BeritaArrow iconKategoriArrow iconArtikel

Divestasi 20% Saham Freeport Rumit; Mengapa Tidak IPO?

11 Desember 2015
Tags:
Divestasi 20% Saham Freeport Rumit; Mengapa Tidak IPO?
Petugas dari satuan Brimobda DIY Satgas Amole III 2015 BKO PT Freeport Indonesia berjaga di area tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, Minggu (20/9). Satgas Amole III bertugas guna menjaga wilayah pertambangan Freeport dari berbagai gangguan. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Masyarakat khawatir IPO malah menjadi jalan investor asing masuk

Bareksa.com - Setelah 41 tahun beroperasi di Tanah Papua, tidak mudah bagi PT Freeport Indonesia mendapat perpanjangan kontrak. Peraturan yang berlaku meminta banyak syarat, hingga Ketua DPR Setya Novanto ingin menarik keuntungan dengan menjadi perantara untuk proses kelanjutan izin perusahaan asal AS tersebut di Indonesia.

Salah satu syarat, seperti tertera dalam PP No. 77/2014, mengharuskan perusahaan tambang asing yang sudah beroperasi lebih dari 10 tahun di Indonesia melepaskan kepemilikan saham (divestasi) secara bertahap. Tata cara dan penerapan divestasi itu diatur dalam Peraturan Menteri ESDM No. 1/2014. Seharusnya, sekarang sudah 30 persen saham anak usaha Freeport McMoran Inc. tersebut dipegang oleh pihak Indonesia.

Namun hingga kini, Pemerintah Indonesia hanya memiliki 9,36 persen saham di Freeport Indonesia dan sisanya dipegang oleh Freeport McMoran Inc. Oleh sebab itu, dan harus terjadi divestasi 20,64 persen lagi pada tahun ini -- hingga kini juga belum selesai prosesnya.

Promo Terbaru di Bareksa

Berdasarkan tahapannya, pemerintah mendapat prioritas untuk mengambil saham Freeport Indonesia. Kalau pemerintah tidak mau, hak tersebut bisa ditawarkan ke pemerintah lokal, lalu ke badan usaha milik negara (BUMN) atau daerah (BUMD). Terakhir, bila tidak ada yang mampu untuk mengambilnya, pihak swasta nasional diperbolehkan untuk melakukan lelang.

Sekarang, masalahnya, pemerintah tidak punya uang untuk membeli seluruh saham divestasi itu, apalagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sejumlah BUMN yang meminta suntikan modal dalam APBN 2016 saja tidak mendapat restu dari DPR.

Mengapa saham Freeport Indoesia tidak ditawarkan lewat pasar modal alias initial public offering (IPO)?

Presiden Direktur Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistyo mengatakan sangat mendukung IPO perusahaan yang mengelola tambang emas terbesar di dunia tersebut. Namun, masalahnya keputusan mengenai hal tersebut ada di tangan pemerintah saat ini.

"I love Freeport. Posisi BEI sekarang hanya menunggu, tetapi kami mengimbau pemerintah agar ambil keputusan. Jagoan di atas jangan sebut IPO merugikan karena semua masyarakat bisa ambil bagian. Jangan hanya orang tertentu yang bisa minta saham," ujarnya di Gedung BEI di Jakarta Kamis, 10 Desember 2015.

Dia pun menjelaskan bahwa dalam peraturan yang berlaku saat ini tidak pernah disebutkan adanya larangan soal pelepasan saham melalui IPO. Memang, dalam PP maupun Permen tersebut sama sekali tidak menyebut penawaran melalui pasar modal sebagai salah satu opsi divestasi. Jadi, seharusnya IPO Freeport Indonesia tidak melanggar aturan.

Tito juga memaparkan bursa sebagai regulator dapat menetapkan atau membatasi investor asing yang masuk. Caranya dengan melakukan penjatahan pasti (fixed allotment), sehingga hanya pihak Indonesia saja yang diprioritaskan mengambil bagian dalam IPO tersebut.

"Bisa diblok sehingga yang membeli hanya masyarakat Indonesia saja. Fixed allotment bisa dilakukan oleh para underwriter (penjamin emisi). Cara ini sudah sering dan bisa dilakukan. Kalau takut asing yang membeli, jangan dijual. Tapi kalau Freeport yang nawar harganya naik seribu persen, mau dijual tidak? Terserah pemerintah," ujarnya.

Akan tetapi, Pengamat pertambangan Simon Sembiring sangat menentang wacana divestasi melalui IPO. Pasalnya, yang dikhawatirkan masyarakat adalah pembeli dalam penawaran perdana tersebut memang warga Indonesia, tetapi sumber dananya dari investor asing sehingga tidak sesuai dengan tujuan divestasi yang memperbesar porsi kepemilikan pihak Indonesia.

"IPO di pasar modal asing bisa masuk ikut membeli. Kita tidak pernah tahu dananya dari mana meskipun nama pemilik saham adalah nama Indonesia," ujar Simon kepada Bareksa.com pada Kamis 10 Desember 2015.

Sebaliknya, pengamat Pasar Modal Universitas Indonesia Budi Frensidy menilai bahwa IPO Freeport merupakan salah satu opsi bagus karena dapat meningkatkan partisipasi pihak Indonesia di perusahaan tambang itu. Dia pun yakin investor lokal memiliki kemampuan finansial untuk menyerap saham yang ditawarkan kepada publik. (baca juga : Bila Freeport Indonesia IPO, Mampukah Investor Lokal Menyerap?)

Seperti pernah ditulis sebelumnya, valuasi 20,64 persen saham PTFI setara Rp27,4 triliun bila dihitung menggunakan metode rasio harga terhadap saham. Dan kalau prosesnya direstui pemerintah, IPO Freeport akan menjadi yang terbesar dalam sejarah pasar modal Indonesia. IPO Terbesar sebelumnya dipegang PT Adaro Energy Tbk (ADRO) senilai Rp12 triliun.

"Dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan saja sekitar Rp200 triliun. Selain itu, banyak institusi yang memiliki dana besar termasuk dana pensiun, asuransi, unit link, reksa dana dan institusi lain. Mereka umumnya mempunyai dana jangka panjang, jadi kalau ada holding period tidak akan masalah," kata Budi.

Menurut dia, kemungkinan IPO dengan fixed allotment di awal penawaran bisa memastikan kepemilikan saham oleh investor Indonesia. Apalagi, investor institusi biasanya memiliki strategi jangka panjang sehingga tidak akan dengan cepat melepas kepemilikan saham mereka. Hal ini dapat memastikan kepemilikan Indonesia di saham Freeport.

Meskipun demikian, hingga kini belum ada keputusan pemerintah terkait bagaimana cara divestasi saham Freeport Indonesia dari induknya yang berbasis di AS tersebut. Bahkan, Bahana Securities yang ditunjuk menjadi penasihat keuangan (financial advisor) untuk menghitung valuasi Freeport Indonesia belum dapat berkomentar.

Presiden Direktur Bahana Securities Feb Sumandar mengatakan kembali lagi kepada pemerintah yang menginginkan cara divestasi Freeport, apakah melalui BUMN, seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau PT Indonesia Alumunium (Inalum), atau menggunakan cara lain.

"Hingga saat ini belum ada keputusan mengenai cara penghitungan valuasi aset Freeport. Kami hanya akan membantu perusahaan yang ditunjuk oleh pemerintah misalnya Inalum untuk membeli saham Freeport. Belum ada pembahasan lebih lanjut," ujarnya ketika dihubungi Bareksa.com pada Kamis 10 Desember 2015.

Lantas, langkah apa yang akan diambil pemerintah untuk menjaga cadangan emas yang berada di wilayah bumi Indonesia tersebut?

Semoga saja keputusan pemerintah tidak memberi jalan bagi pemburu rente, yang menyebabkan terkuaknya skandal rekaman antara Ketua DPR, pengusaha M. Riza Chalid dan Presiden Direktur Freeport Maroef Sjamsoeddin.

Pilihan Investasi di Bareksa

Klik produk untuk lihat lebih detail.

Produk EksklusifHarga/Unit1 Bulan6 BulanYTD1 Tahun3 Tahun5 Tahun

Trimegah Dana Tetap Syariah

1.337,76

Up0,49%
Up3,72%
Up0,04%
Up4,75%
Up18,40%
-

Capital Fixed Income Fund

1.793,05

Up0,56%
Up3,35%
Up0,04%
Up6,95%
Up16,60%
Up40,13%

I-Hajj Syariah Fund

4.872,25

Up0,59%
Up3,20%
Up0,03%
Up6,16%
Up22,01%
Up40,68%

STAR Stable Amanah Sukuk

Produk baru

1.047,87

Up0,53%
Up3,64%
Up0,04%
---

Reksa Dana Syariah Syailendra OVO Bareksa Tunai Likuid

1.147,05

Up0,31%
Up2,63%
Up0,03%
Up4,97%
Up14,27%
-
Tags:

Video Pilihan

Lihat Semua

Artikel Lainnya

Lihat Semua