pada saat yang sama, harga saham PT Aneka Tambang (persero) Tbk (ANTM) malah terpantau naik 4,62 persen ke Rp905.
Regulasi tersebut memungkinkan pasokan nikel di pasar dunia kembali berlimpah, seiring dengan jumlah yang boleh diekspor oleh produsen Indonesia. Maka dari itu, harga nikel global berpeluang kembali melemah mengingat peningkatan volume penambangan dan pengolahan nikel di Indonesia.
Pelemahan harga nikel ini berdampak buruk terhadap Vale Indonesia, pasalnya 100 persen penjualan perusahaan ini sangat bergantung pada harga nikel di pasar global. Selain itu, pembeli nikel Vale Indonesia hanya ada dua perusahaan, yakni induknya sendiri Vale Canada Limited dengan porsi 80 persen dan Sumitomo Metal Mining dengan porsi 20 persen.
Grafik : Penjualan Nikel INCO Hanya Kepada Dua Perusahaan
Sumber : Bareksa.com
Karena seluruh pendapatan Vale Indonesia bergantung pada harga nikel dunia, tentu saja pelemahan harga akibat kemungkinan oversupply akan berpengaruh negatif bagi perseroan. Sejumlah sekuritas asing pun memberikan rekomendasi jual untuk saham INCO akibat adanya regulasi baru tersebut.
Di sisi lain, dengan disahkannya regulasi tersebut, Antam dan emiten tambang lainnya yang mendiversifikasi penjualannya ke dalam beberapa segmen berpeluang mendapat katalis positif. Selain itu, Antam yang selama masih membangun smelter tidak bisa mengekspor bijih nikelnya menjadi punya kesempatan untuk menjualnya ke luar negeri.
Perusahaan tambang milik negara ini juga memiliki kesempatan semakin lebar untuk memproduksi lebih banyak mineral mentah seperti bijih bauksit, yang dimana apabila masih tersisa penjualannya di dalam negeri, mampu untuk kembali dijual ke luar negeri dengan syarat seperti yang telah dijabarkan dalam peraturan baru tersebut.
Berdasarkan laporan keuangan sembilan bulan 2016, Antam bertopang pada penjualan emas yang mencapai 68,39 persen dari total penjualannya. Sementara itu, bijih nikel dan bauksit hanya berporsi kurang dari 5 persen. Peraturan baru ini akan membalikkan keadaan seperti beberapa tahun lalu saat nikel dan feronikel menjadi penopang utama pendapatan Antam.
Grafik : Segmen Penjualan ANTM
Sumber : Bareksa.com
Lalu, berdasarkan website ANTM, perusahaan ini memiliki beragam produk dengan kadar yang berbeda-beda. Kadar nikel yang diproduksi melalui bijih nikel limonit dengan kadar rendah dan mengandung 0,8-1,5 persen atau lebih rendah dari standar yang ditetapkan Kementerian ESDM yakni 1,7 persen. Tetapi perseroan juga memiliki produk nikel saprolit dengan kadar 1,5-2,5 persen dan terbilang nikel kadar tinggi yang boleh diekspor.
Antam juga memiliki produk bauksit mengandung 30-54 persen alumina (Al2O3) dan selebihnya terdiri dari campuran silika, berbagai oksida besi dan titanium dioksida atau. Maka dari itu, sebagian produk bauksit Antam masih berada dalam range yang boleh diekspor berdasarkan regulasi pemerintah dengan kadar lebih besar 42 persen.
Dengan disahkannya regulasi ini, ANTM berencana meningkatkan nilai bauksit yang dimilikinya melalui pengembangan proyek-proyek alumina dan berpeluang menambah pendapatannya di lini bisnis ini. (hm)
Pilihan Investasi di Bareksa
Klik produk untuk lihat lebih detail.
Produk Eksklusif | Harga/Unit | 1 Bulan | 6 Bulan | YTD | 1 Tahun | 3 Tahun | 5 Tahun |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Trimegah Dana Tetap Syariah Kelas A | 1.384,88 | 0,21% | 4,05% | 7,72% | 8,08% | 19,46% | 38,34% |
Trimegah Dana Obligasi Nusantara | 1.095,38 | 0,14% | 4,09% | 7,18% | 7,47% | 3,23% | - |
STAR Stable Amanah Sukuk autodebet | 1.084,98 | 0,55% | 4,00% | 7,61% | 7,79% | - | - |
Capital Fixed Income Fund autodebet | 1.853,59 | 0,53% | 3,86% | 7,19% | 7,36% | 17,82% | 41,07% |
Insight Renewable Energy Fund | 2.287,69 | 0,82% | 4,11% | 7,35% | 7,53% | 19,98% | 35,83% |
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.
Produk Belum Tersedia
Ayo daftar Bareksa SBN sekarang untuk bertransaksi ketika periode pembelian dibuka.